Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan Manado

Di balik tirai pintu, si cantik memintal benang lembut. Ibu Wang di kedai teh. Keesokan hari nya Wusung pindah ke rumah Wuta. Ketika beberapa Serdadu membawa masuk Koffer dan perlengkapan tidur, Teratai emas merasakan satu kepuasan, seolah ada yang membawakan harta benda tak ternilai.

Ia tidak ingin kehilangan kesempatan, esok pagi nya ia sudah bangun pada kentongan ke enam, pada saat ipar nya menyiapkan diri untuk berangkat apel pagi ke yamen.

Dengan tangan sendiri ia menyiapkan air hangat, dan ketika akan berangkat Wusung harus berjanji akan langsung pulang setelah apel pagi selesai, untuk sarapan pagi bersama, dan di jalan jangan mampir ke tempat lain.

Pada saat sarapan pagi bersama, Wusung merasa tidak enak hati, karena dilayani minum teh oleh Teratai emas dengan telaten.

“Jadi ngak enak nih, merepotkanmu. Mulai besok aku akan menugaskan serdadu untuk melayani ku”

“Gimana sih, kok bisa mikir begitu, emang kenapa kalau aku melayani mu, kan kita keluarga! Aku juga punya si Ying’er kecil untuk untuk melayani, tapi aku tidak suka. Apalagi Serdadu mu, pasti dapur ku akan berantakan”

“Jadi harus harus menerima kebaikanmu”

Langsung setelah pindah rumah, Wusung memberikan beberapa koin perak kepada kakak nya untuk uang belanja dan ongkos tetangga bantu masak. Dengan itu Ibu Tetangga dengan senang hati menyiapkan masakan.

Wusung melihat, bahwa gengsi kakak nya Wuta menjadi agak naik di mata tetangga. Tidak lupa ia membelikan beberapa lembar kain cita pilihan untuk Kakak iparnya yang diterima dengan girang.

Dengan penuh pengabdian, tak perduli apakah pagi atau malam, setiap kali Wusung pulang dinas, Teratai emas selalu berusaha menyenangkan dan memanjakan dengan makanan yang paling enak, yang ada di dapur.

Wusung adalah orang yang sederhana, sehingga tidak merasakan rencana tertentu dibalik semua itu, dan bila pembicaraan nya sudah menjurus ke hal2 tertentu, maka ia akan pura2 tuli dan tak mengatakan apa2.

Sebulan sudah ia tinggal dirumah kakak nya, sementara itu sudah menjelang musim dingin, dan sejak beberapa hari badai nopember bertiup dari utara. Langit tertutup oleh awan tebal yang ke merah2-an, dan dengan mendadak turunlah hujan salju yang membuat suasana lebih menyenangkan.

Hujan salju turun terus menerus hingga malam. Kemana mata memandang, yang terlihat hanyalah pemandangan alam yang dihiasi warna keperak perakan. se olah2 langit dan bumi dipenuhi butiran2 beras.

Pada keesokan hari, setelah si suami pergi berjualan, ia menyuruh tetangga Wang membeli daging dan arak. Di kamar ipar nya ia sudah menyalahkan arang di pendiangan hingga membara.

‘Hari ini harus berhasil!’ kata nya, mengambil keputusan ‘ Kali ini tidak boleh ia acuh tak acuh, harus menarik perhatian nya’

Lama ia menunggu dalam kesepian yang dingin, di balik tirai menunggu nya pulang. Akhir nya, setelah jam makan siang liwat, ia melhat Wusung di jalan bersalju, di iringi oleh angin yang mengandung butiran2 kristal es. Ia menyingkap tirai kesamping.
“Dingin sekali hari ini, bukan?”

Sambil mengiakan Wusung memasuki rumah dan berganti pakaian di kamar.

Sementara itu, atas perintah nyonya majikan, si kecil Ying’rl menutup dan mengunci pintu depan dan pintu belakang. Teratai emas mulai menyiapkan beberapa mangkuk hidangan di meja kecil dalam kamar Wusung.

“lho, mana kakak ku?” ia bertanya kepada Teratai emas yang tengah sibuk menyiapkan meja makan.

“Diluar sana, masih dagang. Kita bisa makan duluan”

“Lebih baik kita tunggu ia pulang, makan kan bisa kapan saja”

kemudian Ying’rl masuk membawa satu guci arak hangat campur buah dan meletakan ke atas meja. Teratai emas menggeser tempat duduk mendekati api pendiangan. Dua kali ia sudah mengisi mangkuk untuk Wusung

“Silahkan, diminum” pinta nya menyilahkan pada Wusung.

Untuk menjaga kesopanan, Wusung menerima nya.

Teratai emas minum dan meletakan mangkok ke tiga ke hadapan Wusung. Baju nya tiba2 merosot, sehingga sebagian dari buah dadanya yang ranum muncul; sanggul nya telah di kendurkan, sebagian rambut nya jatuh terurai di pundak. Wajah nya menyimpulkan senyum nakal.

“Cerita dong, kata nya dengar2 kau punya simpanan gadis penyanyi di dekat Yamen, iyah kan?”

