Last Updated on 12 July 2021 by Herman Tan

Sebagai Negeri dengan kebudayaan tertua di dunia yang masih bertahan hingga saat ini, Tiongkok memiliki banyak warisan intelektual serta para cendekiawan yang menjadi pionir ilmu pengetahuan, tak terkecuali dalam bidang kedokteran.

Di masa kuno, terdapat 4 orang tabib legendaris yang dikenal sebagai ‘dokter Dewa’, karena bakat dan kemampuan luar biasa mereka dalam mengobati para pasiennya. Mereka adalah Bian Que, Hua Tuo, Sun Simiao, dan Li Shizhen.

1.Bian Que (扁鹊)

tabib Bian Que

Bian Que (401 – 310 SM?) adalah dokter termasyhur paling awal, memiliki marga Qin dan nama asli Yueren. Beliau lahir di Bohai (sekarang desa Renqiu di provinsi Hebei) dan hidup di masa Negara-Negara Berperang (770 – 221 SM).

Menurut catatan sejarah, Bian Que memiliki kekuatan indra melebihi kemampuan indra manusia pada umumnya, dan dapat melihat menembus tubuh manusia. Ia adalah pionir diagnosis dengan memeriksa denyut pembuluh jantung.

Di usia kanak-kanak, beliau belajar ilmu pengobatan tradisional Tiongkok dari seorang tabib tua di desa, yang bernama tabib Changsang. Ia menguasai metode diagnosis dan teknik pengobatan dari tabib Changsang.

Karena kebaikan hati dan semangat Bian Que, konon tabib tua tersebut tidak hanya mengajarkan ilmunya, tetapi juga kemampuan supranaturalnya sebagai hadiah untuk Bian Que.

Tekad dalam menguasai ilmu kedokteran menjadikannya sebagai dokter termasyhur di masanya, sekaligus merupakan perwakilan dari para ahli pengobatan di masa pra dinasti Qin (sebelum 221 SM). Beliau dapat mendiagnosis penyakit dengan akurat, mengobati pasien secara ajaib dan bahkan menghidupkan orang yang sudah mati!

Semua orang sangat menghormati beliau sebagai dokter ajaib legendaris dan memanggilnya Bian Que.

Tidak hanya itu, Ia juga sangat kompeten di beberapa penyakit ilmu kedokteran, seperti penyakit dalam, bedah, ginekologi, pediatrik, mata dan THT (telinga, hidung dan tenggorokan). Setelah terkenal, beliau berkeliling ke berbagai kerajaan untuk mengobati penyakit dan mengurangi penderitaan banyak orang.

Bidang pengobatannya seringkali berubah dari daerah ke daerah. Saat praktek di daerah Handan, Ia mendengar bahwa kebanyakan pasiennya di sana adalah perempuan, maka ia bekerja sebagai ‘Dokter Daixia’ (spesialis ginekologi).

Saat ia melewati Luoyang, ia melihat banyak pasiennya yang sudah lanjut usia, maka ia bekerja sebagai dokter yang mengobati penyakit yang biasa diderita orang tua, seperti masalah telinga atau mata.

Begitupun ketika Ia melewati Xianyang, ia menjadi spesialis anak untuk masyarakat kerajaan Qin sebagai prioritas utama pekerjaannya.

Dalam prakteknya, ia telah menggunakan teknik-teknik diagnosis “modern” yang sangat komprehensif dalam pengobatan tradisional Tiongkok, seperti 4 metode diagnostik : observasi, auskultasi dan olfaksi, interogasi, pemeriksaan denyut dan palpasi.

Bian Que menyebut teknik tersebut sebagai “Wangse (mengamati warna pasien), Tingsheng (mendengar suara), Xieying (menggambarkan gejala primer), dan Qiemai (merasakan denyut)”. Teknik pengobatan yang diterapkannya bervariasi, dari mulai akupunktur, memberi obat, bedah, dan lain sebagainya.

Salah satu cerita terkenal tentang Bian Que adalah ketika ia berkunjung ke Negeri Cai dan memeriksa penyakit Raja di sana. Tapi sang Raja malah tidak merasakan gejala apapun, sehingga mengira bahwa Bian Que adalah seorang penipu, hingga akhirnya ia pun mati.

