Last Updated on 20 February 2023 by Herman Tan

Di masa sekarang ini, masih terdapat banyak bentuk tradisi dan kebiasaan yang berkembang di dalam budaya warisan leluhur Tionghoa. Beberapa contoh tradisi dan kebiasaan kuno yang masih sering ditemukan antara lain :

1. Di Kelenteng2 sering ada altar “Hauw Ciang Kong” (harimau), umat bahkan mempersembahkan beberapa potongan daging segar.
2. Rupang kuda di pay tersendiri/khusus (Kwan Kong).

3. Sembahyang kepada Shen/Shien dengan mempersembahkan daging2an (sembahyang sam ceng).
4. Sembahyang dengan menggunakan lilin berukuran besar, dianggap bisa mendapatkan rejeki yang besar juga.

5. Sembahyang dengan menggunakan hio yang panjangnya lebih dari 1 meter, dengan diameter sekitar 10-15 cm, atau sembahyang dengan dupa satu pak (dupa ratusan) tujuannya agar bisa mendapatkan rejeki yang banyak.
6. Sebelum bersembahyang terlebih dahulu mengetuk2 Hiolo/Altar/menghentak2an kaki ke bumi.

7. Membakar segepok kertas Kim Coa setelah selesai bersembahyang, dianggapan sebagai salah satu bentuk persembahan.
8. Mengasapi muka/wajah dengan asap dupa.

9. Masih adanya umat yang meminta “nomor buntut” di depan Altar Shen/Shien, dengan media bilah kayu “Ciamsi”.
10. Di rumah harus ada “Altar Leluhur” untuk di pay.

11. Membakar kertas “Uang2an”, “Koper2an”, “Baju2an”, “Rumah2an” dll, untuk “dikirimkan” kepada leluhur.
12. Sembahyang Rebutan atau “Raja Setan” atau “Hantu Kelaparan”.

Kertas Kim coa yang telah dilipat

Tidak mudah untuk merubah pandangan/prinsip seseorang yang sudah terlanjur mengakar, untuk itu diperlukan kesabaran untuk dapat menjelaskannya. Bila kita ingin merubahnya, tentunya hal yang pertama yang harus kita lakukan adalah mencari tahu, sebab serta mengapa hal2 yang kita anggap “tahayul” selama ini bisa berkembang di masyarakat.

Sebagai Contoh, Berikut Beberapa Kepercayaan Ketahayulan (Misin) lainnya :

1. Wanita yang sedang haid, dilarang untuk bersembahyang di Kelenteng (karena dianggap sedang kotor, dsb). Alasannya, karena pada jaman dahulu Kelenteng2 berada di atas gunung2, untuk sekedar datang bersembahyang tentu tidaklah mudah.

Pada waktu itu juga belum ada yang namanya “pembalut” wanita yang sedang haid. Bisa terbayang bagaimana repotnya? Nah oleh karena itu, bagi wanita yang sedang “datang bulan” dilarang untuk bersembahyang ke Kelenteng.

Tapi pada jaman sekarang, Kelenteng2 berada di tengah kota, dan di kawasan pertokoan, bahkan di PKL (pedagang kaki lima) banyak dijual “pembalut” wanita. Kalau sudah begini, kenapa masih dilarang ?

2. Orang yang sedang dalam keadaan “berdukacita”, dilarang bersembahyang di Kelenteng, dsb. Ini yang paling aneh. Karena justru pada saat seperti itu, kita memerlukan bimbingan serta memohon diberikan ketabahan dari SHEN. Jangan malah dilarang bersembahyang, dengan alasan kita sedang dalam keadaan “sial” , dsb.

3. Jaman dahulu, uang2an dan kertas perak/emas (kimcoa) disebar ketika mengantar jenazah ke kuburan, sehingga kenalan jauh, atau anak2 dan orang tua yang jalannya lebih lambat, dapat mengikuti jejak rombongan hingga ke lokasi pemakaman. Begitupun dikala mau pulang nanti, mereka dapat menemukan jalan pulang lewat jejak kertas (penanda jalan) yang disebar tadi.

Saat ini, sebagian orang Tionghoa masih ada yang melakukannya, namun seperlunya saja. Karena kalau melakukannya di jalan raya, bisa-bisa akan kena denda.

