Pernikahan TionghoaPernikahan Tionghoa

Last Updated on 1 May 2020 by Herman Tan

Bagi warga Tionghoa, teh (茶, Cha) memiliki peran signifikan dalam upacara pertunangan maupun perkawinan.

Pohon teh tak dapat dipindahkan, ia hanya dapat hidup dan tumbuh dari benih. Makan dari itu, orang menganggap teh sebagai simbol kesetiaan, cinta, dan harapan akan kehidupan pernikahan yang bahagia.

Teh Tiongkok
Teh Tiongkok

A. Merupakan Hantaran Pernikahan Yang Penting

Teh menjadi bagian penting dalam acara pertunangan sangjit, tradisi pra-pernikahan Tionghoa. Sebelum pernikahan, pihak calon mempelai laki-laki memberikan hadiah atau seserahan kepada keluarga calon mempelai wanita. Teh adalah unsur penting dari seserahan ini.

Jika keluarga calon mempelai wanita menerima seserahannya, berarti ini tanda diterimanya lamaran. Lalu, keluarga calon mempelai wanita juga memberikan (menukar) hadiah (yang sebelumnya telah disiapkan, untuk dibawa pulang) kepada pihak calon mempelai laki-laki.

Baca juga : Inilah 10 Macam Seserahan Wajib Dalam Sangjit; Seserahan ala Tionghoa

B. Bagaimana Teh Menjadi Bagian Dalam Upacara Pernikahan ala Tionghoa?

Aksesoris Pengantion Tiongkok Kuno
Aksesoris pengantion Tiongkok kuno

Sulit untuk mengetahui kapan tepatnya teh menjadi bagian dari seserahan lamaran. Catatan pertama tentang upacara teh ini adalah dari Dinasti Tang (618-907 M). Ketika Putri Wencheng menikah dengan kaisar Tibet, Songtsän Gampo, pada tahun 641 M, dimana teh ada di dalam daftar seserahan.

Sejak jaman Dinasti Song (960-1279 M), memberi teh telah menjadi bagian yang tak boleh hilang dari proses pernikahan. Bahkan untuk keluarga yang kurang mampu pun, teh tetap menjadi komponen inti dari seserahan.

Lebih jauh lagi, sejak meminum teh telah menjadi hal yang lazim dimasa Dinasti Song, teh juga digunakan untuk menyambut tamu di hari pernikahan.

C. Makna Teh Dalam Pernikahan ala Tionghoa

Karena teh melambangkan harapan orang pada kesetiaan cinta dan kebahagiaan pernikahan, teh terus memainkan peranannya dalam masyarakat disepanjang Dinasti Yuan (1271–1368 M), Ming (1368–1644 M), dan Qing (1644–1912 M).

Upacara Teh Pernikahan Tionghoa
Upacara teh pada pernikahan Tionghoa

Sejak awal 1990-an, tata cara pernikahan telah dimodernisasi, dan sekarang lebih mirip dengan pernikahan ala Barat. Namun tradisi upacara teh pada pernikahan Tionghoa tetap ada, dan masih dijunjung tinggi hingga sekarang.

Teh Bermakna Penghormatan

Upacara teh adalah salah satu acara penting dalam pernikahan Tionghoa. Dalam bahasa Mandarin, Jing cha 景茶 secara harfiah bermakna untuk “menawarkan teh dengan hormat”. Ini merepresentasikan (acara) sebuah perkenalan resmi antara keluarga mempelai laki-laki dan perempuan, dan menggambarkan rasa hormat kepada kedua keluarga.

Baca juga : Pernikahan Tradisional Adat Tionghoa

D. Bagaimana Tata Cara Upacara Teh (Tea Pai Ceremony) Dilakukan?

1. Berlutut / Membungkuk Untuk Menyuguhkan Teh

Dekorasi Penikahan Tionghoa
Dekorasi kursi orang tua pada pernikahan Tionghoa

Pada masa lalu, pasangan muda diwajibkan untuk berlutut saat menyuguhkan teh kepada orang tua / wali sebagai bentuk penghormatan.

Sekarang, kebanyakan keluarga modern hanya meminta pasangan untuk (sedikit) membungkuk. Ini sebenarnya karena pengaruh barat, yang melarang segala macam bentuk yang menyerupai penyembahan.

2. Kepada Siapa Teh Disuguhkan?

Secara umum, pasangan yang akan menikah harus menyuguhkan teh untuk orangtua mereka dulu, lalu kepada kakek dan nenek (jika masih ada), baru kemudian untuk keluarga yang lain yang lebih muda (paman/bibi). Namun terkadang, kakek nenek dilayani terlebih dahulu, baru kemudian orangtua.

Sebagai tambahan, mempelai wanita biasanya menyuguhkan teh kepada seluruh saudara dekat mempelai laki-laki; tapi sekarang tradisi ini jarang dilakukan lagi, hanya keluarga yang lebih tradisional yang masih memegang tradisi ini.

3. Pengaturan Tradisional

Awalnya upacara teh untuk keluarga mempelai wanita biasanya dilakukan pada siang hari. Mempelai wanita akan menyuguhkan teh kepada keluarganya, sebelum ia melangsungkan upacara pernikahan (sehari sebelumnya, H-1).