Cerita ini menjadi asal usul idiom chengyu 讳疾忌医 (pinyin : Huìjíjìyī), yang berarti “menyembunyikan penyakit seseorang dan menolak berkonsultasi dengan dokter”. Idiom ini menggambarkan seseorang yang ragu-ragu mengakui kesalahan dan kekeliruan mereka.

Bian Que memiliki 9 murid dalam hidupnya yang berkontribusi untuk mewarisi ilmu dan kemampuan pengobatannya dari generasi ke generasi.

Sampai ke masa dinasti Han (206 SM – 220 M), pekerjaan2 nya yang terdokumentasikan dengan baik terdiri dari 9 bab Kitab Penyakit Dalam, 12 bab Kitab Penyakit Luar, 13 bab Resep Bian Que yang disetujui oleh Kaisar Kuning Pertama, dan lain sebagainya.

Kitab Kedokteran Lengkap Dinasti Han, Kitab Kedokteran untuk Penyakit-Penyakit Sukar, adalah buku-buku yang di kompilasi berdasarkan kompetensi pengobatan Bian Que, khususnya pengetahuannya tentang pemeriksaan denyut nadi.

Banyak sekali teori dasar kedokteran tradisional Tiongkok yang berperan besar dalam pelayanan kesehatan masyarakat, berasal dari pengetahuan Bian Que.

Namun, bakat Bian Que juga menimbulkan iri hati pada seseorang yang tidak menyukainya. Konon ketika Bian Que mengunjungi Negara Qin, beliau dibunuh oleh seorang pembunuh bayaran yang dikirim oleh dokter kekaisaran Qin bernama Li Xi.

Pada tahun 2013, di wilayah pegunungan Laoguan yang terletak di Chengdu, Sichuan, para arkeolog menemukan 920 bilah bambu, yang berisi metode diagnosis berusia 2000 tahun, dan telah dikonfirmasi oleh para ahli sebagai kumpulan hasil studi medis yang ditulis Bian Que dan para muridnya!

2.Hua Tuo (华佗), Sang Dewa Pengobatan

tabib Hua Tuo

Hua Tuo (145 – 208?) memiliki nama asli Yuanhua juga sering dipanggil Fu. Beliau lahir lahir di Kabupaten Qiao (sekarang wilayah Anhui) pada awal abad ke-2 masehi dan wafat sebelum tahun ke-13 pada masa pemerintahan Jian’an (208 M).

Hua Tuo adalah ilmuwan kedokteran berbakat dan menonjol di masa Dinasti Han Timur (25 – 220 M), khususnya dalam praktek bedah menggunakan anestesi.

Ia merupakan sosok dokter yang profesional, kompeten dalam penyakit dalam, bedah, ginekologi, pediatrik, dan lain sebagainya. Namun bakatnya yang paling luar biasa adalah bedah. Ia pernah menggunakan Ma Feisan (salah satu jenis obat bius) untuk keperluan bedah, yang dikenal sebagai anestesi umum paling awal dalam sejarah medis dunia.

Selain itu, Hua Tuo dianggap sebagai perintis praktek bedah di Tiongkok, dan dijuluki sebagai tabib setengah Dewa. Hingga kini, para dokter yang berbakat di dunia seringkali dijuluki sebagai “reinkarnasi tabib Hua Tuo”.

Saat beliau masih muda, Ia belajar di kota Xuzhou, Provinsi Jiangsu. Walaupun berbakat di berbagai bidang (tidak hanya kedokteran) dan sangat menonjol, beliau menolak keputusan dari kekaisaran untuk bekerja sebagai pejabat kekaisaran, dan lebih memilih untuk menjalani praktek kedokterannya bagi rakyat biasa.

Untuk waktu yang sangat lama, beliau telah berkunjung ke banyak tempat, seperti Anhui, Shandong, Jiangsu, Henan, dan provinsi lainnya. Ia sangat dihormati dan dicintai oleh rakyat.

Di tahun-tahun terakhirnya, seorang pejabat di era Tiga Kerajaan (Sam Kok), Cao Cao memanggilnya ke Xuchang di Provinsi Hannan untuk mengobati gejala masuk angin di kepalanya.

Tidak ingin bekerja sebagai dokter pribadi Cao Cao, Ia mencari alasan untuk izin pergi dan pulang ke rumahnya. Dia menolak beberapa kali undangan untuk kembali ke Xuchang, sehingga membuat Cao Cao marah. Akhirnya Cao Cao menemukan alasan untuk membunuhnya.

