Last Updated on 2 April 2021 by Herman Tan

Sampai saat ini, masih banyak anggapan bahwa memasang altar sembahyang untuk Dewa Dewi di rumah adalah sesuatu yang dianggap sangat sakral, dan harus diperlakukan dengan sangat hati2. Karena itu, banyak masyarakat Tionghoa yang enggan untuk memasangnya.

Beberapa anggapan itu antara lain :

1. Merasa “belum cukup umur” untuk memasang atau membuat altar sembahyang. Artinya bukan hanya secara umur saja, melainkan merasa tingkah laku kesehariannya yang masih belum benar, atau pengetahuan agamanya masih kurang.

2. Takut ada kesalahan apabila memasangnya kurang tepat di dalam rumah. Seperti penempatan dan posisi arah hadapnya, yang terbaik adalah menghadap ke ARAH BARAT* (berlandaskan sisi timur), atau setidaknya menghadap KELUAR PINTU UTAMA.

*Karena banyak yg salah mengerti, yang ini saya sudah koreksi per 2 April 2021. Yang dimaksud adalah arah muka atau mata patung/kimsin/rupangnya, itu ke arah barat. Jadi Anda ketika bersembahyang, akan menghadap ke arah timur.

Tetapi, di jaman yang sudah modern begini pun, sudah mulai susah untuk mengikuti rule-nya. Apalagi yang tinggal di apartemen. Jadi, menghadap arah mana saja sebenarnya bisa. Yang penting adalah ketulusan hati. Ingat, Dewa-Dewi tidak pernah mempersoalkan arah menghadap kimsin/arcanya, apalagi sampai sewot dan menghukum umatnya!

Yang sewot itu biasanya umatnya yang suka memberi petunjuk2 itu, mungkin sudah menganggap dirinya Dewa, atau setengah Dewa. Mungkin dikiranya, ada roh Dewa yang tinggal/berdiam masuk di dalam kimsin/arca tersebut, wkwk. Jika meyakininya, ini benar2 akan menjadi bahan tertawaan orang2 sebelah, wkwk.

Harus diingat oleh umat, bahwa Dewa-Dewi itu sudah terlepas dari dimensi RUANG dan WAKTU!

3. Takut tidak bisa tepat waktu dalam “memberikan persembahan” (sering lupa mengadakan sembahyang Ce It dan Cap Go). Atau Kuatir tidak ada waktu untuk mengurus altar persembahyangan di rumah, sehingga bisa menjadi terbengkalai dan menjadi sarang laba-laba saja.

Makanya, yang diperlukan disini adalah KOMITMEN dan KEMANTAPAN HATI. Kebanyakan umat hanya hangat2 tai ayam, karena awalnya hanya ikut2an orang saja. Setelah sembahyang 1-2 bulan, semangatnya mulai memble, alasan sibuk, tidak ada waktu, atau lagi malas.

4. Khawatir tidak ada penerusnya kelak, karena anak2 sudah pada pindah keyakinan. Nah, masalah ini yang banyak timbul sekarang. Hal ini bisa disiasati dengan menulis surat wasiat, agar nanti bisa disumbangkan ke kelenteng, atau ke yang mau, jika tidak ada yang mengurusnya.

Hal ini sebenarnya, sedikit banyak adalah kesalahan dari orang tuanya, yang tidak bisa mendidik dengan baik. Ditanya “pa, ma, ini sembahyang apa? Jawabnya : psstt, engga tau nak, ini sudah dari sananya, kita ngikut aja karena ini sudah tradisi leluhur”.

Sebebas apapun bergaulan anak di lingkungan/sekolahnya, jika akarnya kuat, diterpa angin topan pun takkan goyang! Masalah yang terjadi di lapangan, banyak anak yang sampai mengangis, hanya gara2 di bully teman2 nya tentang kepercayaannya. Makanya, ketimbang malu dan terus2an di bully, akhirnya pindah kepercayaan saja, ikut teman2 se-geng.

5. Takut Dewanya marah apabila tidak benar dalam meletakkan posisi kimsinnya (patung/arca). Kalau Dewa sedikit2 marah, sedikit2 tersinggung, dan suka menghukum umatnya, lebih baik berpindah keyakinan saja! Bukankah disana juga maha pengasih dan maha penyayang juga?

Dan masih banyak lagi alasan ketakutan2 yang lainnya.

Semua kekhawatiran dan ketakutan diatas tidak akan timbul, apabila kita mempunyai pengertian yang baik tentang konsep Dewa-Dewi. Yang harus menjadi pakem disini adalah “Dewa-Dewi kita adalah agung dan mulia, yang penuh cinta kasih terhadap umatnya!

