Last Updated on 14 May 2022 by Herman Tan

Di bulan Mei ini adalah hari-hari bersejarah yang kelam bagi etnis TIONGHOA di Indonesia akibat kasus KERUSUHAN 13-15 Mei 1998 di Jakarta.

Namun generasi muda kelahiran 2000 keatas mungkin hanya tahu, bahwa Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta hanyalah soal penumbangan Orde Barunya Presiden Soeharto yang berkuasa selaam 32 tahun, dan peralihan ke Orde Reformasi.

Paling banter, soal penembakan 4 mahasiswa di kampusnya dengan peluru tajam. Namun sebenarnya, etnis Tionghoa-lah yang paling dikorbankan dalam peristiwa ini.

Seperti yang kita ketahui bersama, etnis Tionghoa menjadi korban utama kekerasan yang terjadi pada peristiwa itu, dimana ketika rumah, toko, perusahaan dan aset milik kaum Tionghoa dibakar dan isinya dijarah; termasuk  pemerkosaan, penganiayaan dan pelecehan terhadap ratusan wanita etnis Tionghoa di kala hari-hari yang mencekam itu.

Seperti dikutip dari situs Wikipedia dan berbagai media blog/website referensi lain, disimpulkan bahwa Kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998 terjadi awalnya karena :

1. Penembakan terhadap para aktivis mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998 yang mengakibatkan 4 mahasiswa tewas dan puluhan lainnya mengalami luka-luka akibat melakukan aksi demo Krisis Moneter di Indonesia.

2. Krisis Finansial Asia sehingga menimbulkan kritik kepada pemerintahan waktu itu (Orde Baru).

Kerusuhan 13-15 Mei 1998 di daerah Glodok, Jakarta (Tempo/Rully Kesuma)

Baca juga : Peristiwa Mei 1998 di Jakarta : Titik Terendah Sejarah Etnis Tionghoa di Indonesia

Namun ternyata yang paling dirugikan dari rentetan peristiwa ini sebenarnya adalah etnis Tionghoa yang sejatinya tidak tahu menahu, bahkan tidak mau ambil pusing soal aksi demo para mahasiswa ini (yang bermaksud untuk menggoyang pemerintahan pada waktu itu).

Etnis Tionghoa juga sebenarnya tidak mau pusing siapa yang mengkudeta siapa, atau siapa yang mengerahkan pasukan, dsb. Yang kita tahu, kita hanya ingin hidup aman dan tentram di Negeri ini; namun faktanya justru kita yang “dikorbankan” sebagai tumbal reformasi.

Ibarat pribahasa “Gajah sama gajah berjuang, pelanduk mati di tengah-tengah”. Ya, etnis Tionghoa pada waktu itu benar-benar menjadi korban kerusuhan; dimana yang seharusnya “berperang” adalah rakyat sipil (diwakili mahasiswa, juga sebagian provokator*) dan Negara (diwakili aparat keamanan), tapi akhirnya menjadi bias.

Jika ditarik lebih jauh lagi maka sedikit banyak akan menyinggung 2 tokoh elite politik yang saat ini masih aktif dalam dunia perpolitikan; dimana pada waktu itu masing-masing memegang posisi tertinggi dalam jajaran militer (memegang tongkat komando tentara).

Anehnya sebagai aparat keamanan (apalagi tentara yang harusnya lebih keras), mereka seperti terlihat melongo dan pasrah saja melihat rakyatnya di zolimi seperti itu, serta hanya sibuk mengawal gedung DPR/MPR. Sampai saat ini, beberapa pertanyaan seputar tragedi kerusuhan Mei 1998 masih menjadi misteri, diantaranya adalah :

1. Kemana aparat keamanan militer pada waktu kerusuhan itu (menurut sumber, kerusuhan yang terjadi pada 30 jam pertama, aparat kepolisian dan tentara sempat menghilang di sejumlah daerah) ?

2. Mengapa sampai terjadi pembiaran penjarahan dan pembakaran rumah, toko dan perusahaan milik etnis Tionghoa?

Serta yang paling parah adalah terjadinya kasus pemerkosaan, penganiayaan dan pelecehan terhadap wanita etnis Tionghoa (disertai pengrusakan alat kelamin dan bagian tubuh lainnya, dimutilasi, bahkan dibakar hidup-hidup), yang mengakibatkan gangguan psikis / kejiwaan yang sangat luar biasa bagi para korban hingga hari ini.

Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang memilih untuk mengakhiri hidupnya, karena rasa keputusasaan dan rasa malu akibat menangung aib.

3. Siapa yang menggerakkan massa (melakukan provokasi) yang menyebabkan kerusuhan SERENTAK di beberapa kota besar Indonesia (diantaranya Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, dsb)?

Sesuai laporan TGPF, ada saksi yang melihat sekelompok orang yang berambut cepak, yang turun untuk meng-kondisikan massa di jalanan, untuk menyerang bangunan2 milik etnis Tionghoa di Jakarta.

Menurut mereka, para pelaku provokator ini terdiri dari sekelompok pemuda yang berpenampilan macam2; ada kelompok pemuda berpakaian pelajar SMA atau pakaian mahasiswa, ada kelompok remaja yang berpakaian lusuh dan berwajah sangar, ada yang berbadan kekar, berambut cepak/pendek ala militer, dan memakai sepatu lars tentara, dan bertato.

Baca juga : Mengapa Pemukiman Mereka Dijarah? Kajian Historis Pemukiman Etnis Tionghoa di Indonesia (Bagian I)

perkosaan mei 98
Tampak seorang pendemo kerusuhan pasca kerusuhan Mei 1998

Akibat kasus ini, banyak Negara yang pada waktu itu ikut mengecam keras Pemerintahan Indonesia yang dianggap gagal dalam melindungi warga negaranya, diantaranya negara Singapura, Taiwan, Amerika Serikat, Malaysia dan Thailand. Berikut beberapa aksi simpatik Negara-Negara tersebut :

1. Pemerintah Singapura : Menyatakan Bandara Internasional Changi terbuka 1×24 jam dan sewaktu-waktu siap menerima kedatangan korban kerusuhan.

2. Pemerintah Taiwan : Menyampaikan protes keras kepada pemerintah Indonesia, bersamaan dengan itu mengirim pesawat penumpang untuk mengangkut para korban kerusuhan.

3. Pemerintah Amerika : Mengizinkan “permohonan perlindungan” para korban keturunan Tionghoa, bersamaan itu mengirim kapal perangnya ke Indonesia untuk mengangkut sejumlah besar korban kerusuhan.

4. Pemerintah Malaysia : Meminta Komite HAM PBB menyelidiki peristiwa pembunuhan dan pemerkosaan bergilir ditengah kerusuhan yang dialami oleh kaum perempuan keturunan Tionghoa di Indonesia, serta menyerahkan hasil penyelidikan kepada Pengadilan Kejahatan Internasional untuk diadili.

Baca juga : Korban Mei 1998 : Mengapa Harus Perempuan Tionghoa?

Tetapi sungguh ironis, Pemerintah komunis Republik Rakyat Tiongkok (China) malah mengambil sikap tidak melaporkan, tidak mengecam dan tidak mencampuri segala urusan dalam negeri Indonesia.

Menurut pemerintah China pada saat itu mengatakan, orang Tionghoa di Indonesia telah menjadi Warga Negara Indonesia, maka apa yang terjadi di Indonesia segalanya adalah urusan dalam negeri Indonesia.