Hua Tuo menyarankan pengobatan penyakit melalui olahraga. Ia berpendapat bahwa olahraga fisik adalah kunci untuk memperkuat tubuh, dan pergerakan tubuh dapat melancarkan sirkulasi darah dan metastasis.

Ia juga menggunakan gerakan 5 macam hewan yang dinamakan Wu Qin Xi (五禽戏), yang diciptakannya untuk mencegah penyakit dan bermanfaat untuk kesehatan manusia.

Baca juga : Kisah Tabib Hua Tuo, Sang Dewa Pengobatan

3. Li Shizhen (李时珍)

tabib Li Zhizhen

Li Shizhen (1518 – 1593), yang memiliki nama asli Dongbi, juga disebut Binhushanren (Orang Gunung dekat Danau) di akhir usianya. Ia berasal dari Jiazhou (sekarang Distrik Jichun, Provinsi Hubei) pada masa dinasti Ming (1368 – 1644). Kakeknya adalah seorang dokter, dan ayahnya Li Yanwen juga dokter terkemuka yang berpraktek di desa lokal.

Di masa kanak-kanaknya, Li Shizhen mulai membaca kitab-kitab medis klasik secara terstruktur. Saat ayahnya keluar menuju rumah pasien, ia selalu ikut untuk membantu mengobati penyakit dan menulis resep.

Namun kelas sosial seorang dokter pada masa itu sangat rendah, sehingga Li Yanwen tidak berharap putranya mengikuti jejaknya menjadi dokter, dan lebih mendorongnya untuk ikut ujian kekaisaran. Untuk persiapan ujian itu, ia membawa putranya belajar pada Gu Riyan, seorang kandidat sukses dalam ujian kekaisaran.

Gu Riyan memiliki koleksi buku-buku literatur kenegaraan yang lengkap, sehingga Li Shizhen berkesempatan untuk membaca banyak buku klasik yang langka.

Masing2 di usia 17, 20 dan 23, Li Shizhen pergi ke Wuchang (saat ini Hubei) untuk ikut ujian kekaisaran di tingkat provinsi, namun gagal berkali-kali; hingga akhirnya dia menyerah dan memutuskan mengikuti jejak ayahnya untuk menjadi dokter.

Ia pun memutuskan untuk mendalami ilmu kedokteran, mengembangkan teknik yang dipelajari dari leluhurnya.

Dia tidak hanya memiliki kemampuan pengobatan yang baik, tapi juga memiliki etika medis yang tinggi dalam prakteknya. Sehingga dengan kombinasi keduanya, beliau meraih gengsi & pengakuan tinggi hanya dalam beberapa tahun atas profesinya.

Secara khusus, keberhasilan pengobatannya terhadap penyakit aneh pada anak-anak yang disebut “kecanduan cacing” di keluarga bangsawan Chu, membuat reputasinya naik dengan cepat, sehinga dipekerjakan oleh keluarga bangsawan itu sebagai “Fengcizheng” (gelar resmi), dan bertanggung jawab di “Liangyisuo” (Kantor Dokter Hebat).

Setelahnya itu, beliau direkomendasikan ke rumah sakit kekaisaran di Beijing sebagai dokter kepala. Walaupun begitu, beliau tidak tertarik dan mengundurkan diri dengan alasan sakit setelah bekerja belum sampai setahun.

Ada sebuah pepatah kuno yang menggambarkan kemampuan luar biasa seorang dokter, yaitu 起死人, 肉白骨 (qi si ren, rou baigu), yang artinya “Membangunkan yang mati, menumbuhkan daging dari tulang”. Dalam satu legenda, Li membuktikan kalau pepatah ini memang benar adanya.

Ketika suatu hari, saat Li Shizhen sedang berjalan-jalan, ia melihat sekelompok orang mengangkut sebuah peti mati. Ia memperhatikan ada darah yang mengalir keluar dari peti, dan mayat di dalamnya masih dan segar. Ia yakin bahwa orang di dalam peti itu belum benar-benar meninggal.

Ia meminta para pengangkut peti itu untuk membuka peti dan ia melihat bahwa jasad di dalamya adalah tubuh seorang perempuan hamil. Lalu ia memijat tubuh perempuan itu dan memasang jarum di dekat jantungnya. Kemudian secara ajaib, perempuan itu terbangun, dan tak lama kemudian ia melahirkan seorang bayi laki-laki.

