Dewa Dapur, atau  Cao Kung Kong (灶君宫; Zao jun Gong), atau Zao Shen (灶神) sangat dipuja dan memiliki kedudukan yang tinggi dikalangan masyarakat Tiongkok dan perantauannya sejak jaman dulu.

Dahulu kala, Cao Kung Kong dipuja sebagai “Dewa pencipta Api”, “Dewa tungku/perapian”, serta sebagai “Dewa pelindung rumah tangga”, yang bertugas memberi berkah, melindungi rumah tangga, serta “menghukum” penghuni rumah sesuai dengan kesalahan dan dosanya.

Di masyarakat, Dewa Dapur dipercaya akan membuat laporan setiap tanggal 24 -12 Imlek. Beliau akan naik ke langit untuk memberikan laporan yang telah dibuatnya kepada Kaisar Langit (玉皇大帝; Yu Huang Da Di).

Masyarakat Tionghoa menyebutnya dengan nama “TOA PE KONG NAIK”, yang mana diperingati sebagai hari sembahyang Toa Pe Kong (dialek hokkian; hanzi : Da Bo Gong; pinyin : 大伯公).

Pada hari sembahyang Dewa Dapur, umat biasanya akan memberi persembahan makanan yang enak2, berupa aneka permen yang manis, dengan harapan semoga seisi rumah diberikan keselamatan, kebahagiaan, kemakmuran dan limpahan rejeki, terutama semoga doa2 nya disampaikan Cao Kung Kong dan dikabulkan oleh Kaisar Langit.

Sebagai penutup, setiap tanggal 4 bulan 1 Imlek dilakukan  pula acara sembahyang menyambut “TOA PE KONG TURUN”, atau menyambut Dewa turun kembali untuk menerima berkah.

A. Lalu Siapa Sebenarnya Sosok Cao Kung Kong atau Dewa Dapur itu?

Mengantar Toapekong Naik dilakukan pada tanggal 24-12 Imlek.

Sampai saat ini masih menjadi perdebatan para ahli sejarah Dewa-Dewi. Terdapat juga beberapa versi legenda mengenai penamaan Dewa Dapur ini, yang bisa Anda baca di situs2 luar. Berikut beberapa versi ceritanya :

♦ Versi 1 : Kisah Zhang Lang yang Menceraikan Istrinya

Versi cerita ini bisa dibilang yang paling populer, berasal dari sekitar abad ke-2 SM, yang didasarkan pada sebuah buku yang terbit di jaman Dinasti Tang, yang berjudul “Bunga Rampai dari You Yang”, yang memastikan bahwa Cao Kung Kong semasa hidupnya bermarga Zhang (张; Hokkian : Thio).

Versi inilah yang dapat paling dapat dipercaya kebenarannya, dan sangat populer di masyarakat Tiongkok sejak jaman dahulu.

Diceritakan bahwa ada pada jaman dulu terdapat seorang pemuda yang kaya raya. Dia bernama Zhang Lang. Dia memiliki tanah yang luas dan ternak yang sangat banyak. Ia memperistri seorang wanita cantik yang baik hati dan bijaksana, yang bernama Guo Ting Xiang.

Kehidupan mereka berjalan dengan baik2 saja, sampai suatu ketika Zhang mengambil istri kedua yang lebih muda, bernama Li Hai Tang. Istri ke-2 nya ini memiliki banyak sifat buruk, dengki, serta memiliki banyak tipu muslihat yang jahat.

Akibat dipengaruh istri ke-2 nya, Zhang kemudian menceraikan istri pertamanya. Zhang yang sudah mabuk kepayang menghamburkan2 harta benda dan segala kekayaannya, dan hidup dengan penuh kemewahan.

Selang 2 tahun kemudian, Zhang pun akhirnya mengalami kebangkrutan sehingga jatuh miskin. Li, istri keduanya yang melihat Zhang sudah jatuh miskin, lalu pergi bersama lelaki lain yang lebih kaya. Dia meninggalkan Zhang seorang diri, yang kemudian hidup sebagai pengemis yang hina di jalanan.

