Last Updated on 25 June 2023 by Herman Tan

Kerusuhan 13-15 Mei 1998 di Jakarta berlangsung mengikuti tahapan-tahapan; kerusuhan dimulai dengan adanya aktivitas provokasi dan perusakan, kemudian diikuti penjarahan, dan diikuti dengan pembakaran.

Pola kerusuhan dibeberapa wilayah juga berbeda-beda, ada wilayah tidak dijarah tapi dirusak dan kemudian dibakar, atau ada juga wilayah lain yang dirusak dan dijarah tapi tidak dibakar.

Kerusuhan 13-15 Mei 1998 yang di data oleh Tim gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan ditemukan 9 tahap yang saling terkait satu sama lain :

massa menjarah toko mei 1998
Tampak massa yang sedang menjarah sebuah swalayan

Baca juga : Kerusuhan Mei 1998, Harga Yang Harus Dibayar Oleh Etnis Tionghoa

1. Tahap pertama, pra perusakan, mencakup usaha untuk melakukan perusakan dengan yel-yel, perusakan kecil, maupun pembakaran ban.

2. Tahap kedua, perusakan dilakukan dengan menghancurkan kendaraan sepeda motor dan mobil, bangunan-bangunan seperti toko, kompleks pertokoan, apartemen, serta bangunan lainnya.

3. Tahap ketiga, penjarahan yang dilakukan atas barang-barang di dalam pertokoan, dan hasil jarahannya dibawa pulang, dijual di tengah jalan, atau dibakar di jalan.

4. Tahap keempat, pembakaran atas motor, mobil, serta bangunan dengan menggunakan bahan yang mudah terbakar seperti bom Molotov.

5. Tahap kelima, penganiayaan secara massa ditujukan pada pemilik toko, bangunan,atau kendaraan bermotor, terkena pada semua orang termasuk keturunan Tionghoa.

6. Tahap keenam, pembunuhan yang dilakukan setelah penganiayaan dengan dibakar di dalam gedung atau mobil, serta pembunuhan yang terjadi akibat penembakan oleh aparat keamanan.

7. Tahap ketujuh, terror yang disebarkan melalui selebaran, telepon, atau secara lisan.

8. Tahap kedelapan, berupa pemerasan sebelum perusakan atau pada saat akan mengarah ke lokasi bertujuan untuk mendapatkan imbalan untuk mengamankan dari tindak perusakan.

9. Tahap kesembilan, perkosaan yang disertai dengan penganiayaan dan pembunuhan.

Baca juga : Peristiwa Mei 1998 di Jakarta : Titik Terendah Sejarah Etnis Tionghoa di Indonesia

Selama kerusuhan berlangsung, hampir tidak ada aparat keamanan yang terlihat melakukan tindakan pengamanan atau memberikan perlindungan yang memadai atau mencegah terjadinya perusakan, penjarahan, dan pembakaran.

Temuan TGPF menyebutkan bahwa di beberapa tempat sama sekali tidak ada aparat keamanan yang berjaga. Polisi dan pasukan huru-hara Kodam Jaya tiba di tempat setelah kerusuhan berlangsung, malah ada tempat-tempat dimana penjarahan berlangsung, dan aparat keamanan terlihat hanya berdiam diri.

Para pelaku kerusuhan 13-15 Mei 1998 terbagi atas massa dan provokator. Massa adalah orang-orang yang berkumpul ditengah jalan, dilokasi keramaian, dan tempat-tempat strategis.

Kebanyakan mereka terdiri dari penduduk setempat dengan status ekonomi sosial yang lebih rendah dibanding sasaran-sasaran kerusuhan, dengan jenjang usia dari anak-anak, remaja, pemuda, dan dewasa.

Pada awalnya berperan pasif, namun setelah ada provokasi berperan aktif melakukan perusakan, penjarahan, dan pembakaran. Dalam kategori pelaku massa ini, mereka yang berperan aktif adalah anak-anak remaja serta pelajar menengah atas (SMA) yang melakukan perusakan tanpa dibantu peralatan.

kerusuhan mei 1998 jakarta
Tampak segerombolan massa yang akan menggulingkan sebuah mobil Mitsubishi

Baca jugaSiapakah Provokator dan Rekayasa Peristiwa Mei 1998?

Pelaku provokator umumnya terdiri dari 3-10 orang dan pada beberapa tempat kerusuhan merupakan kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya. Para pelaku jenis ini datang dan bercampur dengan kerumuman massa, atau datang dan membentuk kerumuman massa, atau tiba ditempat kerusuhan secara berkelompok.