Sebenarnya perempuan itu sedang mengalami keadaan koma, tapi orang-orang di masa itu sangat terkagum dengan kejadian yang menunjukkan kemampuan hebat dokter itu.

Dalam prakteknya, Li Shizhen menemukan banyak kesalahan, pengulangan dan penghilangan pada buku-buku kedokteran yang sudah ada.

Karena merasa bahwa itu menjadi masalah besar yang mempengaruhi kesehatan dan hidup pasien, beliau memutuskan untuk mengkompilasi berbagai buku kedokteran sehingga menjadi lebih komprehensif lagi, dimana Ia memulai proyek ini di usianya yang ke-34.

Untuk melengkapi pengalaman dan pencapaian yang sebelumnya, Ia belajar secara luas dari petani tanaman obat, penebang kayu, pemburu hewan, nelayan dan pekerja kasar. Ia juga melakukan mendaki gunung di tempat yang jauh untuk mengamati dan mengumpulkan berbagai jenis contoh tanaman, hewan, batuan mineral dan lain sebagainya.

Ia menggali pengetahuan tentang tanaman2 herbal sendiri, serta mencobanya pada diri sendiri untuk mengetahui khasiat obat tersebut.

Setelah 27 tahun proyeknya, dengan referensi lebih dari 800 jenis literatur dan buku Jingshi Zhenglei Beiji Bencao (kitab materia medica) oleh Tang Shenwei pada masa dinasti Song (960-1279), beliau akhirnya menyelesaikan pekerjaan monumentalnya dalam farmasi.

Penambahan kitab kedokteran di tahun ke-6 kekaisaran Wanli dari dinasti Ming (1578) pada usia 60, setelah Ia melakukan riset, kompilasi, revisi, dan penambahan2 dari pendapat pribadi/pengalamannya, Li Shizhen akan selalu terkenang akan kontribusinya dalam dunia kedokteran tradisional Tiongkok.

Baca jugaAn Gong Niu Huang Wan (安宫牛黄丸), Obat Cina Legendaris Tionghoa

4. Sun Simiao (孙思邈), Sang Raja Pengobatan

tabib Sun Simiao

Sun Simiao (581 – 682) adalah seorang dokter Tiongkok luar biasa. Beliau juga seorang pelajar dan penulis di masa dinasti Tang awal (618). Ia juga dikenal sebagai “Raja Pengobatan” (Yaowang).

Sun Simiao telah menemukan metode spesialis ginekologi, pediatrik dan geriatrik (pengobatan lanjut usia) tradisional Tiongkok sebagai pengobatan yang menggunakan pendekatan individual.

Lahir pada tahun 581 di Huayuan (Jingzhao sekarang), Ia sering sakit-sakitan di masa kecilnya. biaya pengobatannya yang tidak sedikit membuat keluarganya jatuh miskin.

Situasi itu membuatnya terdorong untuk belajar ilmu kedokteran. Ia juga mempelajari ajaran Tao, Konfusian dan Buddha, menguasai kitab-kitab klasik di usia 20 tahun dan mulai terkenal karena kemampuan pengobatannya.

Sun Simiao menulis ensiklopedia medis paling awal di Tiongkok, seperti Essential Formulas for Emergencies [Worth] a Thousand Pieces of Gold (Beiji Qian Jin Yao Fang) yang mencatat sekitar 5,300 resep obat; dan Supplement to the Formulas of a Thousand Gold Worth (Qian Jin Yi Fang) yang mencatat sekitar 2,000 resep obat.

Setiap buku terdiri atas 30 volume.

Selain itu, ia juga dikenal dengan esai nya yang berjudul “Kualitas Mutlak Dokter Hebat” yang juga disebut “Sumpah Hippokrates Tiongkok”. Pernyataan ini ditemukan di bab pembuka 2 buku yang tadi disebutkan.

Hingga saat ini, sumpah Hippokrates versi Sun Simiao ini masih dibaca dan dijalankan oleh dokter-dokter Tiongkok, bahkan oleh dokter-dokter luar Tiongkok :

♦ Bunyi dari “Kualitas Mutlak Dokter Hebat : Sumpah Dokter Sun Simiao” adalah sebagai berikut :

1. Saat saya pergi untuk mengobati suatu penyakit, terlebih dahulu saya harus menenangkan pikiran dan menguatkan tekad saya.