“Ah, siapa bilang, aku bukan orang yang begitu”

“Siapa tahu, bisa saja kau bicara tidak sama dengan yang kau pikir?”

“Kalau tidak percaya, tanya saja pada kakak ku”

“Ah, dia ngarti apa sih, hidup nya saja setengah mimpi! kalau tidak begitu, masa ia jadi tukang jualan bakpau keliling -hayo minum!”

Dan ia menuangkan 4 mangkuk arak untuk Wusung, sedangkan ia sendiri telah meminum 3 mangkuk. Dan bicara nya semakin jorok. Wusung meskipun sudah banyak menenggak arak, tapi masih sadar sembilan bagian. tidak pernah terpikir untuk mengambil kesempatan dan melakukan sesuatu yang kotor, ia menundukan kepala dan diam.

Teratai emas bangun dan pergi ke dapur untuk mengambil arak buah. Untuk mengisi waktu, Wusung menyibukan diri dengan dengan garpu besar mengatur arang agar membara lebih baik. Akhir nya Teratai emas datang kembali ke kamar. Sebelah tangan menampan arak buah, tangan lain diletakan di pundak Wusung. Dan Wusung merasakan belaian jari teratai emas yang halus

“Pakai baju tipis, apa tidak kedinginan” ia setengah melamun dan tidak memperhatikan lebih lanjut.
Teratai emas mengambil garpu pendiangan dari tangan Wusung.

” Kamu mana bisa sih, biar aku saja yang mengerjakan, supaya kau panas bagaikan garpu pendiangan”

Kemarahan nya sudah lama terpendam, tapi ia masih berusaha menahan diri. Tapi sayang itu terlewatkan oleh Teratai emas, luput dari perhatiannya. Teratai emas melempar garpu pendiangan dan menenggak arak dengan cepat dari mangkuk yang baru diisi.

“Hayo minum, bila kau punya hati” ajak nya sambil menyodorkan mangkuk yang masih setengah penuh.

Mangkuk direbut oleh Wusung dan ditumpahkan ke lantai dengan marah.

“Aku adalah lelaki jujur, bukan orang yang tidak mengerti norma kesusilaan. Sudahilah urusan ini”

Dengan muka merah membara, ia menelan celaan, lalu memanggil pelayan masuk untuk bersih2.

“Aku cuma bercanda” akhir nya ia berkata, ” Siapa yang tahu, kalau kau menanggapi nya begitu sungguh2!”

Dan membalikan tubuh menghilang ke dapur. Teratai emas telah menyadari,bahwa ia tidak dapat menjerat iparnya Wusung. Malah sebaliknya ia mendapat celaan yang keras. Wusung sendiri duduk di kamar dengan muka masam dan berpikir mencari jalan keluar.

Menjelang sore Wuta pulang kerumah ditengah derasnya hujan salju.

“Kamu ribut dengan siapa?” ia bertanya, karena melihat matanya memerah dengan linangan air mata. Lalu ia menceritakan pada suaminya tentang kejadian tadi siang dengan Wusung, dan tentu saja menurut versinya sendiri.

“Seperti biasa, bila Wusung pulang dinas, ia selalu menyediakan makananan hangat dan minuman, tetapi entah kenapa hari ini ia mengatakan hal2 yang tidak senonoh, boleh kau tanya pada Ying’rl, ia bisa bersaksi.”

“Ah masa sih, kakakku bukan orang yang begitu, itu aku tahu benar. tapi kuminta padamu jangan teriak2, nanti malu didengar tetangga dan mereka akan mentertawakan kita.” kata Wuta meninggalkan istrinya dan pergi mencari Wusung.

“Makan yuk!” Bukan menjawab, Wusung malah melangkah keluar, menuju pintu.

“Eh, kemana?” panggilnya. Tampa berkata apa2 Wusung keluar meninggalkan rumah. Wuta kembali kepada istrinya dikamar. Di kamar Teratai emas masih marah2 sambil memaki maki Wusung. Wuta diam tak berani berkata apapun juga.

Ketika keduanya mulai baikan lagi, tampak Wusung mendatangi, kali ini dikawal dua orang serdadu dengan masing membawa pikulan pengangkat barang di pundak masing2. Tampa berkata apa2, ia masuk ke kamar, membenahi barang2nya dan keluar lagi, juga tampa berkata apa2 seperti masuknya tadi.

“Adikku, kenapa kau pindah dari sini?”

“Biarkan aku keluar dari rumah ini, itu yang terbaik”

Wusung kembali ke tempat tinggal lama di dekat Yamen. Meskipun ketika itu Wuta berpikir untuk mendatangi tempat tinggal Kakaknya, tapi setelah oleh istrinya dilarang untuk berhubungan dengan Wusung, maka ia tidak berani untuk menjalani rencana nya.

Empat belas hari kemudian, Wusung mendapat panggilan menghadap kepada Kepala daerah. Sang Mandarin ingin mengirimkan sejumlah emas dan perak yang telah dikumpulkannya selama dua tahun dinas ke Ibukota, untuk dititip pada keluarga nya, Komandan istana Tschu.