Umumnya pelaku jenis provokator ini bukan dan tidak dikenal penduduk setempat. Mereka tiba di wilayah kerusuhan menggunakan kendaraan, termasuk mobil pick-up, kopaja, metromini, dan motor.

Secara fisik pelaku jenis ini Nampak berotot dan gerakannya amat terlatih dalam melakukan pembakaran, seperti pembakaran motor dengan bensin dengan terlebih dahulu melepas selang bensin, serta terlatih dalam merusak dan menghancurkan barang atau gedung.

Pada sebagian lokasi, pelaku provokator ini membawa kotak botol berisi batu, ada yang membawa cairan yang mudah terbakar yang dibawa dalam kantong plastic atau tas punggung. Tim Relawan untuk Kemanusiaan mencatat apa yang dikemukakan oleh korban kerusuhan dan saksi mata.

Menurut mereka, pelaku provokator ini terdiri dari kelompok pemuda yang berpenampilan beraneka macam; ada kelompok pemuda berpakaian pelajar SMA atau pakaian mahasiswa, ada kelompok remaja yang berpakaian lusuh dan berwajah sangar, ada yang berbadan kekar, berambut cepak/pendek ala militer, dan memakai sepatu lars tentara, dan bertato.

Korban Manusia

Dalam laporan aktif TGPF memang tidak disebutkan berapa banyak korban orang keturunan Tionghoa yang tewas atau luka-luka dalam Kerusuhan 13-15 Mei 1998 tersebut. Bahkan dalam menentukan angka akhir berapa banyak jumlah korban, TGPF pun mengalami kesulitan dan menemukan variasi jumlah korban, baik meninggal dunia dan yang luka-luka.

Lampiran : Foto korban yang hangus terbakar pada peristiwa Mei 1998 (indonesia.tripcanvas.co)

Data-data korban yang diajukan tim TGPF adalah sebagai berikut :

♦ Data Tim Relawan, 1.190 orang meninggal dunia akibat terbakar atau dibakar, 27 orang akibat senjata dan lainnya, 91 orang luka-luka.
♦ Data dari Polda menyebutkan 451 orang meninggal dunia, dan tidak tercatat korban luka-luka.
♦ Data dari Pemda DKI Jakarta yang menyebutkan 288 orang meninggal dunia, 101 luka-luka.

Baca juga : Korban Mei 1998 : Mengapa Harus Perempuan Tionghoa?

Untuk kota-kota lain, seperti Solo, Palembang, Lampung, Surabaya dan Medan, data Kepolisian RI menyebutkan ada sebanyak 30 orang meninggal dunia, luka-luka 131 orang, dan 27 orang luka bakar.

Sedangkan data Tim Relawan untuk kota-kota ini tercaat sebanyak 33 orang meninggal dan 74 orang luka-luka. Semua data diatas tidak merinci seberapa banyak orang keturunan Tionghoa yang menjadi korban dari seluruh rangkaian kerusuhan 13-15 Mei 1998.

Di depan Kongres AS, Romo Sandiawan menyebutkan bahwa Tim Relawan untuk Kemanusiaan yang dipimpinnya mendata korban kerusuhan Mei 1998 di Jakarta sampai dengan tanggal 9 Juni 1998, mencatat 2.244 orang korban meninggal yang sebagian besar karena terbakar, 91 orang luka-luka, dan 31 orang hilang.

Angka-angka hasil temuan Tim Relawan untuk Kemanusiaan ini, juga tidak menunjukkan berapa banyak orang keturunan Tionghoa yang menjadi korban pada kerusuhan ini.

Berikut variasi data-data korban yang diajukan TGPF, Tim Relawan, Pemda DKI Jakarta, Kodam Jaya, Dinas Kebakaran DKI Jakarta, dan Polda Metro Jaya :

Sumber Laporan → Meninggal → Luka-Luka

• Tim Relawan (1) : 1217 orang meninggal, 91 luka-luka
• Tim Relawan (2) : 2244 orang meninggal, 91 luka-luka
• Pemda DKI Jakarta : 288 orang meninggal, 101 luka-luka

• Kodam Jaya : 463 orang meninggal, 69 luka-luka
• Dinas Kebakaran DKI Jakarta : 499 orang meninggal
• Polda Metro Jaya : 451 orang meninggal

1. Berdasarkan dokumentasi awal No.1 Pola kerusuhan di Jakarta dan sekitarnya tanggal 9 Juni 1998, revisi atas  dokumentasi awal tanggal 22 Mei 1998
2. Jumlah korban meninggal yang disampaikan Romo Sandiawan Sumardi SJ dalam testimoni di Kongres AS pertengahan 1998

Laporan Akhir TGPF menyebutkan bahwa korban-korban kerusuhan 13-15 Mei 1998 secara umum terdiri dari berbagai macam golongan etnis dan lapisan sosial.