4. Ada yang bilang, jika tidak “Ciak Cay” adalah berdosa, kotor, dan tidak mendapatkan TAO nya. Pada prinsipnya, Ciak Cay dilakukan menurut kondisi badan kita, dan menurut keadaan jika perlu (misalnya bagi yang obesitas, atau bagi penderita tekanan darah tinggi).

Kalau lantas bilang tidak Ciak Cay adalah buruk dan berdosa, numpang tanya, apakah sayur-sayuran itu tidak bernyawaA dan tidak ingin hidup? Jika bilang tidak Ciak Cay adalah “kotor”, numpang tanya, apakah kambing, kuda dan sapi itu “paling bersih”?

Jika bilang tidak Ciak Cay tidak akan mendapat TAO nya, numpang tanya lagi, apakah kambing, kuda dan sapi berarti akan paling cepat/mendapat TAO nya? (mereka sejak lahir sudah Ciak Cay).

5. Ada yang berpendapat, gambar2 Dewa-Dewi tidak boleh dipigura (dibingkai) dengan kaca. Jika dibingkai pun, kacanya harus dilubangi pada bagian pinggir bawahnya, supaya Dewa dapat keluar masuk.

Pendapat ini sangatlah bodoh, dan bisa jadi bahan tertawaan dan olok-olokan penganut kepercayaan tetangga! Pertama2 kita harus mengerti, bahwa Dewa TETAPLAH Dewa, dan gambar Dewa TETAPLAH sebuah gambar. Sama halnya dengan Anda yang tetap Anda, dan foto Anda tetaplah foto Anda.

Jika kaca dilubangi, barulah kemudian Dewa-Dewi baru dapat keluar masuk, Anda anggap Mereka itu siapa? Apakah Anda tidak merasa bersalah dengan menganggap bahwa Mereka itu semut (atau lainnya), yang memerlukan jalan untuk masuk?

Hal inipun sama dengan patung/rupang Dewa-Dewi. Di bagian bawahnya, sering terlihat ada celah/lubang, yang katanya untuk jalan keluar masuk spirit Dewa.

Masih kalah sakti sama golongan roh/setan dong, karena mereka dikatakan bisa menembus dinding dan almari besi sekalipun? Jika bilang setelah dikacai, lantas Dewanya tidak bisa masuk, lalu  Dewanya masuk kesana untuk apa? Seandainya kalian menjadi Dewa, maukah kalian (ditugaskan) bersemayam, terpenjara dalam gambar atau patung tersebut?

Ada tradisi yang baik, dan masih bermanfaat untuk melestarikan Kebudayaan Orang Tionghoa, tapi ada juga yang sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan zaman. Mau menjelaskan kepada orang yang lebih tua atau orang tua, tentunya perlu proses, perlu cara, perlu waktu, serta harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

Di dalam Buku STPC halaman 189 (versi mandarin), disana ada kalimat yg tertulis “Dou Fu Da Xiang Chu, Bu Ru Jiu Gu Bing, Gong Zuo Pai Cu Yang, Bu Dong Shen Fo Xin “, yang artinya kira2 “Pamer kekayaan dengan mambakar lilin atau hio yang super besar, lebih baik berderma menolong orang yang kekurangan.”

Mempersembahkan babi, ayam dan ikan di meja altar, berarti tidak memahami kehendak Dewa-Dewi”.

Bagaimana agar Umat Agama Tao tidak sampai termakan mitos dan ketahyulan seperti itu, termasuk membakar lilin2 besar yang lebih banyak negatifnya daripada positifnya.

Apalagi kita tahu, bahwa kebanyakan orang pada zaman dulu berlomba2 membakar lilin besar, tujuannya adalah untuk saling beradu kekayaan di depan umat yang lain, itu sesungguhnya sangat melecehkan Dewa-Dewi.

Untuk “Sembahyang Leluhur” dan “Sembahyang Cit Gwee” (rebutan), jika orang tua masih belum bisa menerima penjelasan dari kita dan tetap ingin mempertahankan tradisi itu, sebagai anak, sepatutnya kita ikut sajalah dulu. Setelah nanti kita yang menjadi orang tua/setelah orang tua kita meninggal, barulah kita bisa merubahnya.

