Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan Manado

Bab 8 : Yun menyusun rencana untuk menangkap tangan kedua Kekasih gelap.
Wuta diminumkan obat campur racun, dan mendapat kematian yang menyedihkan.

Setelah dipukul babak belur oleh ibu Wang, Yun pergi mencari Wuta. Di Jalan ia bertemu dengan nya dan menceritakan semua kejadian yang ia dengar dan ia alami. Kemudian kedua nya membuat rencana untuk menangkap basah perbuatan serong Teratai emas dengan Hsimen.

Sesuai rencana, pada keesokan paginya, Yun mendatangi Kedai teh lagi, langsung bertengkar dengan ibu Wang, dan Wuta menggunakan kesempatan tersebut untuk menerobos masuk ke dalam.

Namun apa daya, pada saat yang sama, Hsimen membuka pintu kamar dan memukul si kerdil Wuta ke perutnya, sehingga ia jatuh terguling, mengerang kesakitan. Melihat situasi yang tidak menguntungkan, Yun kabur, angkat kaki seribu.

Nenek Wang memeriksa luka Wuta, mukanya pucat bagai kertas dan dari mulutnya mengalir darah segar. Cepat diangkatnya liwat pintu belakang dan diletakan di kamar Wuta di lantai atas.

Karena tidak terjadi apa2, pada keesokan harinya kedua kekasih kasmaran sudah mengadakan pertemuan lagi seperti biasa. Ibu Wang mengharap, bahwa Wuta akan meninggal dengan sendirinya.

Si lelaki malang rebah di tempat tidurnya sudah lima hari lima malam, tampa mendapat makan dan minum, istrinya tidak mengindahkan pangilan nya.

Tetapi ia harus menyaksikan bagaimana istrinya setiap hari menghias diri sebelum pergi dan melihat pipi istri nya kemerah merahan setiap kali pulang. Si kecil Ying’rl, yang putri Wuta dari perkawinan sebelumnya, tidak berani mendekat apalagi memberi makan. Ia sudah terlalu takut pada Teratai emas yang selalu menyiksanya. Jadi ia tak dapat merawat ayahnya yang berkali kali jatuh pingsan.

Suatu hari Wuta memanggil Teratai emas ke kamarnya.

“Kau telah bermain serong, dan kekasihmu telah memukul perutku, sehingga aku sekarang antara hidup dan mati, tentu kau merasa senang, Tapi ingatkah engkau akan adikku?

Kau tahu kan temperamen nya yang keras? Cepat atau lambat ia akan datang, kemudian… Engkau mempunyai dua pilihan, menolongku hingga sehat kembali, dan aku tak akan menceritakan apa2 padanya atau bila kau tetap seperti sekarang, maka ia harus mengetahui nya.”

Teratai emas tidak menjawab, ia pergi menemui nenek Wang di Kedai teh untuk meminta nasihatnya. Hsimen yang berada disitu saking ketakutan sampai bulu tengkuknya berdiri.

“Sial!, aku tidak lupa pada si pembunuh harimau Wusung” katanya kepada Teratai emas.
“Tapi aku sudah lama menyintaimu, aku merasa dekat denganmu, tidak dapat aku melepaskanmu, Mana jalan keluarnya!”

“Aku punya jalan keluar, tergantung apakah kalian ingin berhubungan tetap atau sewaktu waktu” jawab ibu Wang.
“Maksudmu?”

“Misalnya kalian berdua bisa untuk sementara, biarkan Wuta sembuh dari lukanya, dan bicara baik2 dengannya, sehingga ia tak akan memberitahu kejadian ini pada adiknya. Tunggu sampai adiknya mendapat tugas lagi, dan kalian bisa berhubungan lagi. Itu namanya berhubungan menurut waktu. Bila kalian ingin berhubungan tetap, setiap hari bertemu dan berani mengambil semua risikonya, aku punya rencananya, walaupun sulit untuk mengatakannya.”

“Ibu angkat, uruslah kami, seperti induk ayam kepada anaknya. Tentu saja kami ingin hubungan tetap.”

“Untuk itu aku perlu sesuatu yang tak akan kuperoleh ditempat lain kecuali di toko obatmu, tuan besar. Si kerdil sekarang sedang sakit parah, itu bisa digunakan oleh Teratai emas untuk memberinya obat yang dicampur arsenik dari toko obatmu. Mayatnya akan diperabukan, sehingga tidak meninggalkan bekas. Setelah itu biar saja adiknya datang.”

