Last Updated on 18 April 2021 by Herman Tan Manado

Setiap perayaan memiliki kisah atau latar belakangnya masing-masing. Kisah legenda Festival Musim Gugur memang cukup menarik untuk disimak. Ada banyak kisah yang menjelaskan asal usul perayaan ini. Berikut beberapa kisah yang paling tersebar secara luas di masyarakat Tiongkok dan perantauannya :

1. Chang’e dan Hou Yi – Kisah Cinta Antara Seorang Wanita Cantik dan sang Pahlawan

Siapakah sosok wanita cantik dengan bulan purnama dalam ilustrasi yang sering kita lihat ?

Legenda Chang’e terbang ke bulan

Banyak ilustrasi mengenai Festival Musim Gugur yang dapat ditemukan saat Anda melakukan pencarian dengan mesin pencari Google. Kebanyakan bergambar sosok seorang wanita cantik dengan bulan purnama.

Sang wanita biasanya dalam balutan pakaian tradisional, tampak melangkah di atas awan putih. Siapakah dia ? Dialah wanita, sosok terpenting dalam kisah cinta yang menyentuh ini.

Begini kisahnya …

Hou Yi (后羿) adalah seorang pemanah ulung. Sementara Chang’e (嫦娥) adalah istrinya.

Alkisah pada jaman dahulu terdapat 10 matahari di langit. Kesepuluh matahari ini membakar hangus seluruh tumbuh-tumbuhan yang ada di bumi. Manusia pun hidup menderita.

Pada suatu hari, Hou Yi dengan busur dan anak panahnya berhasil memanah jatuh 9 matahari. Seluruh manusia di bumi pun selamat.

Ibu ratu dari wilayah Barat menghadiahkan Hou Yi sebotol ramuan berisi obat, yang dapat memberikan kehidupan yang abadi. Ramuan ini hanya untuk satu orang saja. Meskipun Hou Yi menginginkan dapat hidup abadi, tetapi ia ingin hidup bersama Chang’e di bumi selamanya.

Oleh karena itu, Hou Yi menolak minum ramuan tersebut dan meminta Chang’e untuk menjagakan dan menyimpannya dengan aman.

Setelah berhasil memanah jatuh 9 matahari, nama Hou Yi pun semakin hari semakin banyak dikenal orang. Berduyun-duyun orang datang memohon kesediaannya untuk menjadi guru dan hampir semuanya diterima dengan baik oleh Hou Yi.

Tidak semua murid Hou Yi memiliki moral yang baik. Feng Meng (逢蒙) salah satu murid, berniat merampas ramuannya.

Suatu saat ketika Hou Yi pergi berburu bersama dengan para muridnya, Feng Meng (Pang Meng) berpura-pura sakit agar dapat tetap tinggal di rumah. Setelah memastikan Hou Yi sudah berangkat, Pang Meng mendatangi rumah Hou Yi dan memaksa Chang’e untuk menyerahkan botol ramuan tersebut.

Chang’e tahu dia tidak dapat mengalahkan Pang Meng. Agar ramuan tersebut tidak jatuh ke tangan Pang Meng, Chang’e pun segera meminumnya. Ramuan itu membuat Chang’e terbang tinggi ke langit dan akhirnya terhenti di bulan. Chang’e pun hidup abadi di sana.

Hou Yi sangat sedih ketika menerima kabar ini. Setibanya di rumah, di bawah cahaya bulan purnama ditempatkannya sebuah meja. Disiapkan beberapa hidangan di atas meja altar tersebut. Hou Yi berharap Chang’e dapat kembali pulang untuk hidup bersama dengannya.

Sejak saat itulah pada Festival Musim Gugur orang bersembahyang kepada Dewi Bulan.

Baca juga versi lengkapnya : Legenda Chang’e Terbang ke Bulan

Anak-Anak Percaya Bahwa Chang’e Masih Mendiami Bulan

Sebagian besar anak-anak di Tiongkok masih meyakini bahwa Chang’e masih hidup di bulan. Pada malam Festival Musim Gugur ketika bulan purnama bersinar terang, anak-anak akan berusaha keras mengenali sosok siluet Chang’e di bulan.

2. Wu Gang si Penebang Pohon Osmanthus (Gui Hua) – Tetapi Tak Pernah Berhasil

Bayangan Sebatang Pohon Besar di Bulan

Saat bulan purnama bercahaya di malam yang cerah, terlihat ada bayangan di bulan. Walaupun sudah terbukti secara ilmiah bahwa bayangan yang tampak di bulan sebenarnya adalah terbentuknya gunung-gunung yang dihasilkan oleh meteor, tetapi ada legenda di Tiongkok yang mengatakan bahwa bayangan itu adalah sebatang pohon besar di bulan.