2. Saya tidak boleh mengejar ambisi sia-sia, tapi harus mendahulukan mengembangkan sikap welas asih.

3. Saya bersumpah akan membebaskan semua makhluk hidup dari penderitaan mereka.

4. Jika siapapun datang pada saya karena sakit atau dalam kesulitan lainnya, saya akan menolong mereka, tak peduli apakah mereka berkuasa atau orang biasa,orang kaya atau orang miskin, orang tua atau orang muda, cantik/tampan atau buruk rupa.

5. Musuh, saudara, sahabat, bangsa Tiongkok ataupun bangsa barbar, orang bodoh atau orang bijak, semuanya sama bagi saya. Saya akan menganggap mereka semua saudara dekat, atau yang saya cintai, atau merasakan seolah saya sendiri yang sakit.

6, Saya tidak boleh mengkhawatirkan hidup saya, kekayaan atau kemiskinan saya. Tujuan utama saya adalah menolong hidup orang lain.

7. Saya tidak boleh bersembunyi di gunung. Siang atau malam, panas atau dingin, lapar, haus dan lelah, saya akan tetap pergi sendiri untuk memberikan pertolongan. Jika saya bersikap seperti ini, mungkin saya akan menjadi dokter hebat untuk orang-orang sakit. Jika saya bersikap sebaliknya, saya tidak lebih baik dari seorang pencuri yang hebat bagi orang-orang yang hidup.

8. Orang-orang terlalu sering memandang jijik pada mereka yang menderita hal-hal yang keji, seperti bisul dan diare. Tapi saya harus tetap bersikap welas asih, dengan rasa peduli dan simpati. Dokter yang hebat tidak boleh menolak mereka.

9. Saya tidak akan berbangga atas reputasi saya. Saya tidak akan memojokkan dokter lain untuk menaikkan reputasi saya.

10. Saya harus memenuhi tanggung jawab dan takdir saya sebagai dokter, sampai saya tidak bisa memenuhi semuanya lagi, atau sampai akhir hayat saya.

Dalam banyak hal, pemikiran Sun Simiao adalah produk ajaran Konfusius, Tao dan Buddha. Contohnya adalah pemikirannya tentang sikap welas asih untuk semua makhluk hidup adalah bagian dari ajaran Buddha.

Dalam buku “Essential Formulas for Emergencies [Worth] a Thousand Pieces of Gold” ia menulis : Saat mencintai kehidupan diutamakan, manusia dan hewan semuanya sama. Oleh karena itu saya tidak menganjurkan penggunaan makhluk hidup sebagai obat atau media pengobatan.

Pengecualian terhadap lintah dan lalat besar, karena mereka sudah mati lebih dulu sebelum sampai ke pasar, sehingga masih diizinkan untuk digunakan sebagai obat. Untuk telur ayam, kita harus menggunakannya seperti ini : sebelum telurnya menetas, masih bisa digunakan untuk keperluan sangat darurat.

Tapi sebaiknya jangan membebani diri sendiri dengan ini. Menghindari menggunakan telur ayam adalah simbol kebijaksanaan luar biasa, tapi tidak perlu dipaksakan.

Ia juga menunjukkan pemikiran Taoisme dalam menolak pujian dari orang lain.

Ia menulis : saat sikap seseorang menunjukkan kebaikan dengan jelas, manusia sendirilah yang akan memberi ganjarannya. Saat sikap seseorang menunjukkan kejelekan dengan jelas, manusia sendiri juga yang akan memberi hukumannya.

Tapi jika manusia melakukan kejahatan dengan diam-diam, maka hantulah yang akan menghukumnya. Saat kita membandingkan alternatif ini dan ganjaran yang akan diberikan setelah kehidupan ini dan semasa hidup, bagaimana bisa kita tahu kalau kita mengambil keputusan yang salah?

Ideologi Konfusius juga ditunjukkan dalam berbagai aspek tentang karakteristik baik yang dibutuhkan oleh seorang dokter.

