Last Updated on 16 May 2021 by Herman Tan

Perempuan etnis Tionghoa merupakan target paling lemah dan yang paling mudah dicari, karena selain menyandang ciri fisik yang mencolok (ras asia timur), mereka menyandang triple minority : Perempuan, Tionghoa, dan Non muslim.

Diperkirakan terdapat ratusan perempuan etnis Tionghoa menjadi korban pelecehan seksual dan perkosaan yang terjadi di rumah atau toko mereka sendiri. Sudah begitu, ruko mereka pun ikut dijarah dan dibakar pada tanggal 13 s/d 15 Mei 1998 silam di Jakarta dan sekitarnya.

Baca juga : Kerusuhan Mei 1998 : Inilah Harga Yang Harus Dibayar Oleh Etnis Tionghoa di Indonesia!

Begitu biadabnya para pelaku fankui ini. Mereka seolah sudah tidak memiliki rasa perikemanusian sedikit pun.

Korban perempuan etnis Tionghoa pada kerusuhan Mei 1998 di Jakarta tak hanya dilecehkan atau diperkosa, tapi ada pula yang setelah diperkosa, lantas dicekik hingga mati! Bahkan terdapat beberapa kasus temuan korban yang dimutilasi dan dibakar. Rentang usia para korban pun cukup lebar, mulai 13 hingga 72 tahun.

Sebagian besar korban perkosaan mengalami gangguan jiwa yang serius. Tidak sedikit dari mereka yang memilih untuk melepas kewarganegaraannya; mengungsi / mencari suaka ke Negara tetangga, seperti Malaysia, Singapore, Taiwan, Hongkong, Australia dan Selandia Baru, untuk mencari kehidupan yang baru dan aman.

Mengingat para korban perkosaan Mei 1998 sangat trauma dan ketakutan untuk mengungkapkan peristiwa yang menimpa mereka, maka TIM RELAWAN bersikap pro aktif dengan mencari para korban, mengunjungi rumah sakit dan membuka layanan telepon hotline. Sejauh ini, tim sudah mengidentifikasi sekitar 1333 kasus.

Setiap harinya, sekitar 25 perempuan korban perkosaan menelepon nomor hotline tersebut. Tidak mudah bagi mereka untuk berani bersuara, mengingat hal tersebut dianggap aib oleh keluarganya, yang tidak perlu diumbar ke orang lain.

Baca juga : Peristiwa Mei 1998 di Jakarta; Titik Terendah Sejarah Etnis Tionghoa di Indonesia

A. Beberapa Kasus (Pola) Perkosaan yang Ditemukan Tim Relawan

Ita Martadinata, korban kasus perkosaan Mei 1998. Ybs dibungkam seminggu sebelum keberangkatannya, ketika akan memberikan kesaksian di kongres PBB, oktober 1998.

Baca juga : Teror Kasus Ita Martadinata : Kenapa Perkosaan Perempuan Tionghoa Mei 1998 Jarang Dilaporkan?

Sejumlah kasus pelecehan seksual dan perkosaan terhadap kaum Tionghoa, telah berhasil diidentifikasi oleh kelompok relawan dari berbagai LSM. Salah satunya dituturkan oleh Ita Fatia Nadia (koordinator / direktur LSM Kalyanamitra).

1. Ketika para pegawai kantoran pulang pada sore hari, mereka umumnya naik kendaraan bis. Para oknum yang telah berada di dalam bis, mencoba memilah penumpang. Para penumpang bis yang kedapatan berciri fisik perempuan Tionghoa diturunkan.

Mereka digiring ke pinggir jalan dan di pilah-pilah lagi. Mereka disuruh / dipaksa untuk membuka baju. Yang dianggap berparas cantik diperkosa. Sedangkan yang berparas tidak begitu cantik disuruh berjalan telanjang.

2. Kasus berikutnya, sejumlah perempuan Tionghoa yang entah diambil dari mana, secara ramai-ramai ditelanjangi di pinggir jalan, kemudian digerayangi secara kasar oleh para oknum. “Kami menemukan putingnya ada yang sampai sobek, dan seluruh badan memar”, kata Ita Nadia kala itu.

