Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan

Ajang pemilihan Koko Cici Jakarta pertama kali diadakan pada tahun 2002 atas prakarsa Walikota Jakarta Barat pada saat itu, Sarimun Hadisaputra.

Harapannya agar Koko Cici dapat mengembalikan citra Indonesia, khususnya kota Jakarta di mata dunia atas peristiwa kelabu pembantaian etnis Tionghoa di Jakarta pada bulan Mei tahun 1998.

Selain itu juga ada kesan bahwa etnis Tionghoa di Indonesia katanya hanya bisa berdagang, berbisnis, dan mencari uang. Selama ini etnis Tionghoa juga dianggap tidak nasionalis dan tidak pernah berbuat bagi Indonesia serta kurang wawasan tentang Indonesia.

Atas dasar itulah Koko Cici Jakarta ini diselenggarakan yang nantinya akan melakukan kegiatan sosial masyarakat dan promosi pariwisata; misalnya peran serta para pemuda Tionghoa dalam bakti sosial serta berbagai acara budaya yang tetap mengedepankan semangat nasionalisme.

Selain itu, ikatan Koko Cici Jakarta selalu mengirim delegasi ke luar negeri untuk mempromosikan Jakarta sebagai salah satu kota pembauran budaya terbaik di Indonesia.

Koko Cici Jakarta juga menjalani masa bakti dan tanggung jawab sebagai duta dalam bidang pariwisata, sosial dan tentunya melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Tionghoa di DKI Jakarta dan Indonesia.

Tapi siapa sangka, gubernur Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) yang merupakan gubernur keturunan Tionghoa pertama di Jakarta justru mengusulkan agar pagelaran ajang Koko Cici Jakarta tidak diselenggarakan lagi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Administrasi Jakarta Barat;

dan bersatu melebur di kompetisi Abang dan None Jakarta sebagai upaya untuk melebur sekat-sekat identitas kebangsaan. Ahok juga menyoroti ajang Koko Cici (KoCi) yang digagas oleh Pemerintah Kota administrasi Jakarta Barat.

Ahok bingung, mengapa dahulu Pemkot Administrasi Jakarta Barat bisa berpikir untuk membuat kompetisi Koko Cici.

“Harusnya Jakarta Barat tidak boleh mengadakan ajang pemilihan Koko dan Cici. Harus dilebur menjadi satu dengan Abang dan None. Kita tidak membedakan mereka adalah keturunan suatu rasa atau suku apa pun.

Bagaimana kok bisa-bisanya ada ide seperti itu? Apa faktor keturunan itu penting?” kata Ahok, saat menerima 18 finalis Abang None Jakarta 2014, di Balai Agung, Balaikota Jakarta (28/8/2014).

Ternyata penolakan Ahok atas penyelenggaraan ajang Koko Cici ini sudah tertuang dalam video Audiensi Koko Cici Jakarta saat bertemu dengan Ahok pada medio Agustus 2013 lalu.

Dalam video yang berdurasi 55 menit tersebut jika dicermati sebenarnya sudah menjelaskan poin-poin alasan mengapa Ahok ingin melebur ajang pemilihan Koko Cici ini (lihat video mulai menit ke 33).

Intinya Beliau tidak setuju jika para pemenang Koko Cici (yang punya kemampuan skill dan intelektual diatas rata-rata yang bagus) pada akhirnya hanya dijadikan sebagai ‘pagar ayu’ (pendamping; penerima tamu) dalam setiap acara pemerintah kota Jakarta yang dianggapnya terlalu merendahkan fungsi.

Tanggapan Ikatan Koko-Cici Jakarta

Pernyataan dari Ahok tersebut membuat Ikatan Koko-Cici bingung dan menuai kecemasan. Mereka menganggap bahwa selama ini telah menjalankan perannya sebagai duta pariwisata, sosial dan budaya Tionghoa dengan menggelar berbagai kegiatan positif. Hal ini diutarakan Ivan Kabul, Koko Jakarta 2013, mewakili Ikatan KoCi Jakarta.

“Bangsa Indonesia adalah bangsa pluralis yang mengedepankan pelestarian keberagaman, dan bahwa setiap budaya memiliki tempat yang sama di seluruh hati bangsa Indonesia. Budaya Tionghoa sudah menjadi bagian dari Bangsa Indonesia.

Dengan adanya pemlihan ini, diharapkan integrasi budaya Tionghoa ke dalam bagian Indonesia menjadi semakin baik” kata Ivan saat memberi keterangan (29/8/2014).

Menurutnya, Koko Cici Jakarta dilahirkan dengan tujuan meningkatkan inklusivitas pemuda Indonesia dalam budaya Tionghoa sebagai bagian dari kekayaan Indonesia.

Sehingga dalam mencapai tujuan ini, sama seperti ajang pemilihan pemuda berprestasi lainnya, Koko Cici Jakarta tidak membedakan siapapun yang mendaftar berdasarkan keturunan ras atau suku apapun.

Lanjutnya, hal ini dapat dicapai dengan adanya upaya pemuda Indonesia yang tergabung di dalamnya, seperti KoCi Peduli turun langsung untuk membantu korban banjir, kegiatan Bakcang dan Kue Bulan yang mengedepankan semangat kepemudaan dan nasionalisme.

Kegiatan yang disosialisasikan KoCi bukan kebudayaan Tionghoa semata. Delegasi ke luar negeri untuk promosi pariwisata Jakarta sebagai salah satu pusat pembauran budaya terbaik.

Sampai saat ini belum ada informasi kelanjutan soal ajang pemilihan Koko Cici Jakarta ini. Bisa jadi, Koko Cici 2013 adalah yang terakhir. Siapa sangka yang menghentikan ‘ajang pemilihan putra putri etnis Tionghoa’ ini justru adalah orang etnis Tionghoa sendiri.

Tapi jika menonton video diatas, ada benarnya juga apa kata pak Ahok. 16 tahun pasca Mei 1998 rasanya sudah cukup mengembalikan citra Indonesia terlebih khusus kota Jakarta.

Siapa yang sangka pula, di kala itu orang Tionghoa dimusuhi dan dianggap ‘parasit’ oleh orang pribumi justru sekarang yang malah memimpin sebagai gubernur ibukota?

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

3 thoughts on “Ahok Hentikan Pemilihan Koko Cici Jakarta”
  1. Saya tidak sependapat dengan Ahok. Indonesia bukan singapore dgn komposisi 80% masy. Chinese, atau malaysia yg memiliki 20% masy. Chinese.

    Disini, masy. Chinese bahkan kurang dari 2%. Kasian skali jika masy yg sudah tinggal sedikit itupun mau dilebur. Harusnya tradisi dan ciri khasnya dijaga.

    Bahkan kelompok2 masy. Suku yg lain pun punya acara sejenis. Atas dasar apa dia meminta ini dihentikan?

    Jangan2 dia terinspirasi dari kristoforus sindunata, penghianat etnis tionghoa.

  2. ahok, mungkin china, mungkin kristen, tapi ia adalah saudara dan sahabat rakyat kecil seluruh jakarta #SaveAhok

Leave a Reply to atutayom Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?