Last Updated on 10 March 2017 by Herman Tan

Masih jomblo dan belum punya calon istri? Jangan baper, di Tiongkok, lelaki jomblo tidak sedikit. Banyak banget. Saking banyaknya, lelaki lajang yang belum punya pasangan itu sudah menjadi bagian dari masalah di Negeri Tirai Bambu tersebut.

Disebut sebagai shengnan (生男), alias pria sisa, mereka adalah lelaki yang sudah berusia di atas 30 tahun namun belum laku menikah. Tetapi, memang tidak mudah mencari pasangan hidup di Tiongkok.

Apalagi dengan kebijakan satu anak, dan keluarga2 Tiongkok umumnya lebih memilih punya anak lelaki daripada perempuan, maka Tiongkok dipastikan akan memiliki lebih banyak penduduk berjenis kelamin laki-laki.

Diprediksi pada 2020 nanti, bakal ada 30 juta lelaki jomblo di Tiongkok yang berusaha mencari kekasih. Ketidakseimbangan gender itu membuat lelaki susah mendapatkan pasangan. Dan jaraknya diperkirakan bakal melebar.

Dalam buku The Demographic Future, ekonomis politik Amerika Serikat Nicholas Eberstadt memprediksi : lebih dari sepertempat lelaki di Tiongkok tidak akan menikah pada 2030! Bukan karena tidak mau, namun karena tidak ada perempuan yang akan dinikahi.

Karenanya, biro-biro pencarian jodoh di Tiongkok laris manis. Tetapi, tidak semua sukses. Pada 2015 contohnya. Seorang pebisnis berusia 40 tahun dilaporkan menuntut satu biro pencarian jodoh yang berbasis di Shanghai, Tiongkok, karena gagal mencari istri untuknya.

Padahal, dia sudah menambah biaya sampai USD 1 juta (setara Rp 13,3 miliar) agar pencarian diperluas dan lebih intensif.

Kasus lain, seorang programmer komputer dari Guangzhou membeli 99 iPhone untuk kekasihnya. Ponsel pintar itu adalah bagian dari hadiah lamaran untuk si gadis. Sayangnya, lelaki itu ditolak. Tak hanya ditolak, proses melamar 99 iPhone itu kemudian tersebar di media sosial.

Kesulitan untuk mendapatkan pasangan hidup bagi kaum pria tak hanya karena jumlah perempuan di Tiongkok lebih sedikit. Lelaki lebih mapan bakal mendapatkan kans lebih banyak untuk menikah. Namun, untuk mencapai kemapanan butuh waktu. Saat sudah mapan, perempuan yang akan dinikahinya mungkin sudah menikah dengan orang lain.

Tak hanya itu, biaya lain-lain untuk menikah sangat tinggi. Hong Yang yang sudah menikah saat usianya 30 tahun menggambarkan pernikahan itu bagaikan “bisnis ibu mertua.” ”Jika pria ingin menikahi anak perempuannya, calon mantu harus membelikan mertua rumah dan mobil. Baru langkah selanjutnya dibicarakan,” katanya.

Ditambahkan Hong Yang, sulit bagi perempuan untuk mencari lelaki yang mapan saat mereka sudah berusia 32 tahun. ”Lelaki mapan di Tiongkok ingin menikahi gadis cantik dan muda. Bahkan, tidak jarang perbedaan usia bisa mencapai 10-20 tahun.”

Sementara itu, perempuan ingin mendapatkan kestabilan perekonomian. Karena itu, banyak perempuan yang berusia matang, memilih menikahi pria yang matang juga, alias sama-sama sudah tua (sumber : jawapos.com).

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?