“Setuju!” jawab Hsimen.
“Usahakan secepatnya obat2 yang dibutuhkan. Nanti bagaimana mengerjakannya, akan kuajari pada Teratai emas. Dan jangan lupa nanti akan hadiah besar.
“Beres!”

Tidak lama kemudian Hsimen menyerahkan sebungkus arsenik pada nenek Wang. Kemudian nenek Wang berkata pada Teratai emas :
“Bila nanti Wuta minta obat, campurkan satu dosis arsenik dan minumkan padanya. Kalau ada masalah, kau tinggal memukul dinding kamar, maka aku akan datang membantu.”

Teratai emas pulang kerumahnya dan menghampiri Wuta, pura2 menyesal atas kejadian dengan Hsimen, Wuta mempercayainya dan memaafkannya. Atas permintaan Wuta, teratai emas kemudian memasak obat dan diminumkan padanya. Tidak lama, Wuta pun mengelepar kesakitan sambil teriak2 :

“Istriku, sakit sekali di perut” rintihnya.
“Aduh, aduh! aku tak tahan lagi.”

Cepat2 Teratai emas menutup Wuta dengan selimut tebal hingga kepala.

“Aku tidak bisa napas!” teriak Wuta.
“Itu akan membuatmu keringatan, dokter yang mengaturnya” gerutu teratai emas.

Wuta berusaha untuk teriak dari bawah selimut, tapi Teratai emas cepat2 menekan selimut yang menutupi kepalanya dengan kedua belah tangannya. terdengar dua kali suara tercekik dan erangan, kemudian si sakit tak bergerak lagi.

Teratai emas menyingkap sedikit selimut. Giginya menggigit selimut dan dari tujuh lubang ditubuhnya keluar darah. Perasaan kaget menyentaknya, ia langsung melompat kearah dinding dan memukulnya keras2. Tak lama kemudian, ibu Wang pun datang,

“Selesai?” tanya si nenek.
“Selesai” jawabnya lirih,”Tapi aku merasa sangat lemah.”

“Kubantu kau” Kemudian ia pergi ke dapur untuk mengambil air dan kain pembersih. Setelah bersih, mereka berdua menggotong mayat Wuta kebawah, dan meletakan nya di ruang depan. menyisir rambutnya dan memakaikan pakaian serta topi. Setelah itu mereka merapihkan kamar tidur Wuta dan menghilangkan bekas2 yang mencurigakan.

Setelah nenek Wang pergi, Teratai emas duduk di dekat mayat Wuta, dan pura2 berkabung. Ada 3 cara untuk berkabung : menangis sambil menjerit jerit, menangis tampa menjerit, dan menangis tanpa airmata dan tanpa jeritan. Teratai emas berkabung cukup dengan cara yang ketiga.

Pada kentongan ke lima, ketika itu hari pagi masih gelap, Hsimen sudah berada dirumah ibu Wang. Setelah mendengar semua kejadian semalam, ia memberikan ibu Wang uang untuk membeli peti mati dan perlengkapan perkabungan. Setelah itu ia memanggil kekasihnya.

“Ia sudah mati?”, katanya pada Teratai emas. “Aku harus mengandalkanmu, supaya nantinya tidak tersangkut.”
“Jangan kawatir” jawab Teratai emas. “Bagaimana nanti, bila kau tidak setia padaku?”
“Kalau sampai begitu, biarlah aku mati seperti Wuta”

Si nenek ikut bicara :

“Masih ada satu hal yang harus dipikirkan, tuan besar. Sebelum dimasukan ke dalam peti mati, akan datang seorang peninjau mayat, Tuan Houkiu, ia seorang yang teliti dan cerdik.”
“Haha, itu akan ku urus, nanti aku akan menemui tuan Houkiu, pasti ia akan menuruti kemauanku.”
“Dan lakukanlah secepatnya, kita tidak boleh kehilangan waktu!”

Bersambung ke Bab 9

Karya : Lanling Xiaoxiao Sheng
Diterjemahkan Oleh : Aldi Surjana

By Aldi The

Penerjemah novel, salah satunya adalah Jinpingmei (金瓶梅; Jin Ping Mei; The Golden Lotus). Tinggal di Berlin, Jerman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?