Cerita rakyat Wu Gang menebang pohon Gui Hua

Begini kisahnya …

Wu Gang (吴剛) adalah manusia biasa yang menginginkan kehidupan yang abadi, tapi tidak pernah mau mencoba yang terbaik dan berusaha keras.

Kaisar Langit pun naik pitam karena kelakuannya. Sebagai hukuman, Kaisar Surga menanam sebatang pohon osmanthus (Gui Hua) yang besar di bulan, dengan ketinggian mencapai 1,665 meter (5,460 kaki).

Kemudian memerintahkan Wu Gang untuk menebangnya. Apabila Wu Gang berhasil menebang jatuh pohon tersebut, maka kehidupan abadi dapat diperolehnya.

Kali ini Wu Gang menanggapinya dengan serius dan benar-benar berusaha keras menebang jatuh pohon itu. Tetapi dia tidak pernah dapat menyelesaikan hukumannya, karena pohon osmanthus itu selalu kembali tumbuh setiap kali Wu Gang menebangnya.

Wu Gang pantang menyerah. Dari waktu ke waktu dia selalu mencoba lagi dan lagi, dan masih tetap mencoba hingga sekarang. Di malam yang cerah tampak jelas bayangan di bulan. Itulah bayangan pohon osmanthus.

Dalam versi lain, seorang pria yang bernama Wu Gang ingin diajari cara memperoleh kehidupan kekal. Dia akhirnya menemukan seorang guru di pegunungan. Saat gurunya mencoba mengajarinya ilmu2 penyembuhan, Wu menyerah setelah tiga hari.

Ketika Wu diajari bermain catur Weiqi, dia menyerah untuk mempelajarinya setelah dua hari. Ketika Wu menerima pelajaran tentang metode kehidupan kekal, dia kehilangan minat hanya dalam satu hari. Akhirnya Guru Wu Gang mengirimnya ke bulan untuk menebang pohon dari spesies yang tidak disebutkan namanya.

3. Kelinci Giok – Imbalan dari Pengorbanan Diri

Masih berkaitan dengan Festival Musim Gugur, kelinci giok (玉兔; Yùtù) juga merupakan karakter legenda yang telah tersebar secara luas. Orang2 Tiongkok meyakini bahwa kelinci giok itu adalah pendamping Chang’e di bulan, dan membantunya menumbuk adonan ramuan obat mujarab keabadian.

Cerita rakyat ini pun tersebar ke berbagai negara Asia, termasuk Jepang dan Korea, tapi dalam versi mereka kelinci ini menumbuk adonan kue beras.

Pada tanggal 14 Desember 2013, sebuah kendaraan penjelajah bulan asal Tiongkok yang dinamakan Yutu (rover) mendarat di bulan, yang merupakan bagian dari misi Chang’e 3. Wahana ini diluncurkan tanggal 1 Desember 2013 pukul 17:30 UTC, dan menjelajahi bulan selama 1.353 hari dengan menggunakan tenaga panel surya.

Begini kisahnya …

Kisah Kelinci Giok (Yutu) yang mengorbankan dirinya

Tersebutlah tiga ekor binatang yang hidup di hutan : rubah, kelinci dan kera.

Pada suatu hari, Kaisar Langit bermaksud menguji kebajikan dari ketiga binatang tersebut. Turunlah Kaisar ke bumi dengan mengubah penampilannya menjadi seorang lelaki tua.

Kaisar berkata “Saya dengar kalian bertiga bersahabat baik, maka saya pun datang untuk menemui kalian. Saya sangat lapar. Apa yang dapat kalian berikan?”

“Tunggulah di sini. Kami akan segera kembali dengan membawa makanan.” Kemudian ketiganya pun pergi memisahkan diri untuk mencari makanan.

Rubah berhasil menangkap seekor ikan di sungai; kera berhasil memetik buah dari hutan; tetapi kelinci tidak mendapatkan apa-apa dan kembali dengan tangan kosong.

Lelaki tua berkata “Sepertinya kalian tidak bersatu dan bekerja sendiri-sendiri. Kalian berdua menepati janji dan kembali ke sini membawakan makanan. Tetapi kelinci tidak membawa apa-apa.”

Kelinci merasa sangat sedih. “Tolong bantu saya mendapatkan sedikit kayu bakar. Saya akan memasak untuknya,” demikian kata kelinci kepada rubah dan kera.

Setelah mereka membuat api dari kayu bakar, kelinci berkata “Maafkan, saya tidak dapat memenuhi janji. Tetapi saya dapat menyerahkan diri saya. Makanlah saya” dan kelinci pun melompat ke dalam kobaran api.

Kaisar Surga merasa sangat terharu. Ia memungut tulang si kelinci dan berkata, “Saya sangat tersentuh. Untuk menghargai pengorbanannya, saya akan membebaskannya pergi ke Istana Bulan, agar setiap orang selalu bisa melihatnya untuk selama-lamanya.”

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?