Last Updated on 18 April 2021 by Herman Tan

Kue Bunga Chongyang (Hanzi : 重阳花糕, pinyin : Chóngyáng huā gāo) adalah salah satu sajian populer saat Festival Chongyang atau “festival sembilan ganda” (double nine festival). Kue ini berbentuk kue kukus yang terdiri atas dua lapis dengan kacang dan biji jojoba yang diapit oleh kedua lapis kue tersebut.

Karena kue (糕) dalam bahasa Mandarin dieja ‘gao’ yang juga berarti ‘tinggi’ (高), orang-orang menganggap memanjat gunung tinggi memiliki makna yang sama dengan menikmati kue. Sebagian orang menganggap bahwa setelah menikmati kue ini dapat memberikan harapan bagi seseorang untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi.

Kue bunga Chongyang populer di masa dinasti Tang. Pada masa dinasti Song, kue ini menjadi populer di Bianjing (sekarang Kaifeng), Linan (sekarang Zhejiang), Hangzhou dan kota besar lainnya. Hingga hari ini, kebiasaan ini menyebar luas di seluruh dataran Tiongkok.

Makanan ini memiliki simbol sebagai apresiasi dan mengenang keluarga serta teman yang sudah meninggal dunia, dan juga mengingatkan tentang pentingnya nilai hubungan dalam sebuah keluarga.

Baca jugaFestival Chong Yang (Double Nine Festival)

Legenda Kue Bunga

Versi pertama dari kisah awal mula kue chongyang adalah kisah tentang Kaisar Wu dari Liu Song, atau Liu Yu (Hanzi : 劉裕, pinyin : Liúyù) yang hidup pada tahun 363–422, yang merupakan pendiri dinasti Liu Song. Sebelum Liu Yu menjadi seorang Kaisar, dia sedang merayakan Festival Chongyang di Pengcheng.

Saat ia menjadi Kaisar, ia membuat aturan agar orang-orang dapat berkuda, menembak dan menilai pasukan pada tanggal 9 bulan 9 Imlek setiap tahun. Kue Chongyang dibagikan pada pasukan.

Versi lain menceritakan bahwa seorang zhuangyuan ((状元; sarjana berprestasi di masa dinasti Ming) yang bernama Kang Hai dari Shanxi menghadiri ujian tingkat kekaisaran di bulan ketujuh. Namun ia jatuh sakit di terjebak di Chang’an (sekarang Xi’an).

Dia tidak ada di rumah ketika seseorang datang ke kampung halamannya untuk memberi tahunya berita baik itu. Kang Hai masih berada di Chang’an. Si pembawa berita bersikeras tidak mau pergi dari kampung halaman Kang Hai tanpa membawa hadiah.

Saat Kang Hai pulang, ia datang di hari kesembilan bulan kesembilan, tepat di Festival Chongyang.

Sebagai hadiah, ia memberi si pembawa berita hadiah berupa uang dan beberapa kue untuk merayakan keberhasilannya, karena saat itu sudah menjadi tradisi bagi keluarga yang anaknya mengikuti ujian akan membagikan kue pada tamu dan tetangga mereka sebagai simbol keberuntungan.

Lalu hal tersebut menjadi kebiasaan masyarakat untuk menikmati kue Chongyang selama Festival Chongyang.

九九重阳节 (Jiǔjiǔ chóngyáng jié)

Resep Kue Chongyang

A. Bahan

1. Bahan untuk adonan : tepung beras, tepung beras ketan, gula, ragi
2. Bahan untuk isian : kacang adzuki atau kacang merah, gula, perisa vanila
3. Bahan untuk hiasan : kacang tumbuk

B. Cara membuat

1. Dalam satu mangkuk masukkan 3 cangkir tepung beras, 1 cangkir tepung beras ketan, 1 sendok teh ragi, dan 1 cangkir gula.
2. Masukkan air ke dalam adonan tepung, aduk hingga menjadi pasta lunak. Jika airnya terlalu sedikit, maka kuenya akan terlalu keras dan kering setelah dimasak.

3. Tambahkan satu lapisan adonan pada piring datang, tebalnya sekitar 0.8 cm. Lapisan ini akan mengembang saat dikukus.
4. Letakkan satu lapisan pasta kacang merah di atasnya dengan hati-hati agar tidak bercampur dengan adonan di bawahnya.
5. Ulangi langkah di atas hingga mendapatkan 2-3 lapis adonan.

6. Di lapisan paling atas, taburi dengan kacang tumbuk dan biji jojoba.
7. Letakkan piring di dalam pengukus dengan api besar, kukus sekitar 20 – 25 menit.

Kue Chongyang siap disajikan. Paling cocok dinikmati dalam keadaan panas.

Referensi :

Chongyang Cake
Chongyang festival : the flower cake (Chinese steamed cake recipe)

By Amimah Halawati

Seorang mahasiswa pasca perguruan tinggi teknik Negeri di kota Bandung. Mojang Priangan berdarah Sunda namun memiliki minat besar dengan bahasa dan budaya Tionghoa. Pecinta buku dan senang menulis, khususnya fiksi fantasi yang bertema mitologi dan kebudayaan Tionghoa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?