Last Updated on 14 July 2020 by Herman Tan

Setiap pekan, jutaan orang menyaksikan melalui televisi bagaimana para remaja bersaing dalam ajang “Pahlawan Karakter”, kontes menulis dan mengeja yang populer di salah satu televisi Tiongkok. Dalam lomba tersebut, para kontestan muda harus menulis karakter mandarin menggunakan tangan.

Dibutuhkan kerja keras dan latihan berbulan-bulan mempelajari kamus untuk menjadi juara. Setiap goresan, tanda, dan garis harus berada di tempat yang benar. Setelah dua putaran yang menegangkan, Wang Yiluo harus meninggalkan kontes.

Dia membungkuk di hadapan para juri, yang merupakan selebritas, dan cepat-cepat keluar meninggalkan studio televisi. Di belakang panggung, ia mengaku bahwa ia mempelajari kamus selama berbulan-bulan untuk mempersiapkan diri mengikuti kontes. Pada usianya yang ke 17, tahun ini adalah tahun terakhir Wang bisa tampil di acara itu.

“Saya ingin bertanding sebelum saya terlalu tua,” jelasnya.

Selain bubuk mesiu dan kertas, kaligrafi atau huruf Hanzi disebut-sebut sebagai kontribusi utama bangsa Tiongkok kepada peradaban dunia. Tidak ada alfabet dalam bahasa mandarin karena setiap kata diwakili oleh karakter atau gabungan dari dua atau tiga karakter.

Sebuah kamus Tiongkok yang lengkap berisi lebih dari 85.000 karakter. Diperkirakan 7.000 karakter digunakan dalam aktivitas sehari-hari seorang warga awam. Namun, pemahaman tentang bagaimana menyusun karakter-karakter tersebut terancam terlupakan.

Di seluruh negeri, masyarakat Tiongkok lupa bagaimana menulis bahasa mereka sendiri tanpa bantuan komputer. Perangkat lunak pada ponsel pintar dan komputer memungkinkan pengguna untuk mengetik suara dasar menggunakan abjad Latin. Karakter yang benar dipilih dari daftar yang tersedia.

Hasilnya? Masyarakat dapat mengenal karakter tanpa mengingat bagaimana menulisnya. Namun masih ada harapan untuk menggunakan kuas dan tinta seperti sedia kala. Kementerian Pendidikan Tiongkok ingin anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu belajar bagaimana menulis.

Di sebuah sekolah dasar Beijing, siswa berlatih menulis kaligrafi setiap hari di dalam kelas yang dihiasi dengan lukisan khusus tradisional Tiongkok. Alunan musik lembut diperdengarkan ketika sekelompok anak-anak berusia enam tahun mencelupkan tinta tebal hitam.

Mereka melihat ke papan tulis untuk mengikuti contoh-contoh guru mereka sebelum susah payah mencoba untuk menulis karakter-karakter di atas kertas beras tipis.

“Kemampuan untuk menulis karakter adalah bagian dari tradisi dan budaya Tiongkok,” ungkap Shen Bin, guru kaligrafi.

“Siswa harus belajar sekarang sehingga mereka tidak lupa ketika mereka beranjak dewasa.”

Tetapi bahkan Shen pun tidak bisa menghindari efek teknologi modern. “Sudah menjadi lazim, bahkan untuk guru seperti saya, untuk melupakan kata-kata tertentu,” aku Shen sambil tertawa.

“Di sini, kita mengingat bersama-sama bagaimana caranya menulis,” tutup Shen.

Sumber : bbc.co.uk/indonesia

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?