Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan Manado

Bab ke 9 : Houkiu kena sogok dan mengelabui langit
Ibu Wang sibuk membantu perkabungan

Pada pagi hari sekitar pukul sebelas, sebelum Houkiu akan pergi memasuki rumah duka, ia bertemu dengan Hsimen di perempatan jalan. Mereka akhirnya bercakap-cakap.

“Mau kemana, kawan?”, Hsimen menyalaminya.
“Ke rumah orang meninggal, Wuta si tukang bakpau, hari ini ia akan di perabukan.”
“Tunggu, aku ada yang ingin dibicarakan denganmu”

Kemudian mereka masuk ke Kedai arak, dan mengambil tempat di ruang atas. Mereka minum sambil membisu. Hsimen mengeluarkan uang perak yang berkilauan dan meletakan nya diatas meja

“Kawan, terimalah pemberianku,
Houkiu mengerakan tangan tanda menolak
“Untuk apakah? Apakah tuan besar ada perintah….”

“Sudah, ambillah”
“Apa urusan nya?”
“Urusan kecil, nanti, bila kau memeriksa mayat Wuta, biarkan mayatnya tertutup selimut”

“Kalau hanya itu, ku kira ada apa. Dan sumbangan ini?”
“Bila kau tidak mau menerima uang kecil itu, aku akan menafsirkan sebagai penolakan”

Houkiu menaruh hormat yang sangat besar terhadap Hsimen, karena ia tahu, pengaruh nya yang sangat besar di pemerintahan. Jadi ia mengambil uang tersebut dan meneruskan perjalanan.

“Tentu saja, pasti ada sesuatu. Tapi itu bukan urusanku. Uang ini datang pas aku lagi butuh. Sampai kedatangan Wusung, pasti aku sudah punya jalan keluar” pikirnya sambil jalan.

Kedatangannya disambut oleh ibu Wang dan Teratai emas memperlihatkan wajah memelas. Uang perak Hsimen sebanyak 10 ons memperlihatkan kegunaan nya. Houkiu hanya memeriksa mayat Wuta sambil lalu.

Ia membuka tutup kepala mayat dan melihat jari tangan yang membiru, bibir yang berwarna coklat tua, kulit muka yang kuning seperti lilin, mata bengkak. Bahwa disini telah terjadi suatu yang biadab, adalah hal yang mudah ditebak, juga kedua tukang pembakar mayat mengetahuinya.

“Warna wajahnya mencurigakan” katanya, “bibirnya memperlihatkan bekas gigitan, ruang mulutnya berdarah…”
“Ngaco!” kata Houkiu memutuskan pembicaraan. “Itu disebabkan oleh hawa panas, hayo terus, kerjakan!”

Kemudian mereka memasukan mayat ke dalam peti dan memakunya dengan ‘Paku panjang umur’. Nenek Wang memberikan sedikit uang pada Houkiu setelah para pembakar mayat berlalu.

“Kapan akan di perabukan nya?”
“Besok lusa, atas permintaan nyonya janda. Akan dibakar di depan tembok kota”
Houkiu permisi. Dan pada hari yang sudah ditentukan, mayat Wuta pun dibakar didepan tembok kota. Beberapa tetangga ikut melayat.

Pada mulanya, Hsimen merasa malu pada para tetangga. Ia selalu memutar liwat Kedai teh ibu Wang. Tapi kemudian ia masuk begitu saja kerumah Wuta, malah dengan dikawal oleh pelayan ciliknya. Hubungan nya dengan Teratai emas semakin erat dan mengebu gebu, sehingga terkadang ia 3 atau 5 malam tidak pulang kerumah.

Dua bulan sudah hubungan antar Hsimen dan Teratai emas. Dan tibalah hari ke 5 bulan 5, hari pesta perahu naga. Adalah sebuah alasan yang cukup bagi Hsimen untuk mengunjungi pesta pasar malam di kuil “Lima Gunung Suci”. Pulangnya ia mampir di Kedai teh ibu Wang. Paling pertama ia menanyakan kekasihnya.

“Ibunya datang berkunjung”, lapor si nenek,”Coba kulihat kesana”.

Nenek Wang menemukan ibu dan anak sedang asik berbincang sambil menikmati arak. Setelah basa basi dengan ibu Teratai emas, ia memberi tanda kepada Teratai emas , bahwa Hsimen menanti di Kedai teh. Teratai emas mendesak agar ibunya cepat pulang.