Saat ini kita tidak perlulah ngotot2an atau ribut dengan orang tua sendiri hanya karena masalah seperti itu. Mengenai membakar uang2an pun tidak ada gunanya, hanya pemborosan dan mendorong meningkatnya pengrusakan alam (karena kertas dibuat dari sekian banyak pohon yang ditebang).

Mengenai “Altar Leluhur” di rumah, memang secara psikologis akan lebih baik jika foto mendiang, tidak digantung (dipajang). Karena ketika kita melihat fotonya, tentu sedikit banyak kita akan terus terkenang akan mendiang, dan kemudian merasa sedih sepanjang hari.

Seandainya kita sendiri yang telah meninggal, dan melihat anak cucu kita sepanjang waktu bersedih karena terkenang akan diri kita rerus menerus, tidak mau maju menatap hari esok, bagaimanakah perasaan kita? Apakah kemudian hal ini tidak menjadi beban untuk segera bereinkarnasi (menunda)?

Jika kita bisa Siutao dengan baik, tentunya “Leluhur” kita akan merasa sangat senang juga, karena keturunannya semakin lama menjadi semakin baik, dan tidak sia2lah beliau bisa memiliki keturunan seperti kita2 ini.

Kita sendiri tentu sangat mengharapkan agar anak cucu kita, nantinya bisa menjadi lebih baik, lebih sukses, lebih sejahtera dan lebih bahagia kehidupannya dibandingkan hidup kita saat ini.

Sebar luaskan kitab suci TAO, yang dekat dapat sinar terang, yang jauh juga dapat bimbingan,
yang baca timbul kepercayaan, yang dengar timbul kebudian,
Menuntun umat manusia sadar kembali ke jalan yang benar, supaya semua keluar dari kesesatan!”

Nah tugas kita adalah bagaimana mengikis mitos2 yang sudah tidak sesuai lagi di masa kini, agar generasi penerus kita bisa lebih berpikiran terbuka, logis dan realistis.

Oleh : Nie Tjing Wen
Diambil dan diedit dari arsip diskusi di http://siutao.com
Diskusi antara Tommy Wong, Xianhu, Sanman89, Life, Chang, Tommy Wong999, SHAN MAO, FOX, Sponbob, ZOOM, pada November 2007.
Dengan pengeditan seperlunya.

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

26 thoughts on “Beberapa Kebiasaan dan Mitos Kepercayaan Orang Tionghoa Yang Masih Sering Dilakukan”
  1. Dengan hormat,

    Mohon maaf, mau tanya apakah ada yg tahu atau bisa kasih buku referensi tentang tata cara mengubur abu( hiolo) dan memindahkan tempat altar abu nya? Apakah meja sembahyang tsb bisa dijual atau harusdiberikan kpd orang lain, krn ahli waris tdk mau mengurus lagi karena berbagai alasan. Terima kasih.

  2. Di jawa sampai sekarang masih banyak tradisi seperti geduren slametan sajen bakar meyan menyembelih ayam,
    domba dan sapi serta bakar menyan kalau gak ada menyan pakai dupa.
    Di bali setiap hari kirim sesajen dan bakar dupa. Iru semua udah tradisi.

  3. Walaupun berbeda – beda tapi tetap satu, ya itulah Indonesia.
    Selama ini saya lahir dan hidup di keluarga yang terbilang sangat sangatlah memeluk tradisi dan berusaha keras untuk meneruskannya (mungkin ada sebagian orang yang mengatakan ini adalah pemikiran kolot), tapi ini lah tradisi dan budaya, yang harus dijaga dan dipertahankan. Sungguh salut kepada museum Benteng Heritage Tangerang yang merangkum tradisi dan sejarah mengenai Cina Benteng. kalau bukan kita siapa lagi yang meneruskannya? sebenarya tidak ada kata malu bagi saya, saya tidak sama sekali merasa malu dalam menjalankan dan mempertahankan tradisi dan budaya suku saya sendiri. Persoalan tentang baik/tidak cocok/tidak patut di ikuti/tidak, itu bergantung kepada diri sendiri.. mau/tidak dan percaya/tidak.. bagi yang percaya peluklah erat, bagi yang tidak lepaskan..
    Jika isi tradisi selalu di sisihkan disetiap generasi, apakah masih ada slogan untuk mempertahankan budaya lagi? untuk bangga dengan budayamu sendiri? bangga dengan keanekaragaman?
    semua sama, semua punya pendapat masing – masing, pandangan dan pola pikir masing – masing, konflik itu wajar dan yang penting adalah bagaimana kita menyelesaikannya.

