Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan

Zheng He (鄭和), hidup pada tahun 1371-1433, memiliki marga asli Ma, bernama He, nama masa kecil Sanbao, juga disebut Sanbao, berasal dari Kunyang, Yunnan. Ia adalah seorang pelaut, diplomat dan kasim Dinasti Ming. Masa hidup kasim Muslim Zheng He adalah masa kebijaksanaan ekspansi maritim (Kaisar) Chengzhu dari Dinasti Ming.

Kebangsaan : Ming
Kaisar : Chengzhu
Keturunan : Semu ren (色目人), Hui

Kepercayaan : Islam, Buddha, Tao
Nama Asli : Ma He (disebut juga Ma Sanbao)
Nama Lain : Hajji Mahmud Shamsuddin (Bahasa Persia), Sonam Tashi (Bahasa Tibet)

Nama Yang Dikenal Umum : Kasim Sanbao
Nama Agama Buddha : Fu Jixiang
Lahir : 1371

Meninggal : 1433 (usia 63)
Makam : Nanjing

A. Riwayat Hidup Zhang He (Cheng Ho)

Zheng He (di Indonesia lebih dikenal dengan nama Cheng Ho) adalah orang Suku Hui. Nama Persianya adalah Haji Mahmud Shamsuddin, leluhurnya 6 generasi yang lalu adalah Sayyid Ajjal Shams al-Din Omar al-Bukhari, seorang aristokrat dari Asia Tengah yang datang pada awal Dinasti Yuan.

Ia adalah keturunan raja Bukhara, dan pernah menjabat sebagai Xingfu Pingzhang (pejabat setingkat gubernur) Propinsi Yunnan. Setelah meninggal, beliau kemudian diberi gelar Raja Xianyang oleh Khubilai Khan. Saat Genghis Khan menyerbu ke barat, ia menyambutnya dengan memimpin seribu pasukan berkuda.

Leluhur ke-36 Sayyid Ajjal adalah nabi pendiri Islam, Muhammad. Kakek dari pihak ayah Zheng He, Bayan, pada tahun ke 11 Dade Dinasti Yuan (1307 M) menjabat sebagai Zhongshu Pingzhang, nenek buyutnya aslinya bermarga Ma.

Kakek dari pihak ayah Zheng He adalah seorang haji, sedangkan nenek dari pihak ayah berasal dari Keluarga Wen. Nama asli ayah Zheng He adalah Milijin, nama Hannya adalah Haji Ma (Marga Ma adalah transliterasi nama Arab Muhammad dalam Bahasa China). Ia mewarisi gelar Dianyang Hou, ibunya aslinya bermarga Wen.

Klannya menyebut keluarga mereka Keluarga Xianyang.

Zheng He dilahirkan di tahun ke-4 kekaisaran Hongwu Dinasti Ming (1371 M), ia adalah anak kedua dari Haji Ma.

rute pelayaran zhang he
Rute Pelayaran laksamana Cheng Ho (Zheng He)

B. Kepercayaan Zhang He (Cheng Ho)

Ma He adalah seorang Hui, tapi juga mempercayai Agama Buddha.

Ahli Sejarah Ming (Ming Shi) Tuan Wu Han menjelaskan bahwa karena di banyak negara di Asia Tenggara agama Islam dan Buddha merupakan kepercayaan utama, pemerintah dinasti Ming memilih seorang Muslim, supaya dapat ‘mengurangi kesalahpahaman dan melakukan tugas dengan baik‘.

Selain itu, dalam rombongan yang pergi ke Lautan Hindia, terdapat para penganut Islam, yaitu Ma Huan (penulis buku Yingya Shenglan tentang perjalanan Zheng He), Guo Chongli, ulama Masjid Agung Xian, Hasan, keturunan Pu Shougeng (pedagang Arab yang menetap di Quanzhou pada akhir Dinasti Song) dari Quanzhou, Pu Rihe, imam masjid Quanzhou, cucu Xia Bulu Han, Xia Wennan, dan lainnya.

Sebagai diplomat Zheng He mengambil kebijaksanaan untuk bersikap toleran dan hormat pada agama-agama lain.

♦ Islam

Zheng He berasal dari keluarga aristokrat Muslim, kakek dari pihak ayah dan ayahnya adalah haji dan pernah berziarah ke Mekah. Zheng He pernah berdoa di makam orang suci Muslim di Lingshan, Quanzhou, dan pernah berdoa di masjid Jiuri Shan di Quanzhou. Pada tahun ke 11 Yongle (1413 M), Zheng He merenovasi Masjid Xian.

♦ Buddha

Zheng He adalah murid Biksu Daoyan dan menyebut dirinya sendiri sebagai Kasim Zheng He; Pengikut Ajaran Buddha Dari Negara Ming Agung bernama agama Sunan Zhasi (速南吒释) dan Fu Jixiang” dan sebagainya. Dalam perjalanannya di Lautan Hindia, setiap kali tiba di negara Buddhis, ia selalu memberikan sumbangan pada kuil2 Buddha.

