Last Updated on 18 April 2021 by Herman Tan Manado

Setelah membaca sekian banyak cerita seram Hong Haoyun, sebenarnya menjadi sedikit pertanyaan, benarkah karakter Bazi dia kuat? Soalnya sepertinya sang penutur sudah ketemu banyak sekali kisah aneh. Kisah kali ini tidak seseram kisah-kisah lainnya. Terkadang juga menenangkan. Seperti apa kisah kali ini?

Sebetulnya ketika seseorang akan meninggal kesadarannya jelas atau samar-samar? Pada saat seseorang meninggal, sebetulnya ikatan antara tubuh dengan roh sekuat apa? Sungguh merupakan sebuah pertanyaan besar bagi gua pribadi..

Pada saat praktek di rumah sakit itu, gua cukup dekat dengan seorang nenek yang semarga dengan gua. Umurnya hampir sama dengan nenek gua sendiri.

Mereka juga sama-sama pernah mendapat pendidikan sampai tingkat SMA kelas 3 di sekolah putri pada masa kependudukan Jepang (sekarang bernama Sekolah Menengah Atas Putri Zhongshan), makanya banyak topik yang bisa kami bicarakan.

Namun dia bukanlah pasien tim gua, jadinya gua hanya bisa jenguk beliau pada saat jaga shift dan ada waktu luang. Lalu ada satu waktu gua harus jaga di tempat lain, akhirnya tidak bertemu dengan si nenek lagi.

Sebulan kemudian, akhirnya gua balik kembali ke tempat semula. Di satu malam, gua saat itu lagi sedang mengetik jurnal medis, tiba-tiba si nenek menghampiri. Gua melihat si nenek tentu saja senang sekali. Langsung gua berdiri dan obrol-obrol dengan nenek.

Gua : “Nek, dah lama gak jumpa. Wah, sekarang sudah bisa berjalan?”

Nenek: “Iya. Terima kasih yah atas perhatiannya selama ini. Setiap hari menemani saya. Kamu betul-betul seorang dokter yang baik.”

Gua : “Gak lah Nek. Bulan lalu saya gak di sini. Gak bisa temanin kamu. Maaf yah.”

Nenek : “Gak apa-apa. Nenek ngerti kamu lagi sibuk. Nenek besok sudah akan keluar dari rumah sakit ini, jadi mau ucapkan terima kasih.”

Gua : “Baik Nek. Melihat nenek sehat-sehat saja, saya sudah sangat senang sekali. Sekembali ke rumah harus jaga diri baik-baik yah Nek”

Nenek : “Ya. Selamat malam. Sampai ketemu lagi.”

Sehabis bicara nenek berjalan menuju lorong yang satu lagi. Aneh, seingat gua kamar nenek harusnya ada di lorong yang satu lagi. Mungkin dia sudah pindah kamar? Pada saat gua balik mau tanya ke perawat, malah melihat ekspresi aneh si perawat ke gua. “Kamu lagi omong sama siapa?”

“Barusan gua….”

Dokter dan Nenek berbicara sebentar di sini. Kemudian beberapa saat kemudian nenek sudah menghilang di koridor ini, dan tiba-tiba lampu merah menyala.

Belum sempat gua selesaikan kalimat gua, tiba-tiba ada lampu merah menyala. Si perawat langsung menekan tombol, terdengar suara di mic, “Jantung nenek sudah berhenti!”

Gua bersama perawat berlari ke kamar untuk melihat. Ada cairan putih yang menodai bantal dan kasur, yang seharusnya disebabkan oleh lambung. Layar mesin ECG hanya menampilkan sebuah garis lurus. Dikarenakan ada instruksi DNR, jadi saya cukup mengumumkan waktunya dan mematikan mesin ECG-nya.

Melihat wajah nenek yang damai, gua rasa ternyata beliau hanya ingin mengucapkan selamat tinggal…

Instruksi “DNR” adalah kepanjangan dari “Do Not Resuscitate” sebuah permohonan dari pasien (atau perwakilan dari pasien) untuk jangan diselamatkan lagi apabila pernapasannya berhenti, atau jantungnya berhenti. Itu sebabnya sang tokoh utama tidak melakukan usaha penyelamatan lagi, ketika jantungnya berhenti.

Apakah kalian pernah mengalami kisah yang seperti ini?

Bersambung ke part 9

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?