Selain itu, korban meninggal dalam kerusuhan yang terjadi di Jakarta dan Tangerang sulit diidentifikasi, apakah kematian korban yang terbakar ini disebabkan oleh hal lain seperti penganiayaan, benturan keras, atau tembakan.

Kesulitan bertambah karena sebagian besar kondisi mayat yang dikirim ke Kamar Jenasah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sudah rusak dan tidak utuh.

Berdasarkan Tabel diatas, menarik untuk disimak bahwa angka korban meninggal dalam Kerusuhan 13-15 1998 terdapat perbedaan yang mencolok antara data-data yang ditemukan Tim Relawan untuk Kemanusiaan dengan instansi pemerintah dan militer.

Sepintas menunjukan bahwa ternyata instansi pemerintah dan militer tidak begitu peduli untuk mendata orang yang meninggal dalam kerusuhan ini. Sedangkan data korban meninggal yang dikumpulkan Tim Relawan ini mengalami peningkatan hampir lebih 85% dalam kurun waktu 9 Juni – 28 Juli 1998.

Sedangkan dibanding dengan data-data dari instansi pemerintah dan militer terdapat selisih jumlah korban meninggal yang sangat jauh dari temuan yang disampaikan Tim Relawan untuk Kemanusiaan.

Baca juga referensi Artikel di Kaskus : http://bit.ly/1Xciewr

Beragamnya data korban Kerusuhan 13-15 Mei 1998 menyebabkan sulit untuk mencari pangkal awal pencetus kerusuhan, serta apakah kerusuhan ini memang ditujukan kepada orang-orang keturunan Tionghoa.

Bahkan media massa lokal juga tidak bisa memberikan data akurat tentang jumlah korban kerusuhan di wilayah Jakarta dan sekitarnya serta lebih memberikan perhatian pada dampak politik yang ditimbulkan akibat kerusuhan ini.

Belum lagi persoalan perbedaan metodologi penelitian, serta fokus perhatian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pendataan korban Kerusuhan 13-15 Mei 1998.

Inilah 5 Korban Pada Peristiwa Mei 1998

Tampak tank ABRI yang berjalan diantara gedung-gedung yang hangus terbakar

Baca juga : Kapan ‘Kecinaan’ Akan Berhenti?

Tim Relawan untuk Kemanusiaan memberikan perhatian pada pola kerusuhan dan perusakan, serta mempermasalahkan adanya ciri-ciri yang sistematis dan kejanggalan modus operansi yang terjadi dalam peristiwa ini.

Tim Relawan menemukan adanya peran komandan yang memberikan perintah dan mengatur massa dalam perusakan, penjarahan, dan pembakaran berantai di wilayah-wilayah yang berdekatan seperti Depok, Tanah Abang, dan Tangerang.

Tim Relawan berkesimpulan bahwa dengan adanya peran komandan dalam kerusuhan memberikan isyarat bahwa tindakan perusakan, penjarahan, dan pembakaran bukanlah tindakan spontan dari massa dan warga setempat, tetapi merupakan langkah dan cara yang sistematis dan terorganisasi.

Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk pemerintah berpendirian bahwa yang disebut sebagai korban dalam kerusuhan ini hanya terpusat pada korban akibat penyerangan seksual, termasuk perkosaan.

Menurut TGPF, yang dimaksud sebagai korban dalam Kerusuhan 13-15 Mei 1998 tidak hanya pada korban perkosaan, tapi ada 5 jenis korban lainnnya yang terdiri dari :

1. Korban fisik, dengan batasan pengertian menderita kerugian bangunan seperti toko, swalayan, dan rumah yang dijarah, dirusak, dan dibakar 0leh massa. Kategori golongan korban ini adalah orang-orang keturunan Tionghoa, pribumi, dan Arab. Dalam kategori ini, etnis Tionghoa lah yang paling banyak mengalami kerugian.

2. Korban jiwa, yakni orang-orang yang meninggal pada saat kerusuhan 13-15 Mei 1998. Dalam kategori korban ini, ada opini yang muncul seakan-akan mereka menjadi korban karena kesalahannya sendiri.