    maaf jika ada perkataan yang kurang berkenan, mohon bimbingannya. thanks

  4. Halo admin,

    di dunia ini masih banyak orang yang suku, adat, tradisi, budaya, kepercayaan yang lebih kuno dan bertakhayul tapi masih dipertahankan, kenapa tradisi tionghoa kita tidak boleh dipertahankan?

    Kemudian, kalau anda menganggap ini takhayul, kuno, mitos dan sebagainya, saya tanya, menurut anda tradisi dari belahan dunia ini yang “Modern” itu yang mana? Dan seperti apa? Emang ada tradisi, adat & agama yang Modern? Tolong beritahu saya? Karena dari sepengetahuan saya, yang namanya tradisi itu sudah pasti “kuno”, yang berasal dari leluhur zaman dulu kala.

    Okay, anda menganggap tradisi tionghoa itu “kuno” & “takhayul”, berarti anggap saja semua yang dari zaman dahulu itu “kuno” dan “takhayul”, okay? semua agama yang dari masa lampau semua itu takhayul , okay? Dan Tuhan itu hanya mitos, setuju? berarti ciptaannya juga mitos dong??? Haha

    Yahh semua orang boleh-lah menilai apapun, anda juga boleh menilai apapun sesuka hati anda, tapi saya hanya ingin meluruskan, Tradisi “kuno” di dunia ini semua-Nya patut dipertahankan, karena tradisi itu adalah WARISAN dari leluhur nenek moyang zaman dahulu kala yang wajib kita HORMATI, itu menunjukan dari mana kita berasal, dan yg terakhir, perkembangan zaman itu terus berjalan dan akan terus berubah, jadi tidak mungkin tradisi yang “kuno” itu bisa mengikuti perkembangan zaman.

    Makasih ..

    1. Hi Pak Robert Tan,

      1. Silahkan saja jika anda bermaksud untuk meneruskan semua kepercayaan tersebut kepada keturunan anda. Semoga mereka (masih) mau menerimanya.

      2. Saya tidak mencantumkan kata modern pada artikel. Apakah Anda bisa membaca dengan benar?

      3. Saya tidak mencantumkan kata “semua” pada artikel. Apakah Anda bisa membaca dengan benar? Anda terlalu banyak mengaitkan dengan hal-hal yang tidak saya tulis diatas, makanya pikiran anda menjadi kebablasan.

      Seharusnya Anda mengerti kenapa generasi muda Tionghoa sekarang BANYAK YANG PINDAH KEPERCAYAAN. Sebagian besar adalah karena mereka diejek oleh teman-temannya karena masih mempercayai hal-hal diatas (dan tentu saja mereka kebingungan karena tidak ada dasar untuk bisa menjelaskan semua hal diatas secara LOGIKA), sementara orang tua mereka juga tidak bisa menjelaskan dengan benar (hanya mengatakan : memang sudah dari sananya ?), dan paling tragis; Kelenteng tempat mereka bersembahyang juga sama payahnya, dengan tidak bisa menjelaskan info yang benar terhadap umatnya.

      Hal ini merupakan celah besar kenapa Agama lain bisa begitu mudahnya merekrut umat dari etnis Tionghoa; karena banyakan orang yang berpikir seperti Anda, terlalu fanatik dan mati di satu titik.

      Semoga bisa dimengerti.

  5. Setuju dengan sdr. Aris lee meskipun sy seorg kristen tp mayoritas keluarga adalah penganut konghucu. Semua kembali ke kepercayaan masing2 tp alangkah bijaknya kalo kt mw mencari tahu latar belakang dari sebuah tradisi dan ajaran sebelum kita mewariskan kpd anak cucu cicit kita nanti ya. Salam damai.

