Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan Manado

Nama Zhuge Liang (诸葛亮, 181 M – 234 M) mungkin sudah tidak asing lagi bagi para penggemar sejarah Tiongkok maupun film layar lebar “Red Cliff”, yang tenar di antara tahun 2008 – 2009. Ya, tokoh Zhuge Liang diperankan oleh aktor tampan blasteran Jepang – Taiwan bernama Takeshi Kaneshiro.

Sebagaimana digambarkan dalam “Red Cliff”, tokoh Zhuge Liang, yang terkenal sangat cerdas ini, merupakan salah satu penguasa di kerajaan Shu Han (蜀漢, 221 M – 263 M). Shu Han merupakan salah satu wilayah dari Tiga Negara (三國; Three Kingdom).

Berkat kecerdasannya itu pula, Zhuge Liang yang memiliki nama lengkap Zhuge Kongming (Kong Beng) ini dikenal sebagai salah satu ahli strategi terbaik dari Tiongkok dan diberi nama julukan ‘Wo Long’ (Sang naga tersembunyi; The hidden dragon, 臥龍).

Peta Tiga Negara
Peta Tiga Negara (sumber foto : britannica.com)

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang kehidupan Zhuge Liang, kita bisa memulainya dari Chengdu, ibukota Shu Han, tempat Zhuge Liang menghabiskan masa hidupnya.

Di Chengdu jugalah dibangun sebuah wihara bernama Wihara Wu Hou Ci (武侯祠; Wuhou Memorial Temple) yang dibangun pada abad ke 14 dan didedikasikan untuk Zhuge Liang.

Chengdu
Chengdu (sumber foto : climb.dk)
Wu Hou Ci
Wu Hou Ci (sumber foto : chinahighlights.com)

Awal Kehidupan

Zhuge Liang lahir pada tahun 181 M di Propinsi Shandong. Setelah kelahirannya, terjadilah pemberontakan Huangjin (黄巾賊; Yellow Turbans) pada tahun 184 M – 204 M dan Tianshi Dao (天师道; Five Pecks of Rice) pada tahun 184 M yang memporak-porandakan negeri Tiongkok.

Pemberontakan Huangjin
Pemberontakan Huangjin (sumber foto : heathenchinese.wordpress.com)

Ketika Zhuge Liang berusia 14 tahun, Cao Cao (曹操; 155 M – 220 M) menyerang Shandong. Keluarga Zhuge Liang terpaksa melarikan diri. Saat itu banyak sekali terjadi bencana alam, konflik regional, krisis politik, dan pembunuhan. Di Hubei, Zhuge Liang bekerja sebagai petani di siang hari dan belajar di malam hari.

Sejarah mencatat bahwa Zhuge Liang membangun persahabatan dengan penduduk setempat yang merupakan kaum cendekiawan.

Pada tahun 207 M, Zhuge Liang bertemu dengan Liu Bei (刘备, 161 M – 223 M). Basis kekuatan Liu Bei terletak di wilayah barat daya Sichuan. Wilayah tersebut tengah mendapatkan ancaman dari Cao Cao yang menguasai bagian utara Sungai Yangtze.

Liu Bei dan Zhuge Liang membangun rencana aliansi antara Liu Bei dengan penguasa wilayah barat daya yang bernama Sun Quan (孙权, 182 M – 252 M); dan pada tahun 208, pasukan aliansi Liu Bei dan Sun Quan berhasil mengalahkan pasukan Cao Cao dalam Battle of Red Cliffs / Battle of Chibi (赤壁之战; 208 M – 209 M).

Kemenangan tersebut berhasil menyatukan kedua wilayah selatan itu menjadi kekaisaran, tepat pada saat berakhirnya Dinasti Han di bagian Timur.

Pada tahun 220 M, kekaisaran dibagi menjadi tiga wilayah : Cao Cao menguasai wilayah utara Sungai Yangtze – disebut Cao Wei (曹魏); Liu Bei menguasai wilayah barat daya yang meliputi Sichuan, disebut Shu Han (蜀漢); dan Sun Quan menguasai wilayah tenggara – disebut Dong Wu (東吳); lihat Peta Tiga Negara di atas.

