Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan

Di masa orde baru, untuk mempercepat proses asimilasi (pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli), pemerintah mewajibkan seluruh warga etnis Tionghoa untuk meng-indonesiakan atau meromanisasi namanya.

Salah satu pencetus dari ide ini adalah Kristoforus Sindhunata yang justru merupakan orang Tionghoa sendiri.

Tapi selain itu, dalam tradisi dan budaya Tionghoa, memang terdapat alasan mengganti nama dan marga karena faktor tertentu, seperti yang berhubungan dengan nasib, peruntungan, atau kesehatan menurut perhitungan Fengshui/Gwa mia (算命; Suen Ming).

Salah satunya seperti yang dialami salah satu Artis tanah air yang beretnis Tionghoa. Konon artis ini “rela” membuang marga Tionghoa nya dengan alasan tidak cocok dengan nama pasangan nya. Sejak pernikahannya, dia sering sakit-sakitan dan sempat mengalami keguguran beberapa kali.

Sebenarnya tidak ada masalah jika seseorang mau menanggalkan atau mengganti marga leluhurnya, karena itu adalah hak dari setiap orang.

Apalagi untuk seorang perempuan, dimana tidak memiliki kewajiban untuk meneruskan marga keluarga, karena dimana pada akhirnya dia (beserta anaknya apabila sudah menikah)  harus mengikuti marga dari sang suami sebagai kepala keluarga.

Tetapi apabila alasan yang dikemukakan adalah soal nama Indonesia (romanisasi) yang tidak cocok (ciong), itu jelas tidak masuk akal. Tidak ada perhitungan perbandingan Fengshui untuk penamaan Indonesia dengan Indonesia; atau nama Indonesia dengan nama Chinese (karakter Hanzi).

Perhitungan Fengshui didasarkan dari sesama nama Tionghoa (karakter Hanzi) ; antara lain bisa dilihat dari bentuk hurufnya, dihitung jumlah goresannya, lalu dipadukan dengan perhitungan Bazi (八字; waktu kelahiran), unsur elemen si pemilik nama, dan lain sebagainya untuk kemudian dibandingkan dengan nama pasangan.

Harusnya perlu dicermati lebih dalam lagi, apa ada masalah lain dibalik memburuknya kesehatan sang artis, seperti kurang menjaga diri karena kelelahan bekerja dan sebagainya. Jika memang benar karena masalah nama, harusnya efek/dampaknya sudah terjadi sejak kecil.

Tidak mungkin nanti sampai menjadi seorang penyanyi/artis yang sudah sukses; dimana memerlukan fisik yang bagus untuk penampilan. Atau bisa jadi masalahnya terletak pada pasangan ini yang ternyata tidak cocok dari segi unsur Bazi nya.

Semoga hal ini tidak dilihat sebagian masyarakat sebagai bentuk ketidak-sukaan pasangannya atas MARGA TIONGHOA yang selama ini melekat disandang sang artis, sehingga berusaha meng-indonesiakan namanya seperti yang “dianjurkan” oleh Kristoforus Sindhunata.

marga chen
Salah satu marga Tionghoa “Chen” atau dalam dialek Hokkian dibaca “Tan”.

Sebagai info, bagi sebagian besar masyarakat Tionghoa yang mementingkan kesinambungan nama keluarga (marga) dan kebudayaan Tionghoa di Indonesia, Kristoforus Sindhunata dianggap sebagai seorang penghianat leluhurnya.

Setidaknya, ia dianggap sesat karena kebodohan. Banyak keluarga Tionghoa yang tetap memakai marga mereka di kalangan Tionghoa dan hanya memakai nama Indonesia ketika harus berkomunikasi dengan kalangan lain.

Ada juga yang bahkan mengganti namanya kembali ke marga Tionghoa setelah era Reformasi karena merasa nama nya menjadi aneh ketika di-Indonesiakan.

 

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?