Padahal jika dilihat dari sisi keterikatan emosional dan kedekatan suku bangsa, Negara China lah yang seharusnya menjadi pembela nomor satu.

Sejumlah masyarakat etnis Tionghoa pada waktu itu berada dalam situasi keadaan yang genting dan mencekam dikabarkan pernah mencoba mengadu ke Kedubes China, yang atas dasar perikemanusiaan memohon bantuan.

Namun hal ini ditolak mentah-mentah oleh kedubes China kala itu, dengan alasan yang melapor bukan Warga Negaranya.

Sudah tentu kabar ini membuat Pemerintahan Orde Baru yang kala itu sangat ketakutan, merasa telah memperoleh angin dukungan semangat yang kuat, termasuk para pelaku kerusuhan yang menganggap aksi mereka sebagai suatu pembenaran.

Baca juga : Korban dan Pengorbanan Perempuan Etnis Tionghoa di Indonesia (Bagian I)

Tampak sebuah toko yang habis dijarah oleh massa pada kerusuhan Mei 1998

Atas terjadinya peristiwa tersebut, pemerintah Indonesia yang hanya atas desakan Negara-Negara sahabat akhirnya membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk sebagai tim penyelidik untuk mengusut kasus Kerusuhan Mei 1998.

Meski begitu, mengenai kelanjutan dari kasus ini, seperti siapa oknum-oknum yang harus bertanggung jawab atas kerusuhan Mei 1998 ini masih belum diungkap.

Pemerintah selama belasan tahun ini tampaknya tidak pernah serius dalam menindaklanjuti dengan proses hukum soal laporan investigasi dari TPGF (menurut informasi kasus ini sudah sampai tingkat Kejaksaan Agung, tapi seperti dipeti es kan), dimana dalam laporannya, ternyata terdapat lebih dari 1800 orang tewas selama kekacauan selang tanggal 13-15 Mei 1998!

Hal ini jelas bisa memunculkan spekulasi publik bahwa ini adalah bentuk Operasi Militer terselubung pemerintah kala itu*. Maka itu pemerintah enggan untuk memperpanjang masalah ini.

Sebagai catatan, penulis tidak mencantumkan sumber-sumber informasi yang berasal dari blog/web pribadi karena isinya merupakan pandangan subjektif (masih menjadi asumsi) dengan berbagai latar kepentingan.

Tetapi pembaca dapat melakukan riset sendiri lewat Google dan berbagai mesin pencarian lain sebagai referensi/masukan tambahan, terutama dalam arsip foto-foto kekerasan pada etnis Tionghoa pada Mei 1998; dimana terdapat foto dan kesaksian mengenai bagaimana para pelaku kerusuhan menganiaya para korban wanita etnis Tionghoa dengan kejam.

Baca jugaSiapakah Provokator dan Rekayasa Peristiwa Mei 1998?

Jangan kau penjarakan ucapanmu jika kau menghamba pada Ketakutan, Karena kita hanya akan memperpanjang barisan perbudakan

Setelah 16 tahun berlalu, akhirnya Jakarta dipimpin oleh perwakilan etnis minoritas yang pada waktu itu “dizolimi” oleh etnis mayoritas pribumi, dijadikan tumbal politik demi reformasi, etnis Tionghoa! Mungkin ini adalah takdir?

Tidak ada yang tahu. Semoga dengan ini bisa membuka langkah kedepannya bagi pihak pengusut (korban) untuk mencari keadilan di negeri ini.

Berikut lampiran Laporan RESMI Pemerintah Indonesia Lewat Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF) Mengenai Peristiwa 13-15 Mei 1998 : Link hasil TEMUAN Tim Gabungan Pencari Fakta.

Baca juga : Kapan ‘Kecinaan’ Akan Berhenti?

Catatan : * adalah pandangan/asumsi penulis
Sumber foto : sesawi.net, sadarsejarah.wordpress.com, indocropcircles.wordpress.com

By Herman Tan

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

155 thoughts on “Kerusuhan Mei 1998, Harga Yang Harus Dibayar Oleh Etnis Tionghoa”
  1. @ A Han Han,

    Saat ini memang tidak ada masalah, namun sesungguhnya sedang ada bom yang siap meledak di masa yang akan datang.

    Apabila yang pria (Pribumi) dan yang perempuan (Tionghoa) maka masalah besar akan muncul setelah 20-25 tahun yang akan datang saat anak-anak (terutama anak perempuan) akan mencari pasangan hidup.

    Apabila yang pria (Tionghoa) dan yang perempuan (Pribumi) maka apabila anaknya lelaki maka hal ini bukanlah masalah besar namun akan menjadi masalah besar untuk anak perempuan yang ingin menikah dengan lelaki Tionghoa.

    Kisah perkawinan campuran (Pribumi & Tionghoa)awalnya terasa lancar dan sempurna. Saat ini memang dunia terasa indah, damai dan harmonis. Namun semuanya akan berubah menjadi seperti api di neraka saat usia menjelang tua. Akan timbul rasa sesal yang terus dipendam di hati sampai ajal menjemput. Hal in terutama akan di rasakan dan di alami oleh perempuan Tionghoa yang menikahi lelaki Pribumi.

    Pesan untuk perempuan-perempuan Tionghoa. Banyak-banyaklah bertanya dahulu sebelum mengambil keputusan penting untuk pacaran dan menikah dengan Pribumi.

    Ingat jarum jam tidak bisa di putar mundur !

    = Tan =

    1. ini oranglah yg membuat hal2 jadi buruk,
      selama ada cinta dan pengertian, semua orang berhak memilih siapa pasangannya. hari gini masih pake istilah pribumilh, china lh, indonesia punya ribuan etnis bung.
      klau udah wni udah itu orang indonesia titik. bhenika tunggal ika

  2. Saya pribumi (Sundanese) dan pacar saya Tionghoa, tidak ada masalah semuanya baik-baik saja…

    1. karena pacar nya itu tidak dapat didikan yg benar dan tidak punya otak…kelas rendahan mau pacaran dgn kelas borjuis,,,dia akan menyesal seumur hidup,,,itu sdh pasti!!!