Kalau memang kita berkeinginan memasang altar di rumah memang, salah satunya harus mempunyai tempat/ruangan yang layak untuk sebuah altar. Tempatkanlah altar dengan baik dan dengan norma kesopanan, misalnya di ruangan depan, ataupun di ruangan tengah.

Atau misalnya jangan menghadap langsung ke kamar mandi/toilet, apalagi dibawah tangga, karena secara Fengshui juga tidak baik. Sebuah altar bisa berbentuk altar meja, altar tempel, ataupun altar gantung. Semuanya tergantung kondisi tempat dan selera masing2 umat.

Altar Dewa-Dewi, altar sembahyangan, atau SHEN THAI yang dimaksudkan disini, bila ditempatkan di rumah, maka (dianggap) bertujuan sebagai penghormatan kepada Dewa-Dewi yang dipuja, dan menjadikannya (diibaratkan) sebagai pos kecil/tempat persinggahan Dewa Dewi.

Secara otomatis, dengan adanya keberadaan SHEN THAI/altar sembahyangan di rumah, secara tak kasat mata, dari dimensi sana akan memberikan perlindungan dan berkah tersendiri bagi penghuni rumah. Banyak kesaksian nyata yang telah diperoleh apabila kita memasang altar di rumah, bahkan di tempat kerja sekali pun.

Contohnya seperti terhindar dari kejahatan, pencurian, dan kebakaran, merupakan topik yang paling banyak menjadi testimoni umat yang memasangnya. Tapi yang perlu diingat juga, umat jangan sampai lalai, lantas menganggap Dewa bagaikan “satpam rumah “yang bisa mengambil tanggung jawab kita.

Dan yang perlu dipahami bahwa Dewa-Dewi kita tidaklah memerlukan “sesajian” atau “hidangan” seperti layaknya manusia. Itu semua hanya bentuk visualisasi dan penghormatan terhadap Dewa-Dewi kita.

Memang untuk memasang altar, sebaiknya memperhatikan keselarasan yang baik dalam ukuran dan penempatannya. Kalau memang kita berkeinginan untuk memasangnya, tidaklah keliru untuk meminta petunjuk pada senior2 kita, agar tidak menjadi ganjalan di dalam hati.

Dan bila ada sedikit kekurangan maupun kesalahan dalam pemasangan altar, hal ini pun tidaklah perlu terlalu di besar-besarkan, asalkan penempatan kita tetap memenuhi kaidah kesopanan, kepatutan dan tidak mengurangi rasa hormat kita kepada beliau.

Lalu untuk apa kita Sembahyang?

Kalau di jaman dulu, orang2 bersembahyang karena takut mati,  ketidakberdayaan dalam menghadapi situasi perang, bencana alam, wabah penyakit, kelaparan, dan kejahatan dalam masyarakat.

Sedangkan di jaman sekarang, orang2 bersembahyang karena takut hidup, karena hidup ini susah, menghadapi berbagai macam problem kehidupan seperti persaingan usaha/bisnis, pekerjaan/karir, utang, asmara, dan kesehatan.

Sementara manusia hanya tahu keadaannya yang sekarang, tidak bisa memprediksi masa depan yang misteri, sementara masa lalu tinggalah kenangan. Siapa yang tahu jalan kedepannya bagaimana?

Karena itulah, manusia bersembahyang kepada Dewa-Dewi, kepada Langit dan bumi, selain memohon berkah dan perlindungan/keselamatan, juga memohon petunjuk dalam bagaimana menjalani kehidupan ini.

Yakinlah bahwa Dewa-Dewi kita, kongco2 kita, Maha Dewa Thay Shang Lao Cin, Er Lang Shen, Jiu Tian Xuan Ni, Tian Shang Seng Mu, Guan Gong, Na Zha, Fu De Zheng Sen, dan lainnya, adalah Dewa-Dewi yang Agung dan penuh cinta kasih kepada umatnya!

Beliau2 sangatlah arif, dan akan selalu mengayomi umat yang benar2 tulus memuja dan memuliakannya. Jadi, kenapa kita mesti takut dalam memasang altar/SHEN THAI di rumah kita?

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

51 thoughts on “Makna Sebuah Altar Sembahyang”
  1. Hallo Koh
    mau tanya di rumah saya kimsin rupang buddha goutama dan rupang dewi kwan im apa boleh di letakan 1 meja dan boleh tidak minyak pelita di ganti lampu lilin elektrik?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?