Last Updated on 18 March 2021 by Herman Tan Manado
Dewi Kwan Im, atau Dewi Guan Yin (Hanzi : 觀音娘娘; 觀世音; Pinyin : Guanyin niangniang; Guanshiyin) adalah Dewi Welas Asih dan penyayang yang populer dipuja masyarakat Tiongkok dan perantauannya di dunia. Sebutan ‘Kwan Im’ sendiri berasal dari dialek Hokkian yang umum dipergunakan mayoritas etnis Tionghoa di Indonesia.
Secara harafiah, Guan 觀 artinya “melihat”, dan Yin 音 artinya “suara/mendengar”. Jadi, asal melihat atau mendengar ada yang minta tolong (khususnya perempuan), Dewi ini yang selalu datang/turun menolong.
Nama dari Kwan Im menurut versi ajaran Buddhisme adalah Kwan She Im Phosat (Hanzi : 觀世音菩薩, Pinyin : Guan Shì Yin Pu Sa) yang merupakan terjemahan langsung dari nama aslinya dalam bahasa Sanskerta, Avalokitesvara Bodhisattva.
Sedangkan menurut versi Taoisme/Daoisme, menyebutnya sebagai Guan Yin Dashi (觀音大士), Cihang Dashi (慈航大士), atau Cihang Zhenren (慈航真人), Cihang Daoren (慈航道人).
A. Perwujudan Dewi Kwan Im (Versi Taoisme dan Buddhisme)
Baca juga : 20 Ajaran Welas Asih Dewi Kwan Im (Dewi Guan Yin)
Dewi Kwan Im sendiri hadir dalam bentuk perwujudan perempuan muda, yang awalnya mengkhususkan untuk menolong kaum perempuan. Karena pada jaman dulu, kehidupan kaum perempuan serba terbatas, dan lebih mementingkan laki-laki.
Jadi pada jaman dulu dikisahkan, mereka (kaum wanita ini) kadang ada halangan atau rintangan yang harus dihadapi sendiri, misalnya ketika akan melahirkan, atau dikejar hewan buas di hutan, atau tenggelam di sungai. Nah, ketika mengalami kondisi2 yang demikian, permohonan kadang hanya bisa dimohonkan/disampaikan keatas.
Karena tekanan budaya paternalistik inilah, sehingga kaum perempuan dianggap memerlukan satu figur Dewi, yang dianggap bisa mengayomi dan melindungi mereka. Adapun ciri2nya digambarkan (divisualisasikan) sebagai seorang perempuan, yang umurnya masih muda (sekitar 30-an), dan di dahinya tidak terdapat titik merahnya.
Versi lain mengatakan, bahwa Dewi Kwan Im sendiri asalnya/awalnya digambarkan berwujud laki-laki, yang berasal dari India. Penyebaran dan pengaruhnya mulai terasa di daratan Tiongkok pada awal masa Dinasti Tang (618-907). Versi ini banyak dipengaruhi oleh figur Wu Zetian (武則天; 624-705), Kaisar wanita yang beragama Buddha kala itu.
Namun pada awal Dinasti Song (960-1279), sekitar abad ke-11, beberapa dari pengikut/umat melihat-Nya sebagai sosok wanita, yang kemudian mulai digambarkan oleh para seniman pelukis dan pembuat patung.
Perwujudan Kwan Im sebagai sosok wanita lebih jelas pada masa Dinasti Yuan (1206-1368). Sejak masa Dinasti Ming (1368-1644), atau sekitar abad ke-15, Dewi Kwan Im secara menyeluruh perwujudannya dikenal sebagai seorang wanita.
Disini jelas, bahwa tokoh Guan Yin versi Buddhisme disebutkan bernama Avalokitesvara Bodhisattva (yang dikatakan dari India); sementara tokoh Guanyin Niangniang versi Taoisme adalah figur yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Tiongkok ketika itu. Masyarakat Tiongkok pada jaman dulu memeluk kepercayaan rakyat (Chinese folk religion), menyebut perempuan dengan sebutan Niangniang (娘娘).
Perbedaan lainnya adalah, Avalokitesvara Bodhisattva memiliki tempat suci di gunung Potalaka, Tibet, sedangkan Kwan Im Niangniang memiliki tempat suci di Pulau Putuo Shan, Kepulauan Zhou Shan, Propinsi Zhejiang Tiongkok.
B. Legenda Dewi Kwan Im yang terkenal (versi Buddhisme)
Baca juga : 20 Ajaran Welas Asih Dewi Kwan Im (Dewi Guan Yin)
Banyak cerita mengenai asal-usul tentang Dewi Kwan Im di masyarakat Tiongkok. Salah satu yang paling terkenal adalah cerita tentang Legenda Putri Miao Shan (妙善). Menurut cerita tersebut, Putri Miao Shan dilahirkan pada masa dinasti Zhou Timur (770-256 SM), yang merupakan anak dari Raja Miao Zhuang (妙莊) penguasa Negeri Xing Lin pada akhir masa Dinasti Zhou (abad 3 SM).
Singkatnya, berbagai cara diusahakan oleh Raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali ke istana dan menikah, namun Puteri Miao Shan tetap bersiteguh dengan pendiriannya. Akhirnya suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis kesabarannya dan memerintahkan prajurit istana untuk menangkap dan menghukum mati sang puteri.
Setelah kematiannya, arwah Puteri Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia. Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi seperti surga.
Penguasa dunia akhirat, Yan Luo Wang (Hanzi : 阎罗王; Hokkian : Giam Lo Ong), menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk kembali ke badan kasarnya. Begitu bangkit dari kematiannya, Buddha Amitabha muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa untuk dimakannya.
Dengan memakan buah persik tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, berubah menjadi tua, dan mengalami kematian. Buddha Amitabha lalu menganjurkan agar Puteri Miao Shan berlatih mencapai kesempurnaan di gunung Pu Tuo. Puteri Miao Shan pun mengikutinya, pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.