  3. Sebenarnya sederhana. Pertama. Apabila anda adalah seorang lelaki sejati masuk dalam sekolompok wanita, mungkinkah ia disuruh berubah menjadi wanita tulen ? Dan sebaliknya pun demikian wanita menjadi lelaki sejati, jelas tidak mungkin! Demikian juga etnis manapun tidak akan dapat berubah menjadi etnis lain. Jadi jangan lagi permasalahkan etnis mana yang harus berubah. Biarkan masing-masing jalani jalannya sendiri selama itu tidak saling mengganggu.
    Ke dua. Seseorang (A) datang kedalam sekelompok orang, setelah A ini memberi salam dan sapaan, reaksi kelompok ini tidak menghiraukannya. Dan hal tersebut berulang kali. Apakah A pada suatu saat tidak akan menarik diri ? Yang jelas A ditolak dan berdiri sendiri diluar kelompok. Apakah A salah, kalau ia menarik diri? Yang wajar adalah sekelompok orang ini menerimanya sejak awal, maka A tidak menarik diri. Dan jelas A sudah berusaha. Ini yang terjadi dalam kehidupan nyata di Indonesia. Jadi jangan lagi permasalahkan etnis Tionghoa yang salah atau pribumi yang salah dalam hal ini.
    Ke tiga. Sampai disini pembaca yang budiman dapat melihat, karakter minoritas Tionghoa sesungguhnya mencari kehidupan tenang dan damai dengan siapa pun, dan dimana pun ia pergi. Tidak ada niat mengkuasai orang yang ia jumpai. Apabila minoritas ini punya karakter mengkuasai, maka sebelum Belanda dan Jepang menjajah Indonesia, minoritas Tionghao sudah menjajah Indonesia terlebih dahulu.
    Itu juga yang mendasari minoritas Tionghoa menerima kejadian 98 sebagai musibah yang tak terelakkan dan cenderung tidak mau mengusut lebih jauh, walau berharap dapat ditemukan dan diadili. Tapi cenderung cukup disimpan sebagai peristiwa yang harus diingat dan harus mengevaluasai diri. Belajar darinya agar tahu bagaimana melangkah selanjutnya. Karena melalui evaluasi diri dan belajar dari peristiwa yang terjadi, tidak akan jatuh ke lubang yang sama. Yang pasti, mari kita semua ajar dan bimbing generasi muda untuk ‘ Sedikit bicara, banyak berbuat (Positif) ‘, bergandeng tangan – bersatu padu menjaga sikap dan bertoleran pada sesama etnis dan beda etnis membangun kesatuan NKRI yang sama-sama kita cintai dan sayangi ini.

  4. Saya pernah di taiwan, temen taiwan saya blg kerusuhan Mei 98 ga semua salah org indonesia, dia blg org tionghoa jg arogan….gitu….lah…

    1. Sangat gampang dicek,anda sendiri berada diTaiwan,apakah masyarakat disana semua arogansinya tinggi?,fakta didepan mata yg bisa dijadikan perbandingan.

  5. Saya mau kasih sedikit info buat mereka yang merasa pribumi,dahulu jaman penjajahan belanda mereka mengambil jutaan orang cina untuk di jadikan budak dan pekerja di nusantara mereka semua 100persen semua laki2 tidak ada wanita satupun,mereka bekerja ada yang membuka jalan ada yang membangun jembatan dll,mereka tidak bisa kembali ke negeri cina akhirnya mereka berbaur dengan pribumi asli dan berkeluarga beranak cucu,pada saat itu belanda selalu ingin menghabisi warga pribumi tapi cina dan keturunanya tidak terima karena cina sudah bersaudara dengan pribumi ,setelah belanda menguasain nusantara selama 350thn cina dan keturunannya melawan karena cina keturunan tidak suka terhadap kelakuan belanda maka terjadilah pemberontakan yang di komando cina keturunan,akhirnya belanda memakai ilmu adu domba untuk menghancurkan persatuan cina dan pribumi,intinya adalah kalau kalian warga pribumi mungkin ada garis darah orang cina,mungkin cina adalah nenek moyang orang pribumi jadi selagi kalian menghina leluhur kalian maka kalian tidak akan bisa bahagia,karena china kemungkinan adalah leluhur kalian,jadi bagi warga pribumi jangan trus menghina orang tionghua karena leluhur kita sama mari kita bersatu melwan orang2 yang ingin menghancurkan nkri

  6. coba tinggal di Kalimantan aja. kalian pasti akan hidup aman dan damai. hehe.. 🙂 🙂

  7. seandainya bisa melawan dengan kung fu dan ilmu toya warisan nenek moyang…*sedih*

  8. Mainland itu sudah komunis, cm Tionghoa xxx yang masih mendewakan mainland…yg solider umumnya Hua ren2 yg masih menjalankan tradisi seperti Taiwan, Singapore dan Malaysia, jadi ga perlu inferior sama Cina mainland, soalnya secara moralitas mereka ga lebih baik daripada Hua ren2 seperti kita yg diperantauan

  9. Akibat kecemburuan sosial. padahal masih banyak juga warga etnis ini yang masih dalam garis kemiskinan. Karena keyakinan dan pemikiran yang salah… tapi, tak mungkin juga tanpa provokator.

    ngomong2 saya jawa. dan saya salut banget dengan teman saya etnis ini yang bisa berbahasa jawa alusan lebih dari orang jawa.

  10. Saya orang keturunan, Cina Betawi.. lahir dan besar di Jakarta.

    Waktu kerusuhan Mei’98 sy kelas 3 SMP.
    Kalau ingat waktu itu sangat sedih,takut,marah,kesal.
    Saking mencekam nya waktu itu, banyak toko2 milik tionghoa maupun rumah yang memasang plang bertuliskan “MILIK PRIBUMI” biar gak jadi sasaran sweeping..
    Sedih dan marah.. cuma kita sebagai minoritas tidak bisa berbuat apa2 selain berdoa.

    Gue keturunan tapi gw Betawi, karena gw lahir dan sampai sekarang adalah orang asli Jakarta.
    Gue gak bilang gw China asli, tapi gw WNI asli!

    Pesan gue buat temen2 disini,
    sudahlah peristiwa Mei’98 itu anggap saja pil pahit yang harus kita lupakan.
    Sekarang kita harus bersama-sama mendukung Ahok, biar semua orang Indonesia berfikir dan paham, bahwa kami orang keturunan Chinese memiliki jiwa NASIONALISME tinggi yang tidak kalah dengan yang lain nya.
    Bahkan lebih tinggi dari pada yang mengaku Indonesia asli.

    Peace

  11. Orang Tionghoa itu belum mengakui RRC sebagai negara asalnya, atau mungkin tidak akan mengakui, karena RRC belum jadi negara, masih masa Dinasti. Aku bkn orang Tionghoa, melainkan memang berasal dari Cina yang melarikan diri dari Cina karena waktu itu Cina masih komunis. Namun kenapa tidak bisa seperti negara Malaysia ataupun Singapura? Mereka walaupun etnis aslinya Melayu, dengan menerima orang Cina tidak ada masalah kok. Mungkin orang Indonesia termasuk keturunan Cina harus diputar cara pikirnya. Keragaman agama sudah mulai nail, namun secara etnis belum.

  12. Pada dasarnya, apapun jabatan dan siapapun mereka yang berbuat salah harus dihukum…
    Namun perjalanan demokrasi sejak 1960an tentu sebagian mencatatkan sejarah yang kelam…
    Saya rasa proses menuju demokrasi yang sesungguhnya di negara mana pun juga berimbas pada banyaknya jatuh korban jiwa akibat kekerasan…
    Saya orang pribumi, tapi saya mengecam keras orang pribumi jika sampai saat ini saya mendengar kata2 yang mendiskriminasikan orang pribumi dan keturunan tionghoa… Demikian sebaliknya…
    Istri saya orang keturunan tionghoa dan saya mengatakan tidak pernah ingin mendengar lagi sejarah kelam diskriminasi dan kekerasan masa lalu, saya mengecam itu…
    Saya pribadi berpendapat masih banyak orang-orang disekitar saya yang seolah mendiskriminasikan masalah etnis.
    Kalau saya lebih baik tidak bergaul pada orang yang masih mendiskriminasikan masalah etnis sekalipun itu saudara kandung saya…
    Dan saya rasa percuma anda mengharapkan terkuat fakta sesungguhnya siapa aktor paling bersalah dalam peristiwa lampau itu,,, alangkah bijaknya tidak perlu mengorek luka lama…
    Introspeksi diri…
    Jika anda masih belum bisa 100% melupakannya, dan terus mengobral kata2 kebencian, sampai kapan pun anda akan dibenci…
    Biarlah cukup hanya menjadi catatan sejarah kelam dan jangan sampai terulang kembali…
    Karena semakin anda mencari siapa dalangnya, siapa yang paling bersalah, hanya sia-sia belaka dan justru hanya memperkeruh suasana…
    Dan saya pun berpesan kepada orang pribumi yang merupakan mayoritas, mayoritas itu bukan berarti anda superior…
    Sebagai kelompok mayoritas seharusnya berbaur dan melindungi kelompok minoritas…
    Jiwa ksatria tak mungkin menindas minoritas…

    Salam Damai dan Rukun Selalu…

    Mohon maaf sebesar-besarnya jika ada salah kata yang membuat hati anda tidak berkenan.
    Terimakasih…

  13. @ Herman Tan.