♦ Taoisme

Karena para pelaut kebanyakan percaya pada Taoisme dan kepercayaan populer China, mereka sangat percaya pada dewi laut Mazu. Zheng He sering menyumbang kuil-kuil Mazu dan mendirikan kuil.

klenteng sampokong
Kuil Laksamana Zheng He (Cheng Ho) bernama Klenteng Sam Poo Kong, yang terletak di kota Semarang, Indonesia

C. Kedatangan Laksamana Zheng He di Indonesia

Menurut cerita, sewaktu Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati laut Jawa, ada seorang awak kapalnya yang sakit. Karena itu ia memerintahkan untuk membuang sauh dengan menyusuri sebuah sungai yang sekarang dikenal dengan sungai Kaligarang.

Akhirnya Ia mendarat disebuah desa bernama Simongan dan memutuskan untuk menetap sementara waktu ditempat tersebut; sedangkan awak kapalnya yang sakit, dirawat dan diberi obat dari ramuan dedaunan yang ada disekitar tempat itu.

Setelah sampai didaratan, ia menemukan sebuah gua batu dan dipergunakan sebagai tempat untuk bersemedi dan bersembahyang. Lambat laun, akhirnya dia memutuskan untuk mendirikan sebuah masjid di tepi pantai tersebut, yang sekarang telah berubah fungsi menjadi sebuah kelenteng.

Kelenteng tersebut bernama Sam Po Kong (Gedung Batu) adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho.

Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi “marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur’an”.

Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Orang Indonesia keturunan China menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng, mengingat bentuknya yang ber arsitektur China, sehingga jika dilihat mirip sebuah kelenteng.

Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang, serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana Zhang He adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka dianggap sebagai seorang Dewa.

Makam / Tugu Peringatan Zheng He di Nanjing, Jiangsu, Tiongkok

D. Tugu Peringatan Zheng He di Nanjing

Semasa hidupnya, Zheng He (Cheng Ho) telah berlayar ke lebih dari 30 Negara, mencakup Negara2 di Asia Tenggara, India, Negara2 teluk Arab, hingga ke pantai Afrika timur. Total jarak yang mereka tempuh cukup untuk mengelilingi dunia. Setelah 28 tahun, petualangannya berakhir disini, Nanjing, tempat peristirahatannya yang terakhir.

Terdapat 28 anak tangga yang berjejer di tugu peringatan Zheng He, yang konon dibuat untuk merepresentasikan karir angkatan laut Zheng He selama 28 tahun, dari tahun 1405 hingga 1433. Tangga disini dibagi menjadi 4 bagian, masing2 berjumlah 7 anak tangga yang melambangkan 7 rute pelayaran yang beliau pimpin.

Dan yang ada dipuncak adalah makamnya, tempat peristirahatan tertinggi untuk pelayan terpercaya dari Dinasti Ming. Terlepas dari 1 hal, Zheng He sebenarnya tidak dimakamkan disini. Dia tidak pernah kembali dari pelayaran ketujuhnya….

Pada tahun 1433, saat berusia 63 tahun, beliau sedang dalam keadaan tidak sehat. Saat ia berlayar pulang ke wilayah tenggara dari India, di suatu tempat di samudra Hindia yang luas, beliau meninggal diatas kapal.

Pada tugu makamnya, tertulis syair yang luar biasa, yang memperingati masa hidupnya :

Kami telah melintasi 100.000 li,
Menyaksikan ombak yang kencang di lautan seperti gunung yang mencapai langit,
Dan kami sudah melihat wilayah barbar yang jauh, melintasi gelombang tajam itu,
Seolah sedang melintasi jalan raya.

Keterangan :

Semu ren adalah salah satu dari empat golongan masyarakat di masa Dinasti Yuan yang terdiri atas orang-orang Arab, Persia, Tibet, Uygur dll. Kedudukan mereka dibawah Bangsa Mongol tapi diatas Bangsa Han Utara dan Han Selatan.

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

2 thoughts on “Laksamana Cheng Ho (Zheng He)”
  1. Menarik untuk dibaca.
    Dalam uraian ini disebutkan bahwa Zheng He (Cheng Ho) ini seorang kasim. Menurut cerita-cerita China, seorang kasim adalah laki-laki yang dikebiri.
    Hal menarik kedua adalah kebiasaan orang-orang di China yang menganut lebih dari satu agama sekaligus. Kita kenal tempat peribadatan Tri Dharma di mana tempat itu digunakan sekaligus untuk tiga agama yakni Buddhism, Taoism, dan Confucianism. Tulisan ini menarik karena menyebutkan bahwa selain menganut Islam, ternyata Zheng He juga menganut Buddhism dan Taoism.
    Di Bali saya pernah bertemu dengan seseorang yang secara praktis mempraktekkan empat agama yakni Buddhism, Taoism, Confucianism, dan juga Hinduism.
    Berbagai hal ini sebenarnya menguak kepicikan sebagian orang selama ini yang kalau sudah menganut satu agama berarti meniadakan agama lain. Argumen mereka rata-rata terpusat pada usaha memurnikan agamanya dari unsur-unsur lain. Padahal, dalam kenyataan, apa sih agama yang murni itu? Dalam sejarah, nyaris tidak ada agama yang murni. Setiap agama pasti mengabsorpsi unsur-unsur dari luar, termasuk dari budaya pagan, animisme, dan dinamisme.
    Sejauh ini, yang murni cuma susu dari Boyolali.

    1. Miskin referensi, ngawur, kebanyakan ngelem, emang paganism tahun berapa munculnya. Yg asli Boyolali bapakmu,masih ingusan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?