Cepat2 ia merapihkan kamar dan membakar dupa wangi untuk persiapan menerima kekasihnya. Setelah kematian suaminya, ia tidak berkabung benar, meja abu pemujaan disingkirkan ke pojok kamar dan ditutupi kertas putih. begitu juga dengan makanan sembahyang dilupakan begitu saja. Berbedak, berias dan menghias diri adalah kesibukan utamanya.

Karena Hsimen sudah beberapa hari tidak mendatangi nya, ia menjadi agak sewot ketika menyambut Hsimen :

“Bandit tidak setia!, kau sudah tidak menginginkan aku lagi? Apakah sudah menemukan tautan hati yang baru?”
“Banyak urusan dagang, sayang! Tapi hari ini aku mengambil libur dan membelikanmu sedikit oleh2 dari pasar kuil.”

Hsimen memberi tanda kepada pelayan nya Tai A’rl, yang mana langsung membuka tas dan nampaklah sejumlah perhiasan, seperti mutiara, bulu burung dari perak dan sebagainya, termasuk juga beberapa macam bahan pakaian.

Dengan gembira ia menerima semua hadiah itu, kemudian mempersilahkannya mengambil tempat duduk dan memerintahkan Ying’rl cilik untuk membawakan minuman. Sudah terlalu sering ia menyiksa si gadis kecil, sehingga ia menjadi sangat penurut.

“Tidak usah repot”, cegah Hsimen, “Aku sudah memberikan sejumlah uang pada ibu Wang untuk belanja makanan. Hari ini aku ingin bersenang senang denganmu”
“Oh, kebetulan aku sudah siap, karena tadi ibuku datang berkunjung. Kalau menunggu ibu Wang pasti masih lama, hajo kita mulai”

Sambil berbicara ia membelaikan kepalanya ke pipi Hsimen.

Sementara itu, nenek Wang sudah kembali dari belanja, lalu menghidangkan makanan lezat ke meja, antara lain : irisan daging angsa dan daging ayam, nasi dan beberapa rupa sayuran serta buah2-an. Dengan paha menempel paha mereka duduk dan makan berdua. minum dari satu cawan yang sama. Pandangan Hsimen jatuh pada sebuah gitar yang tergantung di dinding, yaitu sebuah Pipe bertali enam.

“Petikan aku sebuah lagu”, pinta nya, ” Sudah lama aku mendengar, bahwa kau pandai memetik gitar”
“Ah, dulu aku pernah belajar. Kau pasti akan mentertawakanku”

Hsimen menurunkan gitar dari dinding dan menyodorkan nya kepada Teratai emas. Ia memandangi, bagaimana Teratai emas meletakan gitar ke pangkuannya, dan dengan jari tangannya yang indah, yang bagaikan terbuat dari batu jade, mulai memetik nya dan suara nyanyian lirih keluar liwat bibirnya.

Hsimen tak dapat menahan rasa kagum atas permainan gitar dan nyanyian Teratai emas. Ia memelukan tangan nya ke pundak Teratai emas dan mencium mulutnya.

“Siapa yang mengira, bahwa kau seorang seniman besar!”, aku sudah pengalaman di banyak “rumah Bunga”, tapi tak ada satupun yang bisa menandingi mu”
“kau berlebihan, hari ini kau sehati dan sejiwa dengan budak kecilmu ini, mudah2-an kau tidak melupakan nya”

“Tidak akan!” tegas Hsimen, sambil membelai pipi Teratai emas. Dengan suasana hati yang demikian, dan rasa cinta nya yang meluap luap, ia mencopot sepatu satin yang tersulam warna warni dari kaki Teratai emas, dan menuangkan secawan arak ke dalamnya, lalu diminum habis.

Kemudian ia mengunci pintu, membuka pakaian teratai emas dan bercinta diatas ranjang. Dapat disamakan bagai sepasang burung hong atau dua ekor ikan kecil yang bermain dalam air. Teratai emas memperlihatkan kepiawaian nya dalam bercinta, melebihi penjual cinta manapun.

Pada saat pasangan yang dimabuk asmara bersenang senang sampai jauh malam, Ibu Wang dan si Ying’rl cilik duduk menunggu didapur. Akhir nya Hsimen memutuskan untuk berangkat pulang, dan tidak lupa ia menghadiahkan beberapa ons pecahan perak pada ibu Wang.

Bersambung ke Bab 10

1 ons = 28,35 gram

Karya : Lanling Xiaoxiao Sheng
Diterjemahkan Oleh : Aldi Surjana

By Aldi The

Penerjemah novel, salah satunya adalah Jinpingmei (金瓶梅; Jin Ping Mei; The Golden Lotus). Tinggal di Berlin, Jerman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?