    Positive 100 % bahwa istrinya Konglomerat HT adalah Pribumi Jawa Islam. Nama TANAJA yang mirip Tionghoa itu nama baru bikinan setelah ybs kawin dengan HT. Siapa saja bisa membuat nama yang mirip-mirip nama Tionghoa untuk menipu orang lain dan diri sendiri. Dipikirnya mengganti nama atau merubah nama sehingga mirip Tionghoa sudah bisa di anggap sebagai orang Tionghoa. Coba Google nama “Tata Liem”. Namanya menggunakan marga Tionghoa tetapi apakah ybs orang Tionghoa ?

    Bukankah berpura-pura menjadi orang Tionghoa merupakan bentuk penipuan asal-usul dan identitas sehingga menyesatkan masyarakat umum ? Hal yang sama seperti di atas dilakukan oleh Lilyana TANAJA.

    Ada banyak sekali (terutama para perempuan Pribumi) yang minta dibuatkan nama Tionghoa. Menjadi tanda tanya mengapa mereka tidak suka dan malu menggunakan nama keluarganya seperti: Parulian, Aisyah, Munaroh, dll ?

    Sebenarnya ini masalah mental inferioritas kaum Pribumi yang merasa rendah diri.

    Bahkan karena saking malunya karena berasal dari keluarga pribumi maka saat acara pernikahan anak perempuannya, yang diundang dari pihak Liliana sebagai pendamping hanya beberapa orang saja. Bahkan anak-anaknya HT lebih dekat dengan keluarga HT dan bukannya keluarga Liliana (kabarnya malah ketakutan menjauhi). Padahal biasanya kalau cucu anak perempuan Tionghoa selalu lebih dekat dengan emaknya dari pihak ibu.

    HT sendiri dari hatinya yang terdalam sebenarnya merasa malu mempunyai istri Pribumi. Kita lihat saja apakah dari anak-anaknya HT yang 4 perempuan ( 1 sudah menikah dgn Tionghoa) dan 1 lelaki ada yang mau berteman & menikah dengan orang Pribumi ?

    Cobalah sekali-kali naik angkutan umum seperti Tranjakarta, angkot atau bis kota. Coba amati curi pandang dan lihat apa saja yang di tonton oleh Pribumi di smartphonenya. Yang saya amati, kalau perempuan-perempuan pribumi berjilbab sangat suka sekali menonton film-film Taiwan, China, Korea,& Jepang. Sementara yang pria-pria pribumi gemar mengkoleksi film porno & gambar-gambar telanjang artis Hongkong, China, Taiwan, Korea & Jepang. Pertanyaannya kenapa mereka-mereka tidak menonton dan mengkoleksi gambar-gambar artis-artis Pribumi atau Arab atau India atau Pakistan yang lebih mirip fisik dan budayanya ?

    Coba perhatikan iklan-iklan di tv. Untuk produk-produk kecantikan selalu saja diperankan oleh wanita oriental China, Taiwan, Korea, Jepang, & Hongkong. Sasaran iklan tsb jelas bukan untuk customer etnis Tionghoa karena populasi etnis Tionghoa di Indonesia hanya sekitar 3%-4%.
    Kalaupun diperankan oleh pribumi maka dipilihlah yang mirip-mirip atau dibuat mirip menjadi orang Tionghoa/Korea/Jepang.
    Pertanyaannya mengapa tidak diperankan oleh yang bercirikan khas Pribumi sendiri ?

    Bahkan anehnya, sadar atau tidak sadar, iklan-iklan tv Indonesia di setiap ada peran untuk perempuan yang dipilih adalah perempuan Tionghoa sementara lelakinya orang Pribumi. Contohnya, iklan Popmie – Indomie “google: iklan popmie indomie ketemu cewa di Hongkong…”. Begitu juga untuk iklan ibu rumah tangga yang diperankan oleh perempuan Tionghoa dan anaknya juga anak Tionghoa sementara suaminya malah diperankan oleh Pribumi. Contohnya iklan: deterjen sabun cuci, susu instant, dll.

    FYI, kalau ke Bandung maka akan melihat betapa berbedanya ciri fisik gadis-gadis “Pribumi” di Bandung dengan gadis-gadis asli Pribumi di Tegal atau Wonosobo Jawa Tengah. Kenapa berbeda secara nyata ? Jawabnya, karena di Bandung dulu saat jaman Belanda banyak sekali orang-orang Belanda (para pengusaha & pejabat Belanda) yang memiliki gundik atau istri-istri simpanan. Itulah cerita mengapa anak-anak “Pribumi” & keturunannya memiliki kulit & fisik tinggi & putih bersih seperti orang-orang Eropa.

    Lihat juga artis-artis “Pribumi” di TV yang sukses & terkenal yang sebenarnya adalah blasteran dan sama sekali tidak mirip dengan fisik Pribumi asli seperti Pribumi di Tegal & Wonosobo. Itulah image impian superioritas yang di idolakan oleh masyarakat Pribumi di Indonesia. Merasa rendah diri karena kulitnya lebih gelap dan ingin menjadi orang Tionghoa/Korea/Jepang dengan cara yang instan, misalnya dengan mengganti nama atau mengenakan make-up & busana oriental sehingga menjadi mirip-mirip orang Tionghoa/Korea/Jepang. Contohnya: iklan Ayu Ting-Ting.

    Yang perempuan ingin seperti gadis Tionghoa sementara yang pria ingin mendapatkan istri Tionghoa.

    Inferioritas adalah penjelasan yang paling rasional dan logis mengenai mengapa produk-produk pemutih kulit menjadi komoditi yang laris manis di jual di Indonesia.

    = Tan =

    1. Mengenai asal-usul istrinya pak HT, saya pribadi baru tahu dari anda. Untuk saat ini saya simpan statement anda ini dulu; sampai saya menemukan info baru seputar asal usul ybs; karena jujur di internet meski terkenal, namun sangat sedikit yang membahas asal usulnya.

      Saat ini memang banyak etnis pribumi yang minta dibuatkan nama tionghoa. Ntah karena untuk menaikkan popularitasnya, atau ada maksud lain saya pribadi juga kurang tahu. Pak Pengamat sendiri bisa lihat di komentar pada artikel :
      https://www.tionghoa.info/marga-tionghoa-di-indonesia/
      Dimana belasan komentar yang masuk diantaranya hanya untuk minta dibuatkan nama Tionghoa. Namun ada juga penyanyi/model etnis Tionghoa yang malah membuang marganya, seperti pada kasus Wenda Tan, dimana merubah namanya menjadi Sarwendah.