Pada suatu hari di musim dingin, Zhang yang kelaparan itu berjalan tertatih2 memasuki sebuah rumah besar untuk mengemis sedekah makanan. Seorang pelayan wanita di rumah itu kemudian menerimanya dengan ramah tamah, dan membawanya ke dapur untuk memberinya makan.

Dari penuturan pelayan itu, Zhang barulah mengetahui bahwa pemilik rumah besar itu adalah seorang janda yang baik hati, yang gemar menolong orang2 miskin. Uniknya, wanita itu tidak berusaha untuk menikah kembali. Hal ini menimbulkan rasa kagumnya.

Pada waktu wanita pemilik rumah itu akan keluar untuk menemuinya, Zhang bagaikan tersambar geledek! Dia terkejut sekali setelah mengintip wajah janda wanita itu, yang tak lain adalah Guo, bekas istri pertama yang telah diceraikannya.

Karena merasa malu atas perbuatannya di masa lalu, Zhang tak berani menemuinya. Dia akhirnya bersembunyi di dalam sebuah tungku di dapur, dan tetap disitu sampai dia mati terbakar menjadi abu.

Ketika Ting Xiang mengetahui bahwa orang yang hangus terbakar di dalam tungku itu adalah mantan suaminya sendiri, hatinya menjadi sangat sedih, dan tak lama kemudian ikut meninggal dunia karena dilanda kesedihan.

Mahadewa Thay Shang Lao Jun yang mengetahui peristiwa ini sangat terkesan atas ketulusan hati Zhang, yang berani menebus kesalahannya sampai mati hangus terbakar di dalam tungku dapur itu.

Beliau kemudian memerintahkan Yu Huang Da Di untuk mengangkat arwahnya menjadi Dewa Dapur, yang bergelar Zhao Jun Gong. Adapun istrinya yang setia kemudian diangkat juga sebagai Dewi Pendamping, yang lazim disebut masyarakat dengan Zhao Nainai.

Dewa Dapur, atau  Cao Kung Kong (灶君宫; Zao jun Gong), atau Zao Shen (灶神).

Versi lain menceritakan (hampir mirip cerita diatas) : Suatu hari ketika Zhang yang telah jatuh miskin dan buta mengemis sedekah, dia kebetulan melintasi rumah mantan istrinya. Karena buta, dia tidak mengenalinya.

Meskipun pernah menerima perlakukan buruk dari mantan suaminya, si istri mengasihaninya, dan mengundangnya masuk. Si mantan istri pun memasak makanan yang luar biasa untuk dia, dan merawatnya dengan penuh kasih. Dia kemudian mulai menceritakan kisahnya padanya.

Ketika dia sedang membagikan ceritanya, Zhang menjadi sangat menyesal, dan mendapati rasa sakit karena teringat akan kesalahan2 yang diperbuatnya, lalu mulai menangis. Setelah mendengar suaminya meminta maaf, mantan istri Zhang menyuruhnya untuk membuka matanya, dan mendadak penglihatannya pulih.

Menyadari yang didepannya adalah istri yang telah dia tinggalkan, Zhang merasa sangat malu, sehingga dia melemparkan dirinya ke dalam perapian dapur, namun tidak menyadari bahwa perapian itu masih menyala. Mantan istrinya berusaha menyelamatkannya, namun yang berhasil diselamatkannya hanyalah salah satu kakinya.

Wanita itu kemudian membuat sebuah kuil untuk mantan suaminya di atas perapian. Dari sinilah cerita Dewa Dapur Zao Jun kemudian hadir di rumah2 masyarakat Tiongkok dulu.

♦ Versi 2 : Zhang yang Merelakan Istrinya …

Ada kisah lain, di mana Zao Jun dulunya adalah seorang pria (bermarga Zhang) yang sangat miskin, sehingga terpaksa merelakan istrinya menjadi istri muda seorang hartawan. Bertahun2 kemudian, tanpa disadari ia menjadi pelayan di kediaman mantan istrinya (yang telah menikah dengan si hartawan).