  6. OMG.. Lg haid kok dibilang buang mayat?…
    Lagi haid kok dibilang membuang calon bayi?..
    Bro.. Haid itu membuang sel telur yg tidak dibuahi..
    Sel telur yg tidak dibuahi itu belum memiliki bentuk kehidupan..
    Calon bayi itu namanya embrio.. Yaitu adalah sel telur yang sudah dibuahi.. N buang calon bayi itu namanya aborsi bro bukan haid..

    Haid itu adalah siklus alam yg dialami tubuh wanita dan itu semua diciptakan oleh TUHAN untuk wanita..

    Segala sesuatu yg diciptakan TUHAN itu baik..
    BUDDHA DAN DEWA DEWI tidak melihat manusia dalam bentuk dan keadaan fisik..
    Yang penting niat hati tulus untuk datang ke klenteng atau vihara untuk sembahyang.

    Lalau utk masalah bakar2 kim coa n gin coa dll..
    Dulu saya pernah bertanya kepada seorang suhu.. Mengapa kita membakar kertas2 itu.. Apa diatas sana mereka butuh uang, mobil, pembantu, dll?

    Sang suhu menjawab.. Semua itu berdasarkan kepercayaan masing2.. Karena tidak bukti2 atau catatan2 mengenai tujuan dr hal tersebut…
    Yang jelas Jgn berpikir secara duniawi..
    Semua yg dibakar itu bukanlah artinya kita mentransfer uang ke surga untuk utk mereka..
    Tapi anggaplah semua itu sebagai doa kita untuk mereka..

    Agama Buddha percaya akan adanya reinkarnasi..
    Anggap lah dengan membakar kertas2 tersebut berarti kita berdoa untuk mereka supaya mereka dilahirkan kembali dan diberi rejeki sesuai dengan yg kita bakar..

    Misalnya kita membakar kim coa gin cua.. Rumah2an. Baju. Mobil dsb utuk arwah orang tua kita yg telah meninggal..
    Maka anggaplah itu sebagai doa.. Dimana kita berdoa kepada YANG MAHA KUASA supaya orang tua kita dilahirkan di keluarga yang berkecukupan, yg punya tempat tinggal, punya mobil dsb.

    Menurut saya jawaban suhu tersebut sangat berarti.. Beliau tidak menyalahkan tradisi ataupun memaksakan kita utk percaya akan sesuatu.. Tp anggaplah semua itu sebagai doa..

    AMITHUOFO

  7. Halo semua ,
    dalam penulisan artikel pastilah akan menuai pro dan kontra , apapun itu bahasan nya .
    ada 12 point dan 2 poin contoh ketahayulan lain nya .
    ini bahasan yang sangat menarik menurut saya pribadi .
    jikalau , sdr penulis berkenan mengupas satu persatu dengan loggicable reason seperti 2 point contoh ketahayulan , mungkin dapat di terima dengan baik oleh khalayak umum .
    saya pribadi , mengatakan bahwa pendapat yg di keluarkan oleh teman teman sekalian sangat terkait dengan pola pikir , pola hidup , daya tangkap dan persepsi masing masing .
    saya pribadi melihat tidak ada kesalahan terhadap artikel ini , jika ingin berpandangan luas dan mengkaji dahulu sebelum berargumen . trims kepada penulis dan kawan sekalian menyempatkan waktu membaca komentar dari saya . salam damai buat kita semua .

    1. Halo Susanto Tjen,
      Nantinya tiap poin, atau paling tidak diambil sample sebagian (6 poin) akan dibuat artikel bahasan lebih dalam. Namun keterbatasan penulis dan waktu, mungkin harus menunggu beberapa saat. Diharapkan jika ada pembaca yang tertarik untuk mengulas lebih jauh bisa mengirimkan artikel ke admin tentu lebih baik.

      Salam hangat

  8. Maaf . numpang berpendapat sikit admin , sblumnya saya minta maaf saya sangat tidak menyukai artikel Andaa . menurut saya tradisi itu harus di jaga/pertahankan, tradisi itu harta menurut syaa . Trus anda juga berkata bahwa tradisi kita mesti ada yang di kikiss , waduhhh, jngn klo tradisi kita dikikis semakin ke depannya abiss semua tradisi tionghua .. Sekarang ajaa Tradisi tionghua sudah sangat berkurang apaa lagi dikikiss . Patutnya kita harus mempertahankan Tradisi kita , itu yang benar menurut saya .
    Teruss satu lagi , maaf ya , jika Anda belum begitu mengenal penuh tradisi Tionghua jngn dong berani buat artikel seperti ini , sebaiknya Anda benar benar dalami dulu.

