Last Updated on 17 April 2017 by Herman Tan

Apakah mungkin orang hidup bisa berbicara dengan orang mati? Mungkinkah mereka masih bisa mengancam orang-orang yang masih hidup? Kali ini kita akan membaca salah satu cerita mistis yang berhubungan dengan pasien yang berbicara dengan orang yang sudah meninggal.

Mari gua perkenalkan salah satu alat yang paling sering dipakai di rumah sakit. Namanya kateter vena sentral, atau Bahasa Inggris-nya Central Venous Catheter, (disingkat CVC). Dikarenakan salah satu fungsinya untuk mengukur tekanan di pusat vena, jadi kadang disebut juga Central Venous Pressure, CVP. Fotonya nanti bisa dilihat dibawah.

Benda ini boleh dipasang lebih lama. Jadi pasien sehabis operasi, ketika badannya masih lemah dan belum stabil, biasanya akan dipasang alat ini. Walupun alat ini memudahkan pemberian obat dan pertolongan darurat, peluang terkena infeksi juga tinggi. Oleh karena itu, kalau bisa, dilepaskan sesegera mungkin.

Cerita ini diperkirakan dua tahun lalu, seorang kakek berusia sekitar 70an dikarenakan kanker hati menjalani operasi. Operasinya sangat berhasil. Namun dikarenakan usianya yang sudah tua, maka setelah operasi tetap ditempatkan di ICU untuk pengawasan lebih lanjut. Setelah dirawat di ICU selama beberapa hari, baru ditempatkan kembali ke kamar rawat inap biasa.

Pada awalnya kondisi pasien sangat baik, pemulihan lukanya juga lumayan, tidak perlu pemberian antibiotik. Hari ke tujuh pasca operasi pasien sudah bisa makan dengan baik dan sehari hanya perlu satu botol infus saja.

Namun yang membuat orang bertanya-tanya adalah, si kakek suka berbicara sendirian. Bukannya dia tidak mempedulikan orang lain, cuman tidak jelas dia sedang berbicara dengan siapa.

Dokter yang menanganinya ketika memeriksanya, merasa si kakek sudah boleh pulang ke rumah. Namun anggota keluarga sangat kelisah. Akhirnya mereka mengakui kalau kakek ini semenjak masuk ruangan ICU, selalu berbicara dengan orang yang sudah meninggal. Juga dia bilang kalau kali ini dia tidak akan bisa pulang dari rumah sakit, makanya dia sangat gugup!

Setelah berdialog dengan pasien, sang dokter akhirnya mendiagnosa sang pasien terkena sindrom Post Intensive Care Syndrome (PICS). Jadi dokter lebih mendorong mereka untuk segera membawanya pulang supaya kondisinya bisa membaik.

Dokter yang bertanggung jawab pun akhirnya mengadakan pertemuan dengan pihak keluarga, dan memberikan penjelasan mendetail mengenai kondisi pasien bahwasanya sudah membaik, lebih baik segera pulang supaya mengurangi peluang tertular di rumah sakit. Akhirnya pihak keluarga menerimanya dan memutuskan untuk keluar keesokan harinya.

Jadi dokter penanggung jawab pun berpesan ke perawat, bahwa besok sang pasien akan pulang ke rumah. Jadi, minta tolong untuk melepaskan CVC. Sebetulnya jam saat itu agak tanggung. Sudah jam 7 malam. Melepaskan CVC sebetulnya merupakan pekerjaan lumayan sederhana, bukan sesuatu yang rumit.

Makanya perawat bermaksud besok saja baru dilepas pada saat mau pulang. Namun dokter penanggung jawab bersikeras, pokoknya harus hari itu juga. Maka yang kasihan adalah dokter muda (ko-as) yang harus membantu melepaskan CVC pada malam hari.

Nah masalah mulai muncul. Sang kakek terus melawan ketika mengetahui mereka ingin melepaskan CVC-nya. Akibatnya sang dokter muda tidak bisa mendekatinya. “Mati saya, mati saya!” ceracau si kakek.

Tapi kebetulan memang sudah disebutkan kalau pasien didiagnosa PICS makanya kondisi seperti ini dianggap sebagai gejala normal. Jadi sang dokter muda, dengan bantuan anggota keluarga pasien, berhasil membujuk sang kakek untuk mau dilepaskan CVC-nya.

Kakek yang seharusnya sudah boleh pulang ke rumah, tetapi terus berbicara dengan orang yang sudah meninggal dan menolak CVC nya dilepas.

Namun setelah CVC dilepaskan wajah kakek menjadi kelihatan buruk sekali dan semakin histeris. Mau tidak mau dokter yang sedang jaga shift memberikan suntikan penenang kepadanya supaya tidur.

Pada saat subuh jam 5, ketika perawat bermaksud mengganti botol infus, dia melihat pemandangan yang mengejutkan. Ekpresi wajah sang kakek terlihat sedang ketakutan. Dua tangannya mengepal di depan dada. Dan yang paling parah, jantungnya sudah berhenti berdetak.

Sang perawat saat itu juga langsung menyalakan tanda darurat. Kebetulan dokter yang bertanggung jawab dari semalam melakukan operasi sampai jam 3 pagi. Saat itu dia sedang tertidur di sofa di ruangan operasi. Ketika mendengar ada pasien dia yang mengalami masalah, langsung saja dia bergegas menuju ke sana, namun semuanya sia-sia.

Biarpun setelah berdiskusi panjang lebar, tim medis tetap tidak bisa menjawab apa sebetulnya yang terjadi pada si kakek.

Tidak jelas kematian sang kakek adalah murni masalah medis ataukah karena diganggu oleh makhluk lain? Entahlah karena para tim medis pun tidak bisa memberikan penjelasan yang memuaskan apa yang terjadi dengan si kakek.

Di sini masih banyak lagi cerita sejenis di rumah sakit yang dibawakan oleh Hong Haoyun. Jika ingin melihatnya silahkan cek di bagian pertama.

Bersambung ke part 15

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?