Pihak TGPF menekankan perlunya ada pelurusan opini semua pihak bahwa korban dalam kerusuhan Mei 1998 tidak bersifat tunggal, tetapi bervariasi dan terdapat korban fisik (luka-luka), korban perkosaan dan korban jiwa.

3. Korban harta, dengan mencakup pemahaman adanya orang-orang yang menderita  akibat dirusak dan dijarahnya harta benda mereka dalam kerusuhan Mei 1998. Korban dalam kategori ini mencakup pengertian harta benda, yang berupa mobil, motor, rumah, toko,dan barang-barang perdagangan.

4. Korban penyerangan seksual, mencakup orang-orang yang menderita secara fisik dan psikis akibat pelecehan seksual dan perkosaan di depan suami, anak dan keluarganya.

5. Korban kehilangan pekerjaan¹, dalam pengertian orang-orang akibat kerusuhan Mei 1998 dalam jumlah yang tidak terhitung kehilangan pekerjaan karena gedung atau toko tempat kerjanya dirusak, dijarah, dan dibakar massa.

Walaupun terdapat kategorisasi korban oleh TGPF, tetap masih belum jelas mengenai seberapa besar korban jiwa yang diderita orang-orang keturunan Tionghoa.

Tim bentukan pemerintah ini dalam laporan akhirnya mengajukan daftar rekomendasi yang mencakup 60 isu yang harus dihubungi untuk diverifikasi. Hasil verifikasi TGPF juga tidak menyebutkan jumlah korban etnis Tionghoa yang tewas dalam kerusuhan Mei 1998, tapi lebih terfokus pada korban perkosaan dan pelecehan seksual.

Media asing mungkin lebih jelas menggambarkan korban yang tewas dari etnis Tionghoa pada kerusuhan yang terjadi di Jakarta ini.

Harian Houston Chronicle pada 16 Mei 1998 misalnya, melaporkan pada puncak terjadinya kerusuhan hari Kamis tanggal 14 Mei 1998, massa yang marah membakar dan menjarah ratusan toko, bank, restoran, rumah dan mobil milik etnis Tionghoa. Dilaporkan, lebih dari selusin etnis Tionghoa terbunuh karena terjebak dalam bangunan-bangunan yang terbakar.

peristiwa mei 1998
Tampak Bank BCA yang terbakar, bisa saja terdapat korban di dalamnya?

Baca juga : Mengapa Pemukiman Mereka Dijarah? Kajian Historis Pemukiman Etnis Tionghoa di Indonesia (Bagian I)

Harian lain menyebutkan setidaknya ada 11 orang etnis Tionghoa yang terbakar sampai mati, dan jumlah korban etnis Tionghoa ini bisa lebih banyak.

Sebuah harian Inggris, The Daily Telegraph dalam laporannya pada awal kerusuhan menyebutkan ada sebanyak 10 orang yang meninggal dalam kerusuhan yang terus memuncak di Jakarta; dan 9 diantaranya adalah etnis Tionghoa yang tewas terbakar setelah massa perusuh dan penjarah membakar ruko mereka.

Catatan :

1. Data bersumber dari “15.000 pekerja nganggur akibat kerusuhan” – Bisnis Indonesia (20 Mei 1998); “100.000 kehilangan pekerjaan akibat kerusuhan” – Bisnis Indonesia (22 Mei 1998); “81.000 pekerja nganggur akibat kerusuhan” – Suara Pembaruan (20 Mei 1998); “ribuan karyawan toko menganggur” – Kompas (21 Mei 1998).

2. Foto-foto lain dari korban peristiwa Mei 1998 ini dapat Anda lihat sendiri di Google search engine.

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

4 thoughts on “Siapakah Provokator dan Rekayasa Peristiwa Mei 1998?”
  1. Sama Hwana/ Fan Gui harus jaga jarak, mereka tidak berprasaan layaknya hewan liar. Ketika kamu lengah maka kamu akan di terkam.

  2. Dagangan gw habis dijarah untung nyawa selaamt…thn 98 itu kuliah di Ukrida stop tak ada biaya lagi dan terpaksa gw dgn mama brkt ke Taiwan jadi TKi selama 3 thn

  3. Mending buat tenglang mulai sekarang beri diskon harga kalau buka toko bagi warga tenglang dan kasih 20%/30% harga lebih buat hwana aja ngapain baik sama mereka toh kita tetap diinjak injak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?