Merasa kasihan kepada mantan suaminya, si istri kemudian memanggang beberapa kue, di mana dia telah menyembunyikan koin2 uang di dalam kue2 itu. Tetapi mantan suaminya gagal untuk memperhatikan ini, dan menjual kue2 tersebut dengan harga murah.

Zhang kemudian mengetahui bahwa selama ini mantan istrinya menyembunyikan sejumlah koin uang di dalam kue yang diberikan kepadanya. Menyesali kebodohannya, ia kemudian mengambil nyawanya sendiri dengan putus asa.

Langit yang merasa kasihan pada kisah tragisnya kemudian mengangkatnya menjadi Dewa Dapur, lalu dipertemukan kembali dengan istrinya.

Versi lain menceritakan (hampir mirip cerita diatas) : Ketika ada pembagian makanan oleh hartawan itu, Zhang berada di urutan terakhir sehingga tidak kebagian makanan. Keesokan harinya, mantan istri Zhang mengatur agar pembagian makanan dimulai dari paling belakang, tetapi Zhang justru berada di urutan depan.

Pada hari ketiga, mantan istri Zhang mulai membagi dari urutan tengah, tetapi Zhang tidak berada di antrian karena telah meninggal akibat kelaparan. Mantan istrinya kemudian bunuh diri karena rasa setianya. Kaisar Langit kemudian mengangkat keduanya sebagai Dewa Dapur.

B. Dewa Dapur (Toapekong), Benarkah Harus Diletakkan Didapur?

Contoh model papan (gantung) sembahyang Cao Kung Kong. Letakkanlah di ruang tamu, atau ditempat yang Anda rasa layak.

Sama dengan pemujaan terhadap Dewa Bumi (Tu Di Gong; 土地公), Dewa Dapur juga TIDAK SELAYAKNYA dipuja didapur, karena Dewa Dapur YANG SEBENARNYA adalah Dewa Api (Zao Shen; 灶神), yang pada hakikatnya hanyalah JABATANNYA saja.

Kebetulan api adanya didapur, maka lama2 disebut sebagai Dewa Dapur. Namun Dewa (神) tetap Dewa (神), yang kedudukannya DIATAS, bersama dengan Dewa-Dewi lainnya.

Untuk itu, pemujaan terhadap-Nya haruslah disejajarkan dengan Dewa-Dewa lainnya, diatas meja/altar sembahyang, bukannya disembahyangi di dapur. Itu sama saja merendahkan derajat Dewa (神) namanya.

Coba bayangkan bagaimana menteri perhutanan kantornya ditempatkan di hutan ? Atau menteri lingkungan hidup kantornya ditempatkan didekat pembuangan sampah? Fotomu yang ditaruh dibawah meja saja pasti kecewa, marah.

Selain itu, jika diletakkan di dapur, patung/lukisan Dewanya akan mudah kotor terkena asap kompor dan makanan. Kebersihan altar Dewa adalah kewajiban utama para pemuja-Nya. Itulah sebabnya, di jaman yang modern ini pembaca sudah harus meninggalkan kebiasaan2 kuno yang sudah lapuk.

Jika telah memiliki patung/lukisan Dewa Dapur di rumah, letakkanlah (digabung) di altar/meja sembahyang utama, atau buatlah satu yang kecil jika belum punya. Jika tidak ada patung/lukisan Dewa Dapur, juga TIDAK WAJIB untuk menyediakannya di rumah.

Perlu dimengerti bahwa selain bertugas untuk melindungi seisi rumah/keluarga yang memuja-Nya, Dewa Dapur itu bagaikan “mata-mata” dari Langit (Thian Kung) yang bertugas untuk mengawasi perbuatan2 umat manusia, yang dilaporkan setiap akhir tahun (24 bulan 12 Imlek) setiap kali naik ke kahyangan.

Sedemikian besar dan tingginya peranan Dewa Dapur, laiknya Dewa yang sangat dipercaya Thian Kung, maka sudah selayaknya-lah dipuja dengan sejajar dengan Dewa-Dewi lain di atas altar yang layak.

Umat manusia yang senantiasa berbuat baik dan berjasa akan diberkati, sementara yang senantiasa berbuat busuk dan berdosa akan dihukum setimpal.

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?