Last Updated on 18 March 2021 by Herman Tan Manado
Pada tanggal 20 April diperingati sebagai Hari Bahasa Tionghoa yang diresmikan oleh PBB (Persatuan Bangsa Bangsa). Lalu bagaimana kisahnya mengenai legenda asal usul bahasa Tionghoa dulunya sampai yang kita kenal sekarang? Berikut dibawah ini menguraikan kisah fantastis dari asal-usul dan makna Bahasa Tionghoa.
Jari jemari yang kuat ditelusuri dari garis-garis halus, empat mata kuno berkedip heran, dan ide mengenai bentuk baru komunikasi pun mulai tumbuh. Sama seperti Dewi Nu Wa yang meniupkan kehidupan jiwa ke dalam manusia pertama. Cang Jie menciptakan bentuk tertulis dari bahasa Tionghoa yang memberikan kelahiran era baru.
Menurut legenda Tiongkok kuno, Kaisar Kuning menugaskan Cang Jie, seorang sejarawan istana, sebuah tugas yang monumental. Dialah yang menciptakan sebuah metode untuk meningkatkan pencatatan, simpul tali yang menyulitkan tidak lagi memadai untuk sebuah kerajaan baru yang besar.
Seiring legenda berjalan, Cang Jie bepergian ke pegunungan untuk merenungkan tugasnya, hingga suatu ketika ia bertemu dengan seekor kura-kura darat.
Penasaran dengan garis guratan pada cangkangnya, Cang Jie menangkapnya untuk dapat mengamati lebih dekat. Ia menemukan terdapat pola dalam guratan garis tersebut dan makna yang ada di dalam pola tersebut.
Hal ini mendorongnya untuk meneliti lebih mendalam tentang alam, makhluk dan prosesnya. Penelitian yang intens terhadap alam, menyebabkan timbulnya perkembangan tulisan piktogram, atau hieroglif, yang menyampaikan makna dari objek yang tercermin di dalamnya.
Cang Jie kemudian memilih penulisan kata ke dalam bentuk piktogram.
Disebutkan dalam legenda bahwa Cang Jie memiliki empat mata yang mampu menembus hingga kedalaman, bahkan misteri terbesar untuk melihat kebenaran. Karena kemampuan luar biasa ini, ia diyakini memiliki kebijaksanaan yang dititiskan.
Bahkan namanya pun memiliki arti khusus. Kaisar Kuning sangat terkesan dengan kerja keras Cang Jie pada bahasa tertulis, sehingga diberikan padanya sebuah nama khusus sebagai penemu, sebuah nama keluarga yang cukup langka. Komposisi aksara nama keluarga tersebut bermakna “orang di atas raja” (yang berada di atas massa).
Dari Naskah Tulang Orakel, Hingga Pengkodean Komputer
Meskipun tidak ada artefak piktograf asli dari Cang Jie, bentuk-bentuk aksara awal ditemukan dalam bentuk torehan atau guratan pada tulang dan kepingan cangkang yang digunakan sebagai kitab ramalan dan tertanggal sekitar tahun 1200-1046 Sebelum Masehi (selama pemerintahan Dinasti Shang).
Tulisan-tulisan ini disebut Naskah Orakel Tulang (orakel atau oracle, bermakna orang bijak yang memberikan ramalan yang didapat dari Ilahi), atau “tulisan cangkang – tulang”.
Seiring berjalannya waktu, aksara tersebut berkembang melalui serangkaian revisi yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi pembelajaran dan penulisan bahasa Tionghoa.
Bentuk-bentuk penulisan generasi selanjutnya antara lain, naskah Perunggu, Segel, Juru Tulis, Latin (semi-kursif), Regular (standar), dan Rumput (kursif).
Dalam sejarah terkini, sistem penulisan aksara tersebut telah dimodifikasi lebih lanjut dari bentuk aksara tradisional (Zhèng Tǐ), atau bentuk yang rumit, menjadi bentuk yang telah disederhanakan (Jiǎn Tǐ).
Hari ini, aksara Tiongkok yang ditulis tangan dalam berbagai gaya kaligrafi atau dicetak berdasarkan sejumlah metode masukan data yang dikembangkan untuk mesin ketik dan kemudian komputer. Salah satu metode software yang paling populer, terutama untuk input aksara tradisional, disebut Cangjie.
Hari Bahasa Tionghoa PBB
Seberapa pentingnya si legendaris Cang Jie?
Aksara Tiongkok dianggap sebagai “mutiara” dari budaya Tiongkok dan representasi yang paling akurat dari kedalaman dan makna bahasa Tionghoa.
Mereka juga dilihat sebagai catatan abadi sejarah yang menakjubkan dari masyarakat Tionghoa. Badan pendidikan dan budaya PBB, UNESCO, menetapkan Hari Bahasa Tionghoa Dunia untuk mempromosikan keragaman budaya dan multilingualisme.
Tiongkok juga merupakan salah satu dari enam bahasa kerja dalam organisasi tersebut.
Pada 20 April akhirnya dipilih, karena orang-orang Tiongkok merayakan Guyu, makna harfiahnya ‘hujan millet’, dalam perayaan tersebut mereka menghormati Cang Jie.
Perayaan Guyu, yang juga merupakan istilah dari pertanian surya, menjadi legendaris dikarenakan menyatakan bahwa ketika Cang Jie menciptakan aksara Tiongkok, maka rahasia surgawi telah terungkap.
Hal ini membuat para Dewa dan roh menangis, air mata mereka dianggap sebagai tetesan millet (merupakan sejenis tanaman serealia yang memiliki bulir berukuran kecil) dari langit.
Semua dimulai dari penemuan Cang Jie yang terinspirasi dari bentuk guratan sederhana cangkang kura-kura, hingga mengarah ke dalam bentuk baru komunikasi yang akan mengubah seluruh budaya, budaya yang diilhami oleh Ilahi, selamanya.
Sumber : erabaru.net