    Mohon maaf
    Terima kasih

    1. Halo sdr Rudi, pertama-tama sebagai “penulis” artikel yang dimaksud mohon maaf karena saya tidak dibayar khusus untuk memuaskan semua orang; sebagai contoh Presiden saja tidak semua orang suka, apalagi saya yang hanya orang biasa ini. Namun kita hargai karena anda sudah mau membaca artikel diatas hingga selesai dan merelakan waktu untuk mengisi kolom komentar dan memberi masukan ini.

      Menurut saya tradisi yang tidak cocok lagi sudah tentu tidak perlu dipertahankan, apalagi tradisi kebiasaan yang tidak jelas asal-usulnya. Toh tradisi kebiasaan juga dibuat orang manusia; masih bisa salah dan berubah mengikuti kebiasaan dan perkembangan lingkungan sekitar. Mungkin pada waktu/zaman itu tradisi kebiasaan tersebut masih relevan, namun belum tentu bisa diterima untuk zaman sekarang.

      Sdr Rudi perlu tahu bahwa berkat tradisi-tradisi kebiasaan yang buruk diataslah yang membuat “agama-agama Tionghoa” terpuruk dimata orang non Tionghoa; bahkan oleh orang etnis Tionghoa sendiri yang menyebabkan mereka pindah keyakinan dengan mengakui bapak orang lain sebagai bapak sendiri ! Itulah yang membuat pihak luar seakan mendapat celah untuk menyerang tradisi dan budaya etnis Tionghoa. Pakailah nalar anda untuk berpikir lebih luas sisi baik dan buruknya. Jika sisi buruknya lebih banyak, apakah harus tetap dipertahankan?

      Lalu numpang tanya, apakah sdr Rudi punya tolak ukur mengenai sejauh mana seseorang mengenal tradisi Tionghoa? Tolong berikan point-point nya; namun sebelum itu, dari pada sdr Rudi hanya “protes”, saya tunggu sdr Rudi untuk berbuat dengan mengirimi artikel ke tionghoa.info. Jangan hanya NATO (No Action Talk Only) saja 🙂

      Demikian info & salam hangat

  9. Betapa malu nya kita karena menyebut sebagai orang tionghoa atau ada beberapa diantara menyebut diri sebagai china yang asli dari Tiongkok atau pun Taiwan tetapi menolak budayanya sendiri

  10. SALAM SESIONG,
    TERIMA KASIH, MOHON PETUNJUK KALAU SAYA KURANG PENGERTIAN DALAM AJARAN BUDDHA DAN TAO,

    FULISEFOO….

  11. FULISEFOOO…… Para sesiong yg terhormat kalo boleh saya ikut nimbrung bicara, kita semuanya sama dari congkok yaitu aliran TAO dan FOO.
    aliran TAO ajakan kita ingat LELUHUR jadi kita sembahyang pake hio besar lilin besar kim coa yg banyak ini tdk heran (sesuai kemampuan masing2)
    aliran FOO ajarkan kita ingat HUKUM KARMA selalu ingat banyak berbuat baik.
    Jadi kalo boleh tradisi TIONGHUA kita janganlah di hilangkan Lantaran dgn alasan zaman berubah atau agama lain lebih simpel dari kita dan tidak repot….. Malahan kita tunjukan kepada semua orang tradisi kita dari dulu sampai sekarang tetap sama dan seterusnya. Kita jangan lihat orang lain tetapi kita harus lihat diri kita sendiri apa yg masih kurang aliran TAO kita ini yg sudah turun temurun dari congkok, kalo bisa kita belajar lagi ke congkok WU TANG SAN atau riwayat LAOZE…
    para sesiong mohon maaf kalo saya lancang bicara

    FULISEFOO……..