      Anda memang seorang pengamat Pak Pengamat 🙂
      Komentar anda ini bagusnya dibuat 1 artikel khusus, namun harus berhati-hati agar tidak tersandung kasus UU ITE yang salah satu pointnya tentang Hate Speech di media sosial.

  14. Gw baca ini berasa campur aduk, marah, jengkel, malu, dendam, sedih, dll.. Gw engga mengalami apapun ketika 98 sih, pas itu gw kelas 4 SD.. Tapi gw jadi teringat gimana perlakuan rasis orang2 Jawa n Tionghoa d tempat gw bertumbuh (gw engga bilang pribumi, coz pribumi itu sukunya macem2) pada waktu gw masih SD..

    Gw engga bilang yang Tionghoa rasis, gw juga engga bilang Jawa yang rasis.. Dua-duanya rasis! Apa reasonnya gw bilang kek gini?

    Gw lahir d keluarga, yang mana 2 engkong gw (dari mama n papa) 2 2nya semuanya Cina totok, trus neh engkong 2 orang, yang 1 merit ama Jawa tulen, 1 lagi merit ama blasteran Jawa-Tionghoa.. Alhasil, pa2 gw blasteran, ma2 gw blasteran, tapi mereka berdua bermuka n kulit Chinese.. Nah gw, lahir dengan kulit n muka lebih ke arah Jawa (gw jg kadang d dalam hati kecil masih ragu apakah gw anak asli ato angkat).. Secara darah Chinese mengalir dari 2 orang kakek, otomatis tradisi Chinese yang dilakuin di keluarga gw, jadi gw lebih ngerasa gw ke arah Chinese..

    Gw tumbuh d Malang, kawasan pertokoan Gatot Subroto, kawasan penuh preman n cukup keras.. Gw ngeliat gimana pandangan orang2 ke diri gw, anak kulit coklat digandeng ama ortu kulit kuning.. Banyak orang2 d kampung daerah2 situ (maklum gw bukan keluarga kaya, jadi sering jalan keluar masuk kampung), pas ngeliat gw yang langsung nanyain ke ma2 gw “cik, anake koq bedo, ngapek tekok endi? (Ci, anaknya koq beda, ngambil dari mana?)” Pas gw SD, gw skolah d tempat yang 50:50 perbandingan Chinese n pribumi.. Secara gw ngerasa keluarga gw Chinese, yah gw dateng ke yang sama2 keturunan dulu.. Taw apa reaksi mereka? “Lho lapo arek wana iki melok2 kene?” Alhasil gw pun tertolak karena mereka engga percaya kalo gw Chinese berdasarkan kulit n mata gw.. Akhirna gw mencoba berteman dengan gerombolan Jawa, n hasilna? “Ojok koncoan ambek dee, Cino iku..” Dan seperti itulah gw mengalami penolakan selama masa kecil gw, dan gw bertumbuh sebagai seorang single fighter..

    Gw rasa banyak HITACHI laen (HItam TApi CHIna) yang tersebar d Indonesia yang mungkin juga mengalami pengalaman mirip2 ama gw, bedanya mungkin mereka dapat diterima oleh salah satu golongan.. But surely, 2 2 nya rasis bro sis, gw juga engga bisa nyalahin.. Why, coz mereka tumbuh di lingkungan yang emang kumpulannya Chinese semua or Jawa semua.. Bukan karena Tionghoa d Indonesia itu engga nasionalis lho yah.. Malah menurut gw anak2 Tionghoa kelahiran setelah 80an itu hampir engga mengakui diri sebagai China.. Kenapa? Karena dari lahir udah d Indo bro, makannya nasi bukan mie, jarang makan babi secara sungkan ama yang temen muslim (harga babi juga engga murah), kebiasaan yang dilakuin juga kebiasaan orang Indo mandi 2x sehari (orang China asli mandi 1x sehari itu udah terlalu banyak, malah sering ketemu yang seminggu sekali).. Buktinya? Coba lu sekali2 dateng ke Beijing ato kota laen d China, n bergaul ama pelajar2 nusantara yang turunan Chinese.. Ketika ditanyain apa mereka orang China, mereka akan dengan tegas menjawab “BUKAN, gw INDO, gw bukan China..” Trus pas ditanya kenapa mukanya mirip orang lokal China, jawaban mereka “我是印尼华裔,不是中国人,永远不是 (gw Indo keturunan Chinese, tapi gw bukan China, selamanya bukan)..” Cuman kenyataannya, lagi2 lingkungan d Indo sendiri yang mempengaruhi ketika mereka pulang Indo, balik jd rasis lagi.. Coz emank ada tembok yang menghalangi yang udah terbangun sejak jaman Belanda ngadu domba…

    Makanya thx God banget gw liat Indonesia sekarang berubah ke arah yang lebih baik.. Kalo yang d dalem negeri mungkin masih ngerasa kondisi yang kurang baik, anda harus coba melihat dari sudut pandang yang berbeda.. Indonesia engga akan maju selama ada oknum2 rasis d dalamnya.. Dan pemerintahan yang sekarang, sedang menuju untuk mewujudkan Indonesia yang luar biasa… Siapa yang kebayang ada orang kayak Ahok yang rela ngehancurin tembok pembatas n ngebangun jembatan buat Tionghoa n pribumi? Dari sini gw juga berharap d masa depan akan lahir makin banyak blasteran2 Jawa-Chinese yang boleh lahir d bumi pertiwi.. Kalo cowo bule aja bisa merit ama cewe negro, napa Tionghoa ama Indo engga? Kalo masih berpikiran sempit, maka banyak chance yang akan lu kehilangan dalam hidup ini.. Gw belajar dari ortu gw, mereka buka toko plastik pecah belah.. Meskipun muka mereka Chinese, tapi mereka engga beda2in pelanggan.. Malah mereka lebih ramah ke pelanggan yang pribumi.. Alesannya simple, coz pembeli keturunan Tionghoa itu cerewet.. haha… coba aja kalo ortu gw rasis n ngelayani pelanggan Tionghoa doank, alamat bangkrut lah toko…

    Jadi yah begitu, KICK RACISM OUT OF INDONESIA!

    1. Kasus seperti Budika sudah umum terjadi. Ada 2 kata kunci yaitu: kawin campur & krisis identitas.

      Anak hasil kawin campur Tionghoa dengan Non-Tionghoa merasa kebingungan akan identitasnya. Karena hasil kawin campur (asumsi bukan anak angkat), maka diri sendiri merasa sebagai orang Tionghoa dan ingin sekali menjadi orang Tionghoa, namun ternyata kesulitan untuk mencari perempuan Tionghoa yang mau dijadikan istri. Hal ini diperparah lagi dengan tampangnya yang Non-Tionghoa. Di lain pihak, identitas yang di sebelahnya yaitu Non-Tionghoa tidak mau diakuinya karena merasa inferior dibandingkan dengan Tionghoa. Akibatnya jadi merasa salah sendiri dan bingung akan identitasnya.

