Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan

Tembok Besar Tiongkok (Hanzi : 长城;  Pinyin : Chángchéng) yang dulu dibangun untuk sistem pertahanan kerajaan, kini justru terbalik. Tembok itu yang memerlukan langkah pengamanan sebab banyak bagian yang rusak parah.

Seperti dikutip CNN dari Beijing Times, Rabu (1/7/2015) hampir sekitar 2.000 KM atau sekitar 30% dari Tembok Besar yang dibangun pada era Dinasti Ming telah menghilang.

Kerusakan tembok pertahanan itu disebabkan faktor alam dan manusia. Para ahli memperingatkan bahwa kondisi bisa bertambah buruk, karena tidak cukupnya waktu untuk merawat bagian yang tersisa.

tembok china
Foto : @globaltimesnews (28/06/2015)

Sekitar 8.000 KM dari strukturnya diperkirakan dibangun pada masa Dinasti Ming; yakni pada abad ke-14 hingga abad 17. Bagian ini juga dianggap oleh sebagian orang sebagai Tembok Besar yang asli. Dari total panjang tersebut, sekitar 2.000 KM merupakan “benteng alami” yang berupa hambatan alam seperti  sungai dan perbukitan.

Jadi, hanya 6.000 KM yang merupakan bagian asli tembok Dinasti Ming. Pembangunan Tembok Besar selanjutnya dilanjutkan pada era Dinasti yang lain dengan panjang totalnya diperkirakan mencapai 21.000 KM (termasuk bagian-bagian tembok lain dan benteng alami).

Tembok Besar Tiongkok merupakan situs warisan yang sangat luas. Dengan total panjang lebih dari 20.000 KM, tentu merupakan kesulitan tersendiri untuk merawat dan merestorasinya.

Jumlah tenaga kerja di Departemen Warisan Budaya Lokal Tiongkok yang sedikit sudah tentu tidak cukup untuk menjaga dan melindungi situs tersebut.

Meskipun beberapa dinding dibangun kembali dari batu bata dan batu, namun tidak akan kuat menahan terpaan angin dan hujan sepanjang tahun.

Ketertarikan wisatawan yang meningkat untuk mengunjungi bagian yang belum tereksploitasi yang dinamakan Wild Great Wall telah menambah kerusakan. Selain itu, aksi vandalisme (pencurian) juga turut ambil bagian dalam menambah kerusakan.

Beberapa penduduk lokal di propinsi-propinsi yang berbatasan langsung dengan Tembok Besar bagian justru menjual batu bata dengan ukiran bersejarah kepada kolektor. Sebagian malah menggunakan batu-batu bata tersebut sebagai bahan baku untuk membuat rumah dan desa mereka.

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?