Upacara teh untuk pihak mempelai laki-laki biasanya dilakukan pada pagi hari, setelah pasangan tersebut telah melangsungkan pernikahan (keesokan harinya, H+1).

Baca juga : Tradisi Tea Pai Dalam Rangkaian Pernikahan Adat Tionghoa

E. Upacara Tea Pai di Masa Kini

Pernikahan Tionghoa
Pernikahan Tionghoa

Kini, banyak pasangan memilih untuk menunjukkan penghormatan kepada keluarga kedua belah pihak dengan mengadakan upacara teh secara bersamaan, daripada melakukannya dalam 2 tahap seperti masa lalu. Untuk kepraktisan, kebanyakan keluarga modern saat ini mengadakan upacara pernikahan di hotel atau restoran.

Baik mempelai wanita maupun laki-laki diharuskan menyuguhkan teh kepada kedua orangtua masing-masing pihak. Ini merupakan momen penting, sebagai tanda 2 keluarga besar telah menyatu.

Setelah pasangan pengantin menyuguhkan teh, orangtua kedua mempelai merespon dengan memberikan angpau merah berisi uang, dan atau perhiasan emas (cincin, gelang, kalung). Pada saat yang sama, orangtua kedua mempelai juga akan memberikan beberapa nasihat dan restu, menunjukkan cinta dan harapan/doa mereka kepada anak2 nya.

Baca juga : Tradisi Pernikahan Tionghoa

F. Jenis Teh Yang Digunakan Untuk Upacara Tea Pai Pernikahan

Teh Hijau
Teh hijau

Di masa lalu, orang-orang biasanya menggunakan biji teratai dan teh kurma merah, atau longan dan teh kurma merah.

Dalam tradisi Tionghoa, biji teratai dan buah longan melambangkan pewaris, dan kurma merah melambangkan rasa manis, kombinasi dari keduanya menggambarkan bahwa pasangan tersebut akan mendapatkan kehidupan pernikahan yang manis dan segera memiliki keturunan.

Namun sekarang tak ada aturan ketat tentang itu. Orang biasa menggunakan teh hijau, bahkan teh kemasan biasa, yang banyak dijual di toko/minimarket.

Pilihan teh dan buah yang digunakan untuk upacara teh dulunya penuh akan harapan baik pada pengantin baru.

1. Kurma Merah

Teh Kurma Merah
Teh kurma merah

Ada ucapan pepatah kepada semua pengantin baru Tionghoa : “早生贵子 (Zǎo shēng guì zǐ), yang artinya “Segera lahirkan anak yang berharga”. Ini mengacu pada doa tradisional agar pasangan tersebut lekas memiliki keturunan.

Kurma merah memiliki 2 arti. Pertama, kurma merah memiliki rasa manis, dan orang Tionghoa percaya bahwa rasa manis melambangkan kehidupan yang bahagia. Kedua, kata ‘kurma’ (枣, zǎo) dilafalkan seperti kata ‘segera’ (早, zǎo) dalam ucapan selamat yang disebutkan di atas.

2. Biji Lotus

Biji Lotus dalam bahasa Mandarin adalah 莲子 (liánzi), dan “anak” dalam bahasa Mandarin adalah 子 (zi). Karakter 莲 (Lián) juga kelihatan berlafal seperti 连 (Lián), yang berarti “penerus”. Jadi mungkin hal ini dilihat sebagai doa agar banyak anak!

Bunga Teratai
Bunga teratai

Di Tiongkok, orang-orang menganggap bunga teratai sebagai lambang kesucian dan kemurnian, karena meski hidupnya di dalam kolam lumpur, tanaman ini tumbuh ke atas dan tak terkena noda kotornya. Teratai digunakan sebagai simbol kepolosan dan cinta sejati.

Sebagai tambahan, Orang-orang menganggap bahwa teratai adalah satu-satunya tanaman yang memiliki bunga dan biji pada waktu yang bersamaan, yang menjadi dasar pemaknaan bunga ini sebagai ‘warisan’.

Lebih jauh lagi, ada jenis bunga teratai yang sangat populer di Tiongkok yang disebut teratai bingdi, (并蒂莲) dengan 2 bunga dalam 1 tangkai. Orang Tiongkok berpikir bahwa ini adalah simbol pernikahan antar 2 insan yang setia.

3. Longan

Dalam bahasa mandarin, Longan punya nama lain yang kurang populer 桂圆 (guìyuán). Kata 桂圆 sendiri merupakan homofon dari 贵 (Guì), yang bermakna “berharga” dalam ungkapan di atas. 圆 (Yuán) juga merupakan aksara Mandarin yang populer dalam budaya Tionghoa, yang bermakna “bulat dan penuh” (seperti bulan).

Baca juga : Inilah 8 Tahapan Prosesi Sangjit Bagi Yang Ingin Menikah

*Homofon : kata yang diucapkan sama dengan kata yang lain, tetapi berbeda dari segi maksud.

By Nabilla Khudori

Saya seorang Head of Business Development di sebuah startup. Dengan menulis, saya dapat belajar dan berbagi pengalaman dengan khalayak. Memahami budaya Tionghoa menarik bagi saya yang lahir dan besar di lingkungan yang plural. Hal ini juga menjadikan saya memiliki banyak referensi mengenai budaya dan adat Tionghoa. Meskipun begitu, saya merasa masih harus belajar lebih untuk memahami budaya Tionghoa itu sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?