      Kasus konglomerat Harry Tanoe yang beristrikan Pribumi Jawa Islam adalah contoh klasik krisis identitas hasil kawin campur di Indonesia. Ayahnya HT adalah Achmad Tanoe, ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) di Surabaya, sementara keluarga istrinya merupakan rekan kongsi bisnis ayahnya. Karena sering bertemu di acara penggajian mesjid akhirnya jatuh cinta dan menikah. Karena menganggap budaya islam inferior, namun disisi lain tidaklah mungkin istrinya di ajak masuk agama Tionghoa karena ybs bukan orang Tionghoa, akhirnya diputuskanlah keduanya menganut agama baru yaitu Kristen. Anak-anaknya Harry Tanoe (hasil kawin campur disebut sebagai anak peranakan) hanya akan dinikahkan dengan orang Tionghoa non-peranakan. Anak perempuannya yang pertama berhasil dinikahkan dengan orang Tionghoa. Hal ini terjadi karena statusnya sebagai konglomerat kaya. Namun bagaimana dengan anak peranakan yang berasal dari keluarga yang ekonominya pas-pasan ? Apabila tampangnya mirip Tionghoa maka bisa menikahi perempuan Tionghoa tetapi kalau tampangya Non-Tionghoa maka akan jadi beban se-umur hidup !

      = Tan =

      1. Yakin istrinya pak Harry Tanoe itu Pribumi, Jawa dan Islam; alias sedikit pun tidak ada darah Tionghoa dari orang tuanya?
        Bukankah pada situs Wikipedia mencantumkan Marga dari istrinya adalah “TANAJA”, yang artinya “kemungkinan” bermarga yang sama dengan pak Harry (TAN/CHEN)?
        Kecuali “TANAJA” ini adalah bukan marga Tionghoa.

        Menurut saya pribadi, sebenarnya soal tampang/wajah, mau peranakan tionghoa atau sudah non peranakan, yang namanya sudah lahir dan besar di INDONESIA itu sama saja, tetap WNI. Hanya sebagian orang tionghoa saja yang kadang masih membedakan dengan jelas akan hal ini. Namun saya tanya, hal ini bisa bertahan sampai berapa generasi? Tidak mungkin orang tuanya bisa mengendalikan anak cucu cicit nya sampai generasi ke 7. Lalu jangan anggap enteng juga para pribumi, karena siapa tahu buyut mereka berasal dari TIONGKOK, yang pada beberapa abad yang lalu datang merantau ke Indonesia.

        Anak-anak dari Pak Harry itu boleh dibilang termasuk beruntung, karena sudah KAYA sejak BAWAAN. Persoalan mereka bukan lagi seputar isi perut seperti kebanyakan orang. Siapa tahu karena perbuatan jasa/nasib baik mereka dimasa lalu. Jujur, saya termasuk salah satu orang yang kurang sependapat dengan konsep beberapa Agama yang mengatakan bahwa Tuhannya menciptakan manusia secara SAMA atau SEDERAJAT. Jika begitu, maka seharusnya tidak akan ada bayi yang terlahir dengan memiliki catat bagian tubuh, tidak akan ada orang yang mati “hanya” karena tidak ada makanan yang bisa dimakan, tidak akan ada orang yang mati “hanya” karena kesulitan biaya berobat akibat penyakit ringan, dsb.

        Di dunia ini, siapa sih orang yang memilih untuk terlahir dengan catat tubuh permanen dan dilahirkan di keluarga yang miskin melarat? Orang Tionghoa itu percaya, UMUR PANJANG dan HARTA itu adalah kombinasi yang tepat untuk menikmati hidup. Untuk apa umur panjang namun sepanjang hidupnya hanya dihabiskan untuk sekedar mengais koin dari tempat sampah untuk biaya makan sehari-hari? Atau untuk apa juga kekayaan namun punya penyakit dalam yang seabrek sehingga harus rutin melakukan cuci darah, atau hanya terbaring terus ditempat tidur akibat stroke? Yang paling sial, tentu adalah mereka yang tidak memiliki keduanya…

        Komentar dari Pak Pengamat ini sepertinya dapat menjadi viral akibat pro dan kontra jika di bosting hahaha 🙂

      2. Pak pengamat, kenapa anda suka sekali mengatakan inferior pribumi terhadap tionghoa. Apakah ukurannnya harta atau superior etnis? Kalau harta, bukankah migrasinya tionghoa ke indonesia salah satunya karena melarat di negeri asal?
        Klo superior etnis, ukurannya darimana? Hitler?…Hancur…
        Terimaksih.

  15. ga sengaja klik page ini, sedih + kagum sm ketegaran keturunan tionghoa, jujur dr segala aspek bisa dibilang aku termasuk mayoritas, dan merasakan sendiri sulitnya jd minoritas, Bersyukur banget skrg kita bisa hidup damai berdampingan, semoga tidak ada lagi diskriminasi di Negeri tercinta ini, hanya saja pesan untuk yg tinggal di medan tolong lebih ditingkatkan usahanya untuk saling merangkul karena masih terlihat “jaga jarak”

  16. haha, ya barangkali punya buletin khusus 😛
    (oops, jadi ingat dulu waktu papaku kerja bakti, ada orang asing seliweran. kemudian orang tsb nyamperin papaku, ngasih buletin & CD tentang Fa Lun Gong / Fa Lun Dafa. dia bilang, setelah baca / tonton, tolong kasihkan ke tetangga yang lain. hahah)
    oke, Bro~

  17. wah, di penghunjung bulan Oktober ga sengaja nemu artikel Mei ’98. Mei thn ini ada rame jg di KasKus. 🙂

    waktu kejadian dulu aq masih kls 2 SD di Surabaya. entah sekolah libur ato aq bolos, lupa, pokoknya lagi di rumah. kemudian di jalan raya aq dengar ada orang rame-rame, entah teriak-teriak apaan. aq kuar rumah buat intip dari dlm gang, tnyt ada buanyak orang jalan sambil teriak-teriak. ada yang lempar batu segala. serem. dulu aq ga tau klo itu kerusuhan, aq pikir cuma demo.

    baru kemudian setelah aq kuliah, ada dosenku yg nunjukin video dokumentasi kejadian thn ’98 itu. ada teks Mandarin sih, tapi aq ga bisa baca. gilaaaa, ga kuat ngelihatnya! aq langsung nangis ga abis-abis. sumpah, kejam banget! bahkan ada tmnku cowok pun ikutan nangis ngelihatnya! gilaaa, aq sampe kebayang berhari-hari. malamnya saat mau tidur pun masih kebayang & nangis mengingat dokumentasi itu. membayangkan betapa sakitnya jd korban, plus gmn rasanya jd keluarga korban. terutama yg diperkosa & disiksa sampe mati. guendeng, ga kyk menungso!

    dewasa ini aq tanya ke bbrp tmnku (lebih tua dari aq, dan berbagai usia), gmn mereka wktu kejadian ’98 itu. ada yg toko ortunya dijarah, bahkan papanya sampe dikalungi golok tuh. di Surabaya lho. gile. semua barang diambil, termasuk barang dagangan (ortunya usaha toko kelontong), elektronik pribadi (TV, radio, dlsj), uang, banyak macem deh! kaca dipecahin, dlsj. bener-bener hancur kondisi rumahnya. untungnya mereka selamat, malamnya ngungsi ke rumah tetangga yg bukan orang pribumi tp jg bukan orang Cina. gara-gara kejadian itu, adik tmnku ini sampe trauma banget. dia berikrar, setelah lulus kuliah mau krj & tinggal di luar negeri. dan memang itulah yg dia lakukan sekarang, ia kerja & tinggal di negeri yg dulu pernah menjajah Indo.