  12. bagi saya semua itu tahayul/ mitos
    Untuk reinkarnasi saya ragu2
    TETAPI,,,
    Mitos/ tahayul itu tetap saya jalankan.
    Bakar hio, bakar kim coa
    Karena SAYA ADALAH TIONGHOA DAN SAYA MENCINTAI TRADISI/ BUDAYA TIONGHOA !
    Walaupun saya TIDAK mempercayai agama apapun
    I AM TIONGHOA AND I PROUD TO BE ONE

  13. Tradisi/Budaya tetap dipertahankan karena ini adalah Aset/Harta tak Ternilai milik bangsa Tiongkok/Tionghoa,dan mungkin perlu juga dikaji lagi disesuaikan dengan perkembangan jaman,tentu saja disertai dengan Logika yg bisa diterima oleh Masyarakat Tionghoa kita,perbedaan pandangan adalah lumrah itu tidaklah menjadikan kita bertentangan, karena berbeda pendapat dan pandangan adalah ” bunga-bunga kehidupan ” salam kompak dari Padang

  14. Betul. Saat ini memang sangat banyak tradisi dan budaya tionghoa yang sudah tidak cocok lagi di zaman ini. Perkenankan admin Tionghoa saya mau menambahkan sedikit soal penggunaan kertas kimcoa.

    Konon pada zaman dahulu, sewaktu keluarga dari yang meninggal ikut ke pemakaman di gunung-gunung, biasanya mereka akan sangat sedih dan menangis. Tidak jarang dari mereka yang akhirnya ketinggalan rombongan pemikul peti jenasah yang jalannya memang harus cepat (mengingat waktu yang baik dalam pemakaman atau keburu sore). Akhirnya lama kelamaan muncul pemikiran dari para imam Tao pada waktu itu untuk melempar kertas-kertas (kimcoa) sebagai tanda/penunjuk jalan, agar keluarga dari yang meninggal tidak hilang jalan dan tetap dapat ikut sampai ke lokasi pemakaman.

    Taambahan juga soal kenapa wanita haid tidak bisa ke kelenteng, karena pada zaman dahulu belum ada pembalut wanita, jadi para imam Tao pada waktu itu mengeluarkan aturan bahwa wanita haid dilarang ke kelenteng karena takut darahnya akan menetes di ruangan sembahyang, dan tentu itu bukan suatu yang baik apabila dilihat banyak orang yang kebetulan juga lagi sembahyang. Imam Tao juga sudah tentu akan sedikit repot jika harus mengurusi wanita yang sedang haid itu, karena imam Tao rata-rata adalah lelaki. Shen Xian sudah tentu tidak ada soal, karena wanita haid itu adalah alamiah/ce ran. Zaman sekarang semua serba maju, pembalut tersedia sampai di warung-warung. Tentu sudah bukan masalah lagi wanita yang sedang haid untuk bersembahyang. Bukan karena alasan karena kotor lah, Dewa/i tidak berkenan lah, dsb. Dewa/i sangat mulia, apa masih mempermasalahkan haid yang dialami kaum wanita; dimana itu memang sudah menjadi siklus alamiah/tidak bisa tidak?

    Kira-kira demikian, semoga bermanfaat.

  15. Menurut saya mungkin anda seharusnya mempelajari tentang budaya Thiong Hua lebih mendalam dulu. Saya telah 23 tahun mempelajari budaya thiong hua dam sampai sekarang saya masih mempelajari lebih dalam lagi, untuk semua ini saya tidak bisa memaksakan apa yang saya tau kepada anda, tapi artikel ini bener” jauh berbeda dengan semua yang pernah saya pelajari dan sangat bertolak belakang dengan budaya thiong hua.

    1. Oke terima kasih sdr Steven Surya, Kami mengerti maksud baik anda.

      Wanita mengalami haid merupakan sesuatu yang alamiah. Shen Xian pasti tahu dan sangat mengerti hal ini. Jika Shen Xian menolak ini berarti Beliau menolak kealamiahan itu sendiri, jika demikian Shen Xian tersebut apanya yang agung?

      Tradisi merupakan sesuatu yang diwariskan oleh generasi sebelum kita. Dan apa yang kita jalankan/lakukan sekarang kelak akan menjadi tradisi bagi generasi muda kita. Apakah kita akan mewariskan tradisi yang aman, bermanfaat dan bermakna bagi generasi muda kita atau kita akan mewariskan tradisi yang berdasarkan konsep yang tidak baik? Semua kembali pada diri kita masing-masing.

