Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan

Situs mesin pencari terpopuler di Tiongkok berbahasa Mandarin, Baidu, ternyata menampilkan citra buruk tentang Indonesia. Jika kita mengetik kata 印尼¹ (Yìnní) di situs tersebut, di bagian 网页 (Wǎngyè) atau dari halaman web ternyata 3 dari 10 hasil pencarian di halaman 1 menampilkan tentang pembantaian yang terjadi di tahun 1965.

Sedangkan jika kita berpindah ke bagian 图片 (Túpiàn) atau gambar/foto, 3 dari 10 gambar pertama menampilkan serentetan informasi mengenai foto-foto kebrutalan yang menimpa etnis Tionghoa di Indonesia pada Mei 1998 silam. Dalam kondisi demikian, akan sangat sulit menarik turis Tiongkok untuk datang ke Indonesia.

baidu tionghoa indonesia
Tampak hasil pencarian di situs Baidu

Tidak hanya turis, namun para pengusaha besar asal negeri Panda tersebut yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia juga bisa jadi pikir 2x. Padahal Presiden Joko Widodo baru saja menyelesaikan kunjungannya ke Tiongkok dalam rangka pertemuan KTT G20 pada 4-5 September 2016 lalu; dan itu merupakan kunjungan untuk ketiga kalinya sejak dilantik pada akhir 2014 lalu.

Catatan :

1.Huruf 印尼 (Yìnní) berarti Indonesia; memang dalam penulisan resmi seharusnya 印度尼西亚 (Yìndùníxīyà) namun orang Tiongkok cenderung menyingkatnya menjadi 印尼 (Yìnní) saja. Sama seperti kita yang sering menyebut ‘Indo’ dalam keseharian (penulisan non formal) dibanding ‘Indonesia’.

Lalu kenapa menggunakan huruf Hanzi pada penulisan di situs Baidu? Karena situs Baidu adalah ‘Google’ nya orang Tiongkok; yang sudah tentu menggunakan aksara dan bahasa mereka sendiri dalam penulisan keseharian, bukan bahasa asing, apalagi bahasa kita.

2. Media internet tentu menjadi salah satu tolak ukur yang penting karena selain komputer, juga makin banyaknya produk smartphone cs (perangkat elektronik yang terkoneksi internet) memungkinkan orang untuk mengakses informasi mengenai hal-hal yang ingin diketahuinya secara cepat.

3. Kenapa hasil “buruk” tersebut bisa muncul di halaman utama atau di posisi teratas? Karena artikel yang memuat hal itu BANYAK DICARI/KLIK ORANG.

Makin tinggi trafik/kunjungan di artikel tersebut, makin tinggi pula posisinya di situs pencari (dengan kata kunci tertentu). Ini ada hubungannya dengan ketenaran/kepopuleran sebuah nama domain di internet juga, dimana mereka cenderung sering mendapat posisi teratas pada hasil pencarian; dibanding nama domain gratis atau nama domain yang baru dibuat.

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

4 thoughts on “Citra Indonesia Ternyata BURUK di Situs Baidu, Googlenya Tiongkok”
  1. saya dari suku jawa, sangat sedih membaca artikel2 di web ini, memang saya mengakui rasisme masih sangat tinggi di indonesia, kadang orang2 melakukan tindakan rasis seperti tanpa beban. toleransi di indonesia masih sangat rendah. sesekali di provokatori pasti akan langsung terbakar.
    tidak hanya pada keturunan china, pada keturunan arab juga sebenarnya masih banyak tindak rasisme.
    tetap semangat keluarga dari keturunan china, terus suarakan perdamaian dan toleransi

  2. Menurut yang diberitakan, negara RRC berinvest lebih banyak di Indonesia berbanding Malaysia dalam program kerjasama tahun lalu.Pendapat saya, sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki sifat diskriminasi .Tak diragukan, apabila tidak ada perubahan dalam moral, pandangan dan akhlak, akan berlaku kembali peristiwa yang menyebabkan para investor hengkang dari Indonesia.Mungkin Indonesia akan menyandang “status”lamanya kembali di mata dunia.Kalau begitu terus, kapan Indonesia akan maju? Beda jauh dengan negara Malaysia yang rakyatnya lebih bijak dan menerapkan perpaduan walaupun berbeda ajaran.

  3. Menyedihkan tapi memang betul adanya.
    Indonesia adalah negara paling rasis di Asia hasil penanaman budaya adu domba selama 350 tahun dijajah.

    Hasilnya adalah penempatan eksistensi suku, ras, agama, dan golongan diatas nasionalisme.
    Saya baru menyadari melihat betapa berbedanya negara kita dari negara lain sejak bekerja di luar negeri selama 6 tahun.

    Orang dari negara negara lain, ambillah contoh Philippine; kalau ditanya “Kamu dari mana?” Jawabannya pasti “Saya dari Philippine”. Begitu pula berlaku dari negara lain terlepas yang menjawab itu bermata sipit, berkulit gelap, ataupun berambut keriting.
    Kalaupun ditanya lebih detail tempat asalnya, orang tersebut paling menjawab kota tempat asalnya.
    Berbeda dengan Indonesia. Kita sesama “TKI” kadang tidak saling mengetahui asal negara seseorang, jadi kita bertanya dalam bahasa Inggris, “kamu orang mana?” Jawaban yang saya dapat dari orang Indo seringkali tidak menyebut Indonesia, melainkan “Saya dari Bali, saya orang Jawa, saya orang Batak…” dan jawaban yang pualing unik: “I am Chinese” (Meskipun gak bisa ngomong mandarin sana sekali).

    Info dari teman2 dari China daratan, diskriminasi terhadap etnis tionghoa di Indonesia sudah santer terkenal di China. Mereka tau di Indonesia, etnis tionghoa selalu dipanggil “China” meskipun orang tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan negeri China.
    Dan Indonesia adalah satu2nya negara yang rakyatnya ada yang berkata “I am Chinese” meskipun paspor indo dan gak bisa bicara bahasa mandarin

    1. Stigma buruk ini tentu sulit hilang; sama seperti stigma buruk Tiongkok atas PENJAJAH JEPANG tahun 1937-1945. Namun tugas kita adalah bagaimana meredam/mengurangi efeknya kelak agar tidak mempengaruhi bidang perekonomian dan sosial. Seperti yang kita tahu, meski Tiongkok tidak suka dengan Jepang, tapi :

      1. Perdagangan kedua Negara berlangsung sangat baik,
      2. Banyak artis/aktor & penyanyi Jepang (bidang entertainment) yang manggung di Tiongkok,
      3. Pertukaran pelajar antar negara yang saling belajar kebudayaan dan bahasa,

      Jadi, ketidaksukaan Tiongkok atas Jepang hanya sampai di ASPEK (1) Politik, (2) sejarah masa lalu, dan (3) Perbatasan/keamanan wilayah saja; karena walau bagaimanapun pangkalan militer USA berada di wliayah Jepang.

      Bagaimana orang Tiongkok mau (1) datang berwisata, lalu (2) berbisnis dan (3) berinvestasi jika tahu Negara kita tidak aman; apalagi “saudara” mereka dulu pernah dijadikan TARGET OPERASI PEMERINTAH di tahun 1965 dan 1998? Tentu hanya daerah Bali saja yang selamat dari badai itu. Bali ini seperti daerah Tibet atau Xinjiang nya Tiongkok. Mereka punya kebudayaan sendiri, sehingga sulit diintervensi dari luar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?