Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan Manado

Timah (Hanzi : 錫; Pinyin : Xī) ditambang secara masif dan intensif, hingga tahun 1900-an sudah mampu menghasilkan 200.000 pikul lebih. Penambang yang terdaftar resmi bekerja sekitar 1,500 orang.

Di tahun 1920, Total orang Tionghoa Bangka (邦加人; Bāng jiā huárén) mencapai 44% lebih dari keseluruhan 154.141 jiwa!

Selain itu, lebih 27% dari orang Tionghoa Bangka tersebut adalah penambang (menurut hasil sensus yang dilakukan oleh Belanda pada waktu itu).

Tercatat pula orang Hakka (Khek) terbanyak mendiami daerah Belinyu (邦加勿里洋; Bāng jiā wù lǐ yáng), lalu kedua terbanyak di daerah Merawang, lalu Pangkal Pinang (邦加港; Bāng jiā bīn gǎng).

Kota-kota mulai dibangun oleh orang Tionghoa Bangka seiring dengan terjadinya migrasi besar-besaran demi timah ke Pulau Bangka. Penambangan Timah Hakka membuat lahirnya kongsi.

Kongsi–kongsi ini lalu membentuk komunitas Tionghoa Bangka (邦加華人團體; Bāng jiā huárén tuántǐ) di kota-kota tersebut yang kemudian berkembang menjadi kota masa kini.

Jumlah imigrasi para penambang timah Hakka di Pulau Bangka berfluktuasi. Hal ini disebabkan karena 2 faktor : faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal antara lain perlakuan yang buruk dari “Palet Thew” terhadap para penambang timah dan wabah penyakit. Sementara faktor eksternal antara lain peralihan kekuasaan dan fluktuasi harga timah dunia.

Pada mulanya tambang timah adalah milik orang Tionghoa Hakka, yang diberi hak pengelolaan oleh Sultan Palembang (巨港王; Jù gǎng wáng). Sebagai imbal hasil, sebagian batang timah diserahkan kepada Sultan Palembang.

Baik pada masa-masa pemerintahan Kesultanan Palembang yang berkuasa antara lain : Sultan Mansur, Sultan Kamarudin, Sultan Badarudin, Sultan Najamudin, semua memberikan akses; bahkan hingga pindah tangan kepada penjajah Inggris dan Belanda, orang Tionghoa Hakka tetaplah menjadi pemilik sekaligus pengelola.

Timah Bangka berhasil mengalahkan timah cornwall (cornwall tin), baik dari segi kualitas maupun harga. Hingga akhirnya timah cornwall harus tutup. Hal ini membuktikan keunggulan timah bangka di kancah dunia.

Hal ini jugalah yang membuat Banka Tin Winning Bedrijf (BTW) menggenjot kinerja timah bangka untuk menambah kocek Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu.

Banka Tin Winning Bedrijf (BTW) adalah cikal bakal PT. Timah tbk. Banka Tin Winning Bedrijf (BTW) memberi peluang orang Tionghoa Bangka untuk mengelola area tambang, tetapi hasilnya harus dijual kepada Belanda. Sejak kemerdekaan maka semua area tambang menjadi milik negara.

Sebagai barang komoditas, timah tidak selalu naik harganya; ada kalanya juga turun. Sebagai contoh dalam masa depresi 1929-1930 harga timah di London Metal Exchange (LME) mengalami penurunan dari £320 menjadi £105.

Sama sperti halnya krisis global 2008-2009 menyebabkan harga timah dari $25,000 di tahun 2008 menjadi kisaran $15,000 di tahun 2009.

Pada saat masa-masa depresi dalam masa pengelolaan Banka Tin Winning Bedrijf (BTW), banyak penambang Hakka yang memutuskan untuk pulang kampung meninggalkan Pulau Bangka dan kembali menuju Tiongkok 中國. (Dikutip dari : bukjam.wordpress.com, dengan pengeditan & penyesuaian seperlunya).

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?