      Artikel ini dibuat untuk membuka pikiran generasi muda, agar mereka berani berpikir, bertanya, dan merombak semua ketakhayulan dan tradisi yang tidak baik demi kebaikan generasi berikutnya.

      Demikian info
      Salam hangat

  16. maaf, saya tidak setuju banget dengan artikel ini, anda sama sekali tidak memahami arti sebenarnya tradisi tradisi tersebut, wanita haid tidak boleh mengunjungi atau pun bersembahyang d kelenteng, di karenakan wanita yg sedang haid itu menbuang sel telur yg merupakan calon bayi yg tidak di buahin sperma, jadi sama aja klo itu membawa mayat sewaktu sembahyang. org yg sedang berduka cita bukanlah sama sekali tidak boleh mengunjungi kelenteng, tetapi ada kelenteng yg tertentu yg tdk boleg, pada umumnya kelenteng dibagi 2 yaitu kelenteng yang dan kelenteng yin. untuk adu gede” hio atau pun lilin, itu tdk berarti memamerkan kekayaan tetapi menyimbolkan suatu kelenteng yg bnr” ramai di kunjungi dan yayasan memiliki kemamuan penyelesaian masalah yg baik. pembakaran kertas di lakukan org thiong hua karena, mereka percaya bahwa ad kehidupab lain selain kehidupan ini.

    1. Sdr Steven Surya,

      Kami rasa penjelasan diatas tentang wanita haid dilarang ke kelenteng cukup jelas. Kami membuat artikel ini, dengan maksud mengikis segala macam ketahayulan yang berkembang dimasyarakat. Jangan membuat segala sesuatu menjadi sulit, inilah yang membuat tradisi dan budaya Tionghoa makin ditinggalkan, termasuk berpaling ke agama lain yang relatif lebih simple.

      Kami tidak mengenal istilah adanya kelenteng Yang dan kelenteng Yin. Mungkin itu hanya istilah yang dibuat segelintir orang, dimana mungkin bisa jadi hanya sebuah karangan belaka, atau ada motif dari agama lain yang ingin mencari keuntungan dari kelenteng tersebut.

      Mengenai pemasangan lilin besar di kelenteng, tentu tidak masalah, apabila pengurus atau umatnya mampu, karena itu duit/uangnya mereka. Tapi apakah hanya itu yang bisa dilakukan oleh mereka untuk menunjukkan tanda bakti kepada shen/xian di kelenteng? Apakah tidak lebih baik, lilin besarnya dikurangi, dan uangnya disumbangkan ke orang yang lebih membutuhkan?

      Ada kehidupan lain selain kehidupan nyata di dunia ini, betul. Tapi di alam sana, tidak lagi seperti alam kita (dunia), yang masih butuh mobil-mobilan, emas, uang, harta, rumah, pembantu, dsb. Jadi, seandainya pun, masih mau membakar kertas/ling wu, paling hanya sebatas meramaikan/menyemarakkan, dan tidak berlebihan. Ingat, mereka di alam sana, juga tidak kekal, karena akan segera bereinkarnasi kembali menjadi manusia apabila masih ada utang/piutang yang harus diselesaikan.

      Demikian yang dapat kami jelaskan.
      Terima kasih

      1. numpang urun sedikit,
        *Apakah tidak lebih baik, lilin besarnya dikurangi, dan uangnya disumbangkan ke orang yang lebih membutuhkan?
        wah.. nasihat tingkat dewa, sudahkah anda melakukannya? (contoh sederhananya, jual mobil atau motormu (apalagi kalau mewah), beli beras lalu bagikan, bagaimana?
        Masalah itu bukan kebudayaan atau Kepercayaan pak, tapi usaha si manusia mencapai kenikmatan hidup menurut caranya. (jangan sinis ah..)
        *mereka di alam sana, juga tidak kekal.
        -Aneh juga , darimana anda tau kalau mereka disana tidak membutuhkan? kalau soal kekal tidaknya, kita didunia juga tidak kekal, tapi kalau dapat kiriman mobil dari saudara atau anak anak kita , happy donk!
        maaf ya kalau susunan kata kata saya menyinggung perasaan. Thanks

Leave a Reply to rudi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?