    ada jg sepupuku, waktu itu dia kerja kantoran di Jakarta. saat kejadian, dia ga dapet info apa-apa klo hari itu akan terjadi kerusuhan. singkat cerita, tiba-tiba ada sekumpulan orang rame teriak-teriak, lempar batu, & bakar-bakar. kantornya dilempari batu. bahkan katanya hampir dibakar juga. dia dan tmn-tmn lari ke atap, sembunyi di sana. ketakutan. dia lihat ada banyak titik api (eh, kyk hutan Riau aja titik api), api berkobar dimana-mana. dia jg lihat ada gedung yg dijarah, barang-barang diambil, dlsj. sangking takutnya, dia sembunyi di atap itu selama 26 jam! setelah itu langsung cabut, pulang ke Surabaya.

    ada lagi tmnku yg lain, dia petugas kesehatan di Sidoarjo. itu juga sama, dia ga tau klo hari itu bakal ada kerusuhan. untung rekan-rekannya baik hati. saat kejadian, dia disembunyikan di dalem mobil. trus ama tmnnya yg pribumi, dia diantar pulang, ya pake mobil itu (secara klo yg nyetir pribumi kan ga mungkin dicurigai). sepanjang perjalanan, terdengar berbagai keributan. entah itu orang teriak-teriak, suara gaduh, banyak macem deh! yg pasti serem.

    dulu aq ga tau (lebih tepatnya belum sadar) kejadian thn ’98 itu. mgkn krn masih kecil ya. sama spti komen di atas-atas. waktu gedhe baru ngerti. ckckck. heran jg kenapa jd kambing hitam, padahal ya ga ngapa-ngapain. ah, coba klo Bung Karno memerintah lebih lama, pasti Indonesia ga kyk skrg

    1. Halo Inaba,
      Terima kasih sudah share pengalaman pribadinya 🙂
      Sangat menarik, jika Inaba tertarik mungkin bisa dibuat 1 artikel mengenai pengalaman 1998 akan kita bantu publikasikan.

      1. hai, Ko Herman!
        dipublikasikan dimana ya? aq oke-oke aja, cuman ga janji bisa cepat, hehe. karena aq masih pengen tanya-tanya ke kenalanku yang lain, terutama yg punya usaha.

        kalo nulis cerita teman-teman sih, aq ceritakan secara umum. karena ga minta izin mereka utk share pengalaman mereka, yaa untuk jaga privasi

  18. wah, di penghunjung bulan Oktober ga sengaja nemu artikel Mei ’98. Mei thn ini ada rame jg di KasKus.

    waktu kejadian dulu aq masih kls 2 SD. entah sekolah libur ato a

  19. tlg jgn rusak niat baik org2 Indonesia keturunan tionghoa skg spt Ahok dg dendam Gbu sodara2 xingfu kuaile

    a.n keturunan jawa
    Hidup Indonesia

  20. Menurut saya sendiri etnis tionghoa memang susah berbaur dengan pribumi wajar saja kalo mayoritas pribumi….!!saya sendiri pribumi merasa…!! Etnis tionghoa itu kurang mau bersosialisasi dengan kami pribumi.

    1. gimana ga susah berbaur, lha etnis pribumi sendiri sering mengolok etnis Cina gitu? padahal ga ngapa-ngapain

    2. sami mawon, Mas! pribumi dewe yo ora gelem baur kok. ga semua pribumi mau baur, & ga semua etnis Cina ga mau baur.

      setuju ama Bang Ofian. pengalaman aq pribadi nih! masa’ aq cuma lewat di jalan gitu aja, dmn ada sekitar 5 pemuda pribumi Jawa di situ, aq diteriakin “Cino! Cino!”. dipeliriki (dipelototin) lagi. aq lho ga lapo-lapo, Mas. mek lewat tok! klambhi yo biasa wae, ora onok sexy-sexy’e blas lha tutupan kabeh & ga ketat kok. parahnya, mereka bukan warga sekitar, sangking ae sering cangkruk di sana. aq yg warga sekitar malah digituin. piye?

      mau baur yaopo, durung-durung wes pasang tameng (ato ngajak geger?) ngunu?

  21. Seharus nya etnis cina,berperan aktif dalam negeri,bkn memilih diam atau bersikap netral,justru itu yg buat orang mengira etnis cina santai dan tidak peduli.rasis bkn hanya terjadi di etnis cina,suku jawa dan batak dan suku lain pun kadang sering terjadi rasis.tetapi kmi bisa akur dan mau membaur.dan akhir ny saling berperan di setiap sisi,diantara smua suku,etnis cina lah yg tidak terlalu berperan dalam negeri,untk itu seharus ny etnis cina mau membaur dan berperan aktif seperti yg dilakukan suku lain nya.agar bisa diterima di mata masyarakat.bkn membawa dendam,itu akan membawa etnis cina smakin menderita,karna bgaimana pun juga indonesia mayoritas warga pribumi.

    1. tidak terlalu berperan dalam negeri? pikiranmu sempit ya. coba flashback ke era dimana Indonesia disebut sebagai Macan Asia. lihat, para pemain badminton hebat dari Indo zaman itu etnis apa? mereka bawa pulang medali lho. dan ada juga pahlawan nasional Indo dari etnis non-pribumi, namanya Tan Malaka.
      jangan menyalahkan etnis lain pekara siapa yang ga mau berbaur. coba pikir, etnis pribumi sendiri aja sering ngolok-ngolok etnis Cina, lah trus gimana etnis Cina mau berbaur?
      yang bener itu sama-sama rendah hati, baik etnis pribumi maupun non-pribumi. akui kesalahan, jangan malah menyalahkan.

    2. jangan bilang gitu. ga semua etnis Cina ga mau mbaur, dan ga semua etnis pribumi mau mbaur. sama aja! lha sesama pribumi sendiri ada yang ga mau mbaur gitu, malah nyalahin etnis luar. mau bukti?

      di lingkunganku, mayoritas orang Jawa ga suka ama orang Madura. sering jelek-jelekin. bahkan sesama orang Jawa tp beda kota aja sering rusuh. contohnya? suporter sepakbola antar kota. Bonek, Arema, The Jak, dlsb. ada lho tmnku, orang Jawa Surabaya wktu itu jalan-jalan ke Malang motoran (plat L). berhubung ga tau jalan, dia tanya ke orang Jawa Malang. kmu tau? tmnku ini malah disesatin! dikasih arah jalan yang malah bertolak belakang dg tempat yg hendak dituju. lah, klo kyk gitu gimana coba? 🙂

      di tempat kerjaku yg dulu, mayoritas pekerjanya adalah orang Jawa. suatu hari, ada orang baru. dia pribumi tapi bukan Jawa. dia pribumi Ambon. kmu tau? dia juga dijelek-jelekin. bener kata Ofian, klo diolok-olok gitu lho, trus gmn caranya dia mau ngebaur? coba klo kmu di posisi ‘korban’, gimana? padahal si orang Ambon ini ga ngapa-ngapain, ga berbuat jahat. ah, jadi ingat ada tetanggaku orang Jawa tp rambutnya kriwul kyk orang Ambon. dia jd di-bully, dipanggil “Ambon” gitu.

      sahabat sekolahku dari kecil orang Jawa. dia lahir di Surabaya tapi dari keluarga orang Jogja. kami berteman akrab. waktu SD bahkan dia kursus Mandarin lho! aq aja kalah. trus tetanggaku (tmn sepermainanku yg paling akrab) juga orang Jawa, orang Surabaya. kamipun masih hubungan baik sampe skrg, walopun udah jarang ketemu krn beda jadwal & kesibukan masing-masing.