Pada tahun 221 M, Liu Bei menobatkan diri sebagai Kaisar dari Kekaisaran Han. Di tahun yang sama juga, Sun Quan mengangkat dirinya sebagai Kaisar dari Wu; sehingga memicu Liu Bei untuk mendeklarasikan perang terhadap Dong Wu.

Namun dalam peperangan dengan Sun Quan – yang dikenal dengan Battle of Xiaoting / Yiling (夷陵之战; 208 M), pasukan Liu Bei kalah dan mundur ke Shu Han.

Liu Bei kemudian meninggal di Shu Han dan digantikan oleh anaknya, Liu Shan (刘禅, 207 M – 271 M). Liu Shan kemudian mengangkat Zhuge Liang sebagai Cheng Xiang (Perdana Menteri).

Liu Shan
Liu Shan (sumber foto : threekingdoms.wikia.com)

Strategi Penyerangan

Setelah menjadi penguasa Shu Han, Zhuge Liang mulai mencoba mewujudkan cita-citanya untuk memulihkan kembali Dinasti Han. Untuk itu Zhuge Liang melancarkan dua strategi penyerangan:

Penyerangan ke selatan, yaitu dengan menaklukan Nanzhong (南中), yang dihuni oleh suku Nanman (Southern Barbarians, 南蛮) di selatan Shu Han.

Zhuge Liang melakukan beberapa kali penyerangan ke selatan, dan selama penyerangan tersebut Zhuge Liang berhasil menangkap pemimpin Nanzhong yang bernama Meng Huo (孟获) sebanyak 7 kali.

Namun, berbeda dengan strategi perang pada umumnya, Zhuge Liang selalu melepas Meng Huo dengan tujuan mendapatkan penaklukan diri yang sepenuhnya dari Meng Huo.

Strategi ini ternyata berhasil dan Meng Huo pada akhirnya menyerah tunduk pada Zhuge Liang. Meng Huo kemudian dijadikan Gubernur di wilayah selatan tersebut.

Meng Huo
Meng Huo (sumber foto : koei.wikia.com)

Penyerangan ke utara, yaitu dengan menyerbu wilayah Cao Wei sebanyak lima kali (228 M – 234 M) dan hanya satu diantaranya yang berhasil. Perlu dicatat bahwa kekalahan yang dialami pasukan Zhuge Liang bukan disebabkan oleh gagal bertempur, melainkan karena kekurangan ransum.

Namun demikian Zhuge Liang memiliki keberhasilan tersendiri dalam penyerangan ke utara ini, antara lain : penambahan wilayah Wudu (武都) dan Yinping (陰平) ke dalam wilayah Shu Han, dan bergabungnya Jenderal Jiang Wei (姜维; 202 M – 264 M) mantan jenderal pasukan Cao Wei, ke dalam pasukan Zhuge Liang.

Kepada Jiang Wei lah, Zhuge Liang mewariskan kumpulan strategi perangnya (兵法二十四篇; The 24 Volumes on Military Strategy).

Baca juga : Kisah Zhuge Liang

Jiang Wei
Jiang Wei (sumber foto : en.wikipedia.org)

Akhir Kehidupan

Zhuge Liang meninggal di Wuzhang Plains (五丈原), ditengah penyerangan ke utara yang ke-5, dikarenakan sakit dan kelelahan bekerja, dalam usia 54 tahun. Pada tahun 1724, Zhuge Liang mendapat penganugerahan sebagai orang suci (Saint) Agama Konghucu.

Wuzhang Plains
Wuzhang Plains (sumber foto :  chinafolio.com)

Informasi Tambahan

Menurut legenda, Zhuge Liang memiliki seorang istri bernama Huang Yueying, yang merupakan putri dari Huang Chengyuan. Nona Huang digambarkan sebagai seorang perempuan yang tidak cantik/menarik namun memiliki kecerdasan yang mampu menyetarai Zhuge Liang. Huang Yueying meninggal pada tahun 263 M.