3. Ada pula kasus lainnya, seperti insiden pemerkosaan pegawai bank swasta. Sebanyak 10 orang oknum memasuki salah satu bank swasta (yang dianggap milik orang cina). Mereka menutup bank tersebut. Para pegawai perempuan yang dianggap (berciri) Tionghoa disuruh menari dengan telanjang, laiknya penari striptis.

4. Kemudian kasus lain, ada 3 anak gadis dari keluarga Tionghoa yang diperkosa. Mereka berumur 10 hingga 18 tahun, diperkosa oleh 7 orang oknum di sebuah tempat di Jakarta Utara.

5. Yang berikutnya, ada satu keluarga Tionghoa, yang kebetulan kakak perempuan tertua dari para korban, mengaku kepada Ita Nadia bahwa 2 adik perempuannya merupakan korban yang diperkosa di lantai 3 rumah mereka, oleh 7 orang pula. Setelah diperkosa, ke-2 adik perempuannya didorong ke lantai 2, dimana api telah berkobar, sehingga ke-2 adiknya tersebut meninggal.

Baca juga : Korban Mei 1998 : Mengapa Harus Perempuan Tionghoa?
Baca juga : Korban dan Pengorbanan Perempuan Etnis Tionghoa di Indonesia (Bagian I)

Tetapi ada juga kasus, yang ketika diperkosa, korban (perempuan Tionghoa) kemudian membunuh diri. Para korban ini tidak hanya diperkosa (maaf) di vagina, tetapi juga dibagian dubur. Kadang diikuti pula dengan pengrusakan kemaluan, seperti menancapkan kayu ke bagian vagina atau dubur, agar dianggap seolah-olah korban sodomi.

Itu dilakukan secara sistematis, tidak dilakukan oleh orang biasa. Secara politis, bisa dikatakan bahwa ini adalah perbuatan untuk menunjukkan :

“Kalau kamu menuntut reformasi dan demokrasi, ini adalah harga yang harus kamu bayar. Dan bagian yang harus kamu bayar adalah mengorbankan etnis Tionghoa. Dalam hal ini, perempuan dijadikan sebagai target untuk membangun sebuah teror atau ketakutan di masyarakat, untuk mengintimidasi masyarakat.

Jadi dipilihlah etnis Tionghoa (terutama perempuan) dan komunitas non Muslim, karena merekalah yang dianggap paling lemah dari struktur masyarakat”.

Tim relawan untuk kemanusian Divisi Perempuan sesungguhnya adalah tim relawan untuk kemanusiaan yang lebih besar, yang dipimpin Romo Sandyawan (rohaniwan / Anggota TGPF Kasus Mei 1998) :

“Tim sudah melakukan identifikasi korban-korban kerusuhan, yang jumlahnya mencapai 1333 orang. Hampir sebagian besar adalah orang Tionghoa. Kami sangat marah, karena perempuan dijadikan target atau obyek untuk mengintimidasi masyarakat lewat kekerasan seksual. Ini adalah state violence”, tutur Sandyawan ketika itu.

Ketika itu, Romo Sandyawan juga sudah mulai mempublikasikan beberapa data laporan, diantaranya terdapat perempuan Tionghoa yang diperkosa, lalu dilemparkan ke dalam bangunan yang tengah dilalap api, untuk menghilangkan jejak.

Baca juga : Siapakah Provokator dan Rekayasa Peristiwa Mei 1998?

B. Lantas Siapa Para Oknum Pelaku Pemerkosaan Itu?

Tampak Benardinus Realino Norma Irmawan, alias Wawan (aktivis & tim relawan) dan teman-temannya.

Baca juga : Kerusuhan Mei 1998 : “Apa Salah Kami, Sampai Harus Diperkosa dan Dibunuh?”

Suatu hari, Wawan menyambangi rumah Ita Martadinata, korban pemerkosaan Mei 1998. Ita ditemukan tewas seminggu sebelum keberangkatan.

Tak disangka, sebulan setelah Ita berpulang, Wawan pun menyusul kawannya. Jumat, 13 November 1998, Wawan tewas ditembak peluru tajam standar ABRI, mengenai jantung & paru di dada sebelah kiri (dari arah depan) saat hendak menolong rekannya yang juga tertembak.

Siapa yang membunuh mereka berdua? Wawan tewas, karena diduga telah menjadi 1 dari 5 target buruan pemerintah.