Nanti, setelah dinasnya yang 3 tahun selesai, maka harta benda itu akan digunakan untuk membuka pintu untuk jabatan baru.

Masih pada hari yang sama, Wusung pergi berangkat ke rumah kakaknya. Seorang pengawal membawa satu guci arak dan macam2 barang makanan. Ia tidak memasuki rumah, melainkan hanya berdiri didepan pintu gerbang, menunggu kakaknya pulang.

Di dada Teratai emas masih ada rasa suka pada iparnya. Ketika ia melihat kedatangan nya dengan guci arak dan berbagai makanan, ia berpikir dalam hati : “Sepertinya ia masih ada suka padaku, kalau tidak kenapa ia masih datang.”

Cepat2 ia masuk ke kamar, untuk mengenakan bedak baru, merapihkan sanggul, dan mengenakan pakaian warna warni untuk menemui iparnya.

“Iparku, sepertinya diantara kita ada salFah pengertian, sehingga kau lama tidak kesini”

“Aku datang kesini, untuk bicara dengan kakakku” jawab Wusung.

Kemudian mereka naik ke ruang atas, duduk dimeja. Wusung menyilahkan kakak dan istrinya duduk berdua, dan ia sendiri duduk di sebelah sampingnya.

Di dapur terdengar suara serak serdadu bercanda dengan teman nya, tak lama kemudian muncullah mereka membawakan makanan dan minuman. Teratai emas tak dapat menahan untuk tidak memandangi iparnya, tetapi sang ipar hanya tertarik pada makanan dan minuman saja.

Akhir nya Wusung berkata pada kakaknya :

“Untuk menjalani tugas dari kepala daerah, besok aku harus berangkat ke ibukota. Paling sedikit 2 bulan aku tidak kembali. Kakakku, engkau adalah seorang yang lemah dan berhati mulia, aku kawatir selama kepergianku ini, orang akan menghina dan menyakitimu. sebaik nya hindari hal2 yang tidak perlu, sekembalinya aku nanti, akan kubereskan.

Sejauh itu, seandainya aku jadi kau, mulai besok hanya akan menjajahkan kue sebanyak 5 tumpuk, tidak 10 tumpuk lagi seperti biasanya. Keluar dari rumah agak siang dan cepat kembali pulang. Jangan minum2 dengan kenalanmu. Langsung turunkan tirai begitu kau pulang kerumah, dan kunci pintu. Semua itu akan mengurangi gangguan bagimu. Untuk itu kita minum.”

Wuta menerima arak suguhan dan meminumnya.

“Engkau benar, aku akan mengerjakan nya seperti katamu,” janjinya.

Kemudian Wusung mengangkat cawan arak kedua kepada iparnya.

“Iparku, uruslah rumah tangga baik2 agar kakakku bisa hidup tenang”

Selama Wusung bicara, wajah Teratai emas menjadi merah, akhir ia marah dan memaki maki suaminya, yang dikira telah menceritakan hal2 yang tidak baik mengenai dirinya,

Wusung memperhatikan iparnya yang ngamuk2, lalu berkata : “Jadi engkau ingin mengurus sendiri rumah tanggamu?, boleh2 saja, tetapi kau harus benar2 mengerjakannya, kata2 mu akan kuingat. Untuk itu,mari minum!”

Tetapi ia menolak cawan dengan tangan kesamping hingga tumpah, dan lari menuruni tangga. Setelah ribut2 kedua bersaudara itu kehilangan selera untuk meneruskan acara makan minum, dan siap2 untuk perpisahan.

“Kakakku, sebaiknya untuk sementara kau tidak usah dagang dulu, tinggallah dirumah. Semua kebutuhanmu akan kukirim via kurir, dan jangan lupa menutup pintu dan gerbang!”

Keesokan paginya, Wusung berangkat ke ibukota dengan onta bermuatan emas dan perak.

Tiga, empat hari lamanya, Wuta harus mendengar makian dari istrinya, Ia bisa menguasai diri dan menelan semua itu dengan sabar. Diluar itu, ia menuruti anjuran adiknya, dan hanya membawa setengah pikul bakpau.

Lewat tengah hari, ia sudah pulang. Langsung mengunci pintu, menurunkan tirai dan duduk di ruang keluarga. Dan tentu saja, itu membuat nonya teratai emas ngamuk2 lagi.

Wuta meneruskan caranya mengatur hari, dan pelan2 istrinya tidak marah lagi, ia sudah menerima apa adanya. Ia menggunakan taktik, ketika suaminya pulang, ia sendiri yang mengunci pintu dan menurunkan tirai. Melihat itu, Wuta merasa puas.

Bersambung ke bab 5

Karya : Lanling Xiaoxiao Sheng
Diterjemahkan Oleh : Aldi Surjana

By Aldi The

Penerjemah novel, salah satunya adalah Jinpingmei (金瓶梅; Jin Ping Mei; The Golden Lotus). Tinggal di Berlin, Jerman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?