Huang Yueying
Huang Yueying (sumber foto : http://koei.wikia.com)

Peninggalan / Warisan

Sejarah Tiongkok menceritakan bahwa selain ahli dalam strategi pemerintahan, Zhuge Liang juga dipercaya sebagai penemu roti Man Tou (馒头; steamed bun), Zhuge Nu ( 諸葛弩; repeating crossbow), Stone Sentinel Maze (八阵图) yang terletak di dekat Baidicheng, Chongqing dan Tian Deng (Kongming lantern, Chinese lantern, Sky lantern, 天燈) yang digunakan sebagai pemberi sinyal dalam kegiatan militer.

Man Tou
Man Tou (sumber foto : en.wikipedia.org)
Zhuge Nu
Zhuge Nu (sumber foto : outfit4events.com)
Stone sentinel maze
Stone Sentinel Maze (sumber foto : chinesegardenscene.com)
Kongming Lantern
Kongming Lantern (foto : ledhomepower.com)

Pepatah Bijak

1. Janganlah engkau sakit hati terhadap orang yang tidak memusuhimu, janganlah bertengkar dengan orang yang tidak bangkit melawanmu. Keahlian seorang perancang hanya dapat dilihat dengan mata seorang pakar, dan penerapan rencana perang hanya dapat dilakukan dengan strategi Sun Tzu.

2. Negara akan damai jika terbeas dari orang-orang yang tidak berguna, dan negara akan menuai keuntungan jika terbebas dari orang-orang yang tidak kompeten.

3. Jika sebuah jabatan diciptakan demi seseorang maka akan timbul kekacauan; namun jika orang dipilih untuk mengisi jabatan maka akan tercipta ketertiban.

4. Belajar itu perlu ketenangan, dan keahlian bisa diperoleh melalui proses belajar. Tanpa belajar maka kita tidak dapat mengembangkan keahlian, dan tanpa ketenangan maka kita tidak dapat menyelesaikan proses belajar.

Jika engkau malas maka engkau tidak akan mungkin melakukan penelitian secara mendalam; dan jika dirimu ceroboh maka engkau tidak mampu menguasai diri.

5. Menurut hukum kepemimpinan, seorang jenderal tidak boleh mengatakan bahwa dirinya haus sebelum anak buahnya minum; tidak boleh mengatakan bahwa dirinya lapar sebelum anak buahnya makan;

tidak boleh mengatakan bahwa dirinya kedinginan sebelum anak buahnya merasa hangat; tidak boleh mengatakan bahwa dirinya kepanasan sebelum anak buahnya memperoleh keteduhan.

Jenderal tidak boleh menggunakan kipas pada musim panas, atau mengenakan kulit pada musim dingin, atau memakai payung saat hujan. Jenderal melakukan apa yang dilakukan orang lain pada umumnya.

6. Untuk membangun pilar yang kuat, dibutuhkan pohon yang kokoh; untuk mendapatkan pejabat yang bijaksana, dibutuhkan orang yang jujur. Pohon yang kokoh ditemukan di tengah hutan rimba; dan orang yang jujur ditemukan di tengah kumpulan orang yang rendah hati.

7. Ajaran Tao tentang operasi militer terletak pada harmonisasi prajurit. Jika prajurit harmonis maka mereka akan berperang tanpa paksaan. Jika pejabat dan prajurit saling curiga maka sang petarung tidak akan muncul; jika nasehat yang bijak tidak didengar maka pikiran yang picik akan timbul.

Baca juga : Kisah Zhuge Liang

Jika kemunafikan berkembang maka meskipun engkau memiliki hikmat seorang petarung, tidak akan mampu engkau mengalahkan satu orang rakyat jelata, apalagi sekumpulan dari mereka. Itu sebabnya tradisi mengatakan bahwa operasi militer itu seumpama nyala api, jika tidak segera dipadamkan maka ia akan membakar dirinya sendiri.

Penulis : Audie Jo Ong
Diterjemahkan dari berbagai sumber

By Audie Jo-Ong

Penulis @Newport Times dan pendidik yang gemar nonton film, basket, dan minum kopi. Part-time Lecturer @Binus Business School.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?