“Di rumah pasien, dokter harus berbicara dengan sopan dan tidak menuntut makanan dan minuman enak”. Dimanapun nyawa seseorang sedang berada di ujung tanduk, tidak ada yang boleh bersikap ceroboh ataupun hanya mengandalkan kemampuan atau superioritas seseorang, dan setidaknya simpan saja reputasi sendiri dalam kepala sendiri, karena hal itu tidak akan sebanding dengan tuntutan untuk bersikap manusiawi.”

Sun Simiao mengobati salah satu pasiennya (mungkin) di Gunung Wutai

Sun Simiao juga tidak terlepas dari perasaan ironis pribadi ketika dia menulis tentang sikap dokter yang sombong tentang keterampilan mereka sendiri.

“Seseorang yang secara tidak sengaja menyembuhkan penyakit, berjalan dengan kepala terangkat, menunjukkan kesombongan dan menyatakan bahwa tidak ada seorang pun di seluruh dunia yang bisa mengukur dirinya.” … “Dalam hal ini semua dokter jelas tidak dapat disembuhkan.”

Ketika dia menulis “semua dokter “mungkin dia juga menunjuk pada dirinya sendiri? 

Terakhir, Sun Simiao menempatkan penyebab dan pengobatan penyakit berdasarkan konteks sosial dan spiritual. Ia menekankan perlunya dokter untuk memahami hubungan antara seni pengobatan dan pencerahan dalam diri mereka, serta masyarakat dimana ia dan pasiennya tinggal.

Ia percaya bahwa pemahaman dapat membantu pengobatan yang efektif, sebagaimana sang dokter dikenal dan meraih hubungan lebih dalam dengan peran mereka untuk menyembuhkan pasien mereka. Ini adalah dasar dari kode etik dokter yang dicetuskannya.

Selain kode etik kedokteran, ada beberapa hal lainnya yang menjadi kontribusi Sun Simiao dalam kesehatan :

1. Penyakit gondok di daerah pegunungan dapat diobati oleh rumput laut (yang mengandung iodin) atau ekstrak kelenjar tiroid domba dan rusa (kegunaan iodium sudah diketahui oleh Sun Simiao di abad ke-7 ini).

2. Penyakit rabun senja dapat diobati dengan hati domba dan lembu (kandungan vitamin A).

3. Penyakit beriberi dapat diobati dengan beras kasar yang mengandung vitamin B (fakta ini baru diketahui oleh bangsa Eropa pada tahun 1642, sekitar 1000 tahun setelah penemuan Sun Simiao).

Sun Simiao juga memberikan kontribusi dalam kesehatan mata dan perempuan. Di bagian awal bukunya, ia memiliki alasan kenapa resep-resep khusus penting bagi perempuan karena “para perempuan mengandung, melahirkan bayi dan menderita kerusakan rahim”.

Dia memperkirakan bahwa penyakit yang diderita perempuan “10 kali lebih sulit diobati daripada yang diderita laki-laki, kemungkinan disebabkan oleh pengaruh energi yin (bengkak dan radang).

Menurut legenda, Sun Simiao hidup hingga usia 142 tahun. Ada dugaan bahwa umur panjangnya adalah buah dari gaya hidup sehat dan sederhananya yang memberikan efek luar biasa untuk kesehatannya.

Setelah wafat, goa yang ia tinggali di gunung Wutai untuk mengobati semua makhluk di sana menjadi tempat populer para peziarah, sehingga gunung Wutai dijuluki “Gunung Raja Pengobatan” untuk mengenang Sun Simiao.

Referensi :

2,000 Year-Old Books Written By Bian Que The Divine Healer Unearthed
Well-known Doctors of Traditional Chinese Medicine
Divine Doctors’ of ancient Chinese medicine
The Ethics of Healing – The “Hippocratic” Oath of China’s King of Medicine, Sun Simiao
Lessons from Sun Si Miao – a Chinese patron deity of physicians

By Amimah Halawati

Seorang mahasiswa pasca perguruan tinggi teknik Negeri di kota Bandung. Mojang Priangan berdarah Sunda namun memiliki minat besar dengan bahasa dan budaya Tionghoa. Pecinta buku dan senang menulis, khususnya fiksi fantasi yang bertema mitologi dan kebudayaan Tionghoa.

One thought on “Inilah 4 Tabib Legendaris Tiongkok Kuno; Hua Tuo, Li Shizhen, Sun Simiao, Bian Que”

Leave a Reply to Denis Desmanto Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?