Last Updated on 27 August 2018 by Herman Tan Manado
Entah wajah itu sudah menatap saya berapa lama. Pikiran saya masih blank gara-gara dikejutkan seperti begitu. Pandangan saya tetap tidak lari dari wajah itu. Wajah itu adalah si C, teman sekamar saya. Dia itu tidur di ranjang bagian atas saya. Entah mengapa dia sengaja menjulurkan kepalanya dari ranjang atas untuk melihat saya.
Kepalanya sedikit bergoyang ke kiri dan ke kanan. Dua mata dengan tatapan kosongnya mengarah ke saya.
Tidak terlalu lama kemudian, dia mulai menarik kembali kepalanya ke atas. Namun beberapa saat ternyata dia malah menurunkan kakinya. Dari kasur di atas, kakinya bergoyang beberapa saat kemudian badannya pun perlahan-lahan turun ke bawah.
Saat ini posisi saya masih diam di kasur saya.
Kedua tangannya lurus di samping badannya. Di samping ranjang saya, dia berjalan hilir mudik. Kadang-kadang dia berhenti beberapa menit tanpa bergerak dan terdengar sedang bergumam sesuatu. Kadang-kadang dia berjalan ke depan meja belajar kemudian berjalan kembali.
Lalu tidak lama kemudian dia berjalan ke ranjang si B. Tanpa diduga, dia malah membungkuk badannya ke arah B seperti ingin mendekati B lebih dekat. Setelah itu, dia berdiri tegak lagi. Lalu dia ke arah samping ranjang saya. Sekitar 5 menit kemudian dia masuk ke kamar mandi.
Saya sudah ketakutan sampai susah bernapas. Tidak lama kemudian, muncul suara yang mirip menangis tapi juga mirip tertawa seperti deskripsi teman kamar sebelah.
Saat itu saya sangat takut hingga tidak berani bergerak. Tapi saya tetap penasaran dengan apa yang terjadi di dalam kamar mandi, sehingga saya mencoba memicingkan mata untuk melihat ke dalam kamar mandi.
Karena sudah cukup lama, akhirnya mata saya agak terbiasa dengan kegelapan di kamar. Saya pun samar-samar bisa melihat di bagian dalam kamar mandi. Saya hanya melihat dia membungkuk pinggangnya dan membenamkan kepalanya ke bak air. Lalu sepertinya dia sedang berbicara di dalam air karena dari dalam bak muncul gelembung-gelembung udara.
Lalu berikutnya mirip suara tangisan. Dalam hati, saya tidak henti-hentinya berdoa semoga situasi ini segera berakhir. Kedua tangan saya memegang jimat dengan erat.
Beberapa saat kemudian C perlahan-lahan mengangkat kepalanya. Kemudian berjalan sebentar di dalam kamar mandi. Lalu akhirnya berjalan menuju pintu kamar. Saya berencana begitu dia keluar, akan saya bangunkan anak sekamar yang lain, karena saya khawatir akan timbul masalah.
Pada saat dia sedang perlahan-lahan memutar kenop pintu, tiba-tiba si C membalikkan badannya melihat saya lagi! Saya yang tadinya sudah mau menghela napas lega, tidak siap dengan perubahan mendadak itu, sehingga secara refleks berteriak “Ah!”
Saat itulah dia diam tidak bergerak. Beberapa saat kemudian dia menutup pintunya kembali. Berjalan ke arah saya.
Saya merasa marabahaya akan datang. Jadi langsung menutup mata. Dengan tangan memegang jimat, diam tanpa menggerakkan badan sedikit pun.
Saat itu setiap detik bagaikan sejam. Saya mulai gemetaran. Dan saya juga mulai merasakan si C sudah sampai di samping kasur saya. Saya menutup mata lebih rapat lagi, hanya berharap semoga cepat-cepat tertidur. Beberapa saat kemudian saya merasa kasur saya miring sebelah diikuti suara ranjang berbunyi. Sepertinya si C duduk di atas kasur saya.
Kali ini saya betul-betul tidak bisa kabur!
Saya tetap tidak berani membuka mata saya. Tetapi saya merasakan suara napas si C semakin lama semakin dekat. Saya rasa dia pasti sedang menatap saya dari dekat dengan tatapan kosongnya itu. Saya merasa diri saya seperti seekor domba yang siap dijagal.
Tapi ternyata tidak lama berselang saya mendengar si C menaiki kembali ke atas ranjangnya. Dan seperti begitulah kamar kami kembali menjadi tenang. Saya hanya bisa mendengar jantung saya yang masih berdetak keras. Selain itu, betul-betul sunyi seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Setelah cukup lama, akhirnya saya memberanikan diri untuk membuka mata. Kondisi kamar memang diam. Saya sampai ragu, apakah yang tadi itu semua hanya imajinasi saya?
Bersambung ke part 16