      waktu sekolah dulu aq ikut ekskul karawitan. tau karawitan gak? gamelan! bertahun-tahun selama sekolah aq main gamelan. ikut lomba juga, bahkan pernah sekolahku jadi juara 1 se-Surabaya. aq sampe hafal nama-nama gamelan, aq jg bisa main macem-macem instrumen gamelan, ngerti lagu sinden (& hafal lah yaw!). gmn dg kmu? 🙂

      yang salah itu bukan etnisnya, tapi moralnya. semua kembali ke pribadi masing-masing lah. ga mungkin kan, Tuhan ciptakan beragam etnis dg tujuan spy mereka saling bertengkar? pantaskah disebut sebagai ‘Tuhan’, jika ada tuhan yg seperti itu?

      memang makin lama moral bangsa ini makin menurun! solusinya, berpikir dewasa & terbuka. dan jagai generasi penerus dg moral yg baik. ga cuma di mulut aja

    3. eh, lupa nambahin. tidak berperan dalam negeri, maksudmu piye? coba deh kamu pergi ke kelenteng. knp kelenteng? krn aq mau menekankan etnis Cina, terlepas dari segi agama.

      kelenteng lho ya, bukan vihara. di dalam kelenteng itu biasanya ada tempat tinggal. bisa dibilang rumah. yang tinggal di sana, selain pengurus kelenteng & empunya (orang Tionghoa) juga remaja & anak-anak pribumi yang dibuang oleh ortunya. salah satu teman kuliahku adl salah satu anak angkat tsb. jadi, pengurus kelenteng itu mengangkat anak-anak yang ditelantarkan oleh ortunya untuk diangkat jadi anak pribadi. dirawat, dibesarin, disekolahin, bahkan dikuliahin! kalo mereka udah siap kerja (lulus sekolah / kuliah) barulah mereka dilepas. ada beberapa yang tetap tinggal di sana juga sih. tergantung keputusan mereka sendiri. kelenteng spti ini yg aq beneran tau ga cuma di Surabaya, di Jakarta juga iya.

      di kota tempat tinggalku (Surabaya) ada panti asuhan swasta, yang punya juga orang Cina. see? trus dari aq SMP sampe skrg, aq udah nemu 4 keluarga etnis Cina yang mengadopsi anak pribumi. dan perlakuan keluarga tsb ke anak adopsinya baik, bener-bener disayang & dianggap anak sendiri. ga pernah tuh mereka usir anak adopsinya dari rumah, senakal apapun anak tsb. yang ada justru si anak berontak ke ortu angkatnya. sedih kan 🙁

      perusahaan tempat kerjaku sekarang, adl salah satu perusahaan besar & terkenal di kotaku. yang punya orang Cina. tiap tahun beliau rutin ngasih sumbangan ke panti asuhan lho! anak-anak panti asuhan tsb adalah anak-anak pribumi. bukan bermaksud sombong, tapi keluargaku (aq orang Cina) juga ngasih bantuan ke panti asuhan & panti jompo di kotaku. sepanjang yang aq temui, mereka adalah orang-orang pribumi. bukan berarti etnis Cina kaya-kaya. nggak. di kotaku juga ada panti asuhan yg nampung etnis Cina. ada pengemis yang orang Cina. ada penjual bensin pinggir jalan yg orang Cina. ada tukang koran etnis Cina. ada cleaning service etnis Cina. oi, kita sama-sama manusia, Bung!

      kamu ga bisa nge-judge etnis Cina & bilang bahwa etnis Cina ga ngasih peran apa-apa ke negara. itu mah kamunya aja yang ga lihat. eits, bukan berarti semua etnis Cina di Indo spti itu. semua kembali ke pribadi orang masing-masing, ga peduli suku bangsa apa. yg mau aq tekankan di sini adl, jangan nge-judge suatu etnis tertentu secara keseluruhan hanya berdasarkan pada segelintir orang yg kmu temui serta pola pikir & asumsi kmu sendiri 🙂

  22. Lee Kuan Yew pernah berujar, “Sekali Anda adalah orang China (Chinese), Anda tidak akan bisa menjadi orang China (Chinese).” Apa artinya? Orang Chinese disini berarti etnis Tionghoa dan harap dibedakan dengan warga negara Tiongkok (RRC). Etnis Tionghoa bisa jadi seorang warga negara Singapura, Malaysia, Indonesia, Australia bahkan sampai Amerika, Kanada dan Eropa.

    Seorang etnis Tionghoa yang baik tidak akan bisa melepaskan jati dirinya sebagai identitasnya, seperti nama/marga Tionghoa, adat-istiadat dan kepercayaan lainnya. Inilah yang membuat banyak pihak menyentil etnis Tionghoa sebagai golongan yang eksklusif, tidak mau membaur dan terus mempertahankan identitasnya sebagai orang Tionghoa yang berafiliasi ke negara Tiongkok.

    Padahal ya kalau mau direnungkan secara jujur, setiap etnis dan suku juga melakukan hal yang sama. Contohnya, hampir di setiap kota di Indonesia selalu ada Kampung Arab atau Kampung India (Little India). Keturunan Arab dan India juga masih teguh mempertahankan identitas budaya mereka. Di Suriname yang merupakan salah satu negara Amerika Latin, keturunan suku Jawa pun masih tetap memegang teguh adat-istiadat termasuk nama dan berbahasa Jawa. Apakah boleh dibilang kalau etnis Arab, India dan Jawa juga termasuk golongan eksklusif, tidak mau membaur dan tetap mempertahankan kebudayaan leluhurnya?

  23. Seandainya terjadi lagi kita seharusnya bersatu. Sebelum di bunuh dan di aniaya mari kita bersatu bersiap jika terjadi lagi.

  24. sebenarnya yg jadi korban bukan etnis tionghoa saja dan banyak juga pribumi yg jd korban pada kerusuhan mei 98 korban politik orde baru dan sebagian itu rakyat yg tdk tau apa2 dan dimanfaatkan oleh kepentingan politik…jika etnis tionghoa masih berfikir kasus 98 dijadikan momentum untuk merubah pola pikirnya dan membaur maka kejadian tersebut tdk akan terulang sekalipun oleh kepentingan politik apapun…tp jika selalu menjaga jarak dgn warga pribumi dan merasa ekslusif dilingkungannya bukan tak mungkin akan terjadi lagi dan dimanfaatkan oleh kepentingan politik tertentu….. kesempatan untuk kebersamaan sdh terbuka lebar untuk etnis tionghoa agar bisa dimanfaatkan dgn baik untuk selalu mengetahui perkembangan politik tanah air dan ikut serta dalam membangun politik yg baik dan terbuka…saat ini sdh banyak perubahan walaupun masih ada yg berusaha membuat rusuh dgn ras tertentu tp tdk akan terjadi karena sebuah kebersamaan…

    1. menurutku sih ga bisa langsung gitu juga. masih ada trauma, Bro! lagian ga ada jaminan, dengan ‘membaur’ maka semua akan beres. mengingat ada beragam orang juga, yg di depan kelihatan baik, tp tnyt menusuk dari belakang. 🙂

      contoh sederhana di lingkunganku, aq ada jaga jarak dg orang-orang tