Last Updated on 24 February 2021 by Herman Tan Manado
Pada jaman dahulu, banyak orang yang datang ke kelenteng mencari Tao Se2 (Guru2 spiritual Tao) untuk meminta bantuan atau pertolongan.
Ada yang menanyakan nasib dan jodoh mereka, dan ada juga untuk penyembuhan penyakit2, serta meminta obat2an. Tetapi pada bulan2 tertentu, Tao Se2 itu tidak ada di kelenteng karena sedang keluar mencari tanaman obat2an di hutan atau di pegunungan, seperti ginseng, jamur, dan lain-lainnya.
Dalam pencarian obat ini kadang dibutuhkan waktu hingga berbulan2 lamanya.
Untuk itu, para Tao Se membuat suatu cara, yakni metode poapoe dan ciamsi, supaya orang2 yang datang dari jauh tidak kecewa, karena Tao Se nya sedang tidak berada di tempat.
Masyarakat yang tertolong kemudian membawa oleh2 untuk Tao Se2 tersebut sebagai tanda terima kasih. Karena mereka tidak berada di tempat, maka diletakkanlah diatas meja sembahyang. Ada juga yang datang membawa persembahan kepada Dewa.
Dari sinilah timbulnya asal-usul kebiasaan mempersembahkan sesuatu kepada Dewa. Pemberian persembahan kepada Dewa ini kemudian menimbulkan persaingan di antara masyarakat itu sendiri, sehingga timbullah persembahan dengan menggunakan Sam Seng.
Di mana menurut pandangan masyarakat waktu itu, Sam Seng mewakili 3 jenis hewan di dunia, yaitu babi untuk hewan darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan udara. Demikianlah persembahan ini berlangsung secara turun-temurun sampai sekarang. (sumber : siutao.com)
Lalu mengapa sembahyang Dewa-Dewi tidak boleh memakai Sam Seng (babi, ikan dan ayam)?
Sembahyang memakai Sam Seng, ini sudah lama riwayatnya, disebabkan oleh orang2 kaya kuno, yang menjadikan permainan yang bodoh mengadu kekayaan dan kemewahan pada saat dilaksanakan upacara sembahyangan.
Tahun ke tahun berlalu, sekali salah, berkali2 salah terus, seakan2 sudah menjadi suatu kebiasaan.
Kalau kita teliti dan pikirkan sejenak, kita akan merasa ngeri. Apa sebetulnya Sam Seng itu? Omongan kasarnya semua itu tak lain adalah bangkai2 binatang.
Mengundang roh atau setan yang makan tidak jadi soal, tapi kalau justru di pajang di atas altar sembahyang Dewa-Dewi untuk mengundangnya makan; Dewa-Dewi akan bagaimana?
Anda anggap Dewa-Dewi itu apa/siapa? Apakah Dewa-Dewi masih mau melindungi anda? Maka harus mengerti jangan ceroboh. (sumber : STPC ver.2007 : hal 19)
Menurut anda, dapat dibenarkankah persembahan Sam Seng ini?
Dalam Agama Tao, Sam Seng tidak digunakan sebagai persembahan kepada Dewa-Dewi. Cukup dengan buah2an saja, misalnya apel, pir, jeruk, anggur, pisang, dan sebagainya. Yang penting adalah buah2an yang segar dan tidak berduri, serta serasi dipandang mata.
Semoga bermanfaat!