Yang terlintas di benak masyarakat Tionghoa yang awam, para pelaku pemerkosa tersebut adalah sekumpulan geng preman, atau katakanlah “Fankui”.

Namun menurut fakta, sebagian para pelaku pemerkosa tersebut adalah sekumpulan oknum yang berseragam militer, yang sudah terkoordinasi dalam mengeksekusi target.

Ini menandakan adanya keterlibatan pejabat-pejabat pemerintah Orde Baru saat itu yang memang mayoritas anti Tionghoa.

Para aktivis HAM dan berbagai organisasi wanita di Indonesia mulai mendokumentasi kasus pemerkosaan selama kerusuhan Mei 1998, yang mengakibatkan kejatuhan rezim Suharto.

Kerusuhan itu (sudah) direncanakan, dikendalikan, dan disengaja. Kami yakin kalau ini semua bukan kebetulan. Semua kegiatan mempermalukan perempuan Tionghoa ini direncanakan dan diorganisasi dengan sekasama.

Demikian kata Sita Kayam, seorang pekerja sosial yang bekerja di sebuah organisasi wanita di Jakarta, dengan nada marah. Diperkirakan terdapat ratusan perempuan Tionghoa telah diperkosa selama 3 hari kerusuhan terjadi.

Menurut dokumentasi, para korban yang mayoritas masyarakat etnis Tionghoa itu mengatakan bahwa pemerkosa mereka itu kebanyakan mengenakan seragam. Para pemerkosa itu mengatakan, “Sekarang giliran kamu, karena kamu Cina dan bukan Muslim!”, demikian menurut penuturan seorang korban, menurut psikolog Yayasan Kalyana Mitra.

Sebagian korban telah mengadu ke tim relawan. “Saat rumah saya terbakar, kami menyelamatkan diri ke halaman. Saat itu datang beberapa laki-laki pribumi. Mereka mengenakan kaos dan celana seragam. Mereka membanting saya ke tanah, lalu satu per satu dari mereka memperkosa saya.” tutur Helen Chang (44), dengan suara bergetar.

Dengan tanpa daya, dia turut melihat bagaimana ke-3 anak perempuannya ikut diperkosa.

Berikut foto2 korban perkosaan Mei 1998 (Disclaimer! Konten mengandung unsur kekerasan, pembaca harap bijaksana!) :

Korban perkosaan perempuan tionghoa Mei 1998
Korban perkosaan perempuan tionghoa Mei 1998
Pemerkosaan Perempuan Amoi di Jakarta Saat Insiden Mei 1998 (ext.link)
Para Pelaku Berseragam Memperkosa Gadis Amoi Tionghoa Saat Insiden Mei 1998 (ext.link)

Para pekerja sosial di berbagai psikologi dan organisasi wanita sama-sama mendapatkan gambaran yang cukup serupa. Sekitar 90% korban perkosaan adalah etnis Tionghoa. Mereka diperkosa selang 13–15 Mei 1998; ada juga yang diperkosa pada 18–19 Mei 1998.

Menurut para korban yang berani melapor, para pelaku berpotongan rambut ala militer, dan mengenakan atribut dari pakaian seragam militer. Mereka muncul dalam bentuk beberapa kelompok kecil.

Para psikolog di pusat-pusat pertolongan untuk korban perkosaan berusaha susah payah, agar para korban yang trauma mau berbicara. “Wanita-wanita paruh baya dan gadis-gadis perawan korban perkosaan mengalami perlakuan yang sangat kasar, dan mereka takut para pelaku datang membalas dendam.” kata Rita Kolibonso, dari organisasi wanita Mitra Perempuan.

Rentang usia para korban, mulai 13 tahun hingga 72 tahun.

Para pelaku pemerkosaan tampaknya tahu bahwa suatu penyelidikan atas kasus perkosaan ini tengah dimulai. Romo Sandyawan, salah satu tim relawan / aktivis, perwakilan dari badan sosial Katholik di Jakarta, mendapat kiriman paket yang berisi sebuah granat tangan, yang bertuliskan agar supaya dia menghentikan semua kegiatan dokumentasi.

Baca juga : Kapan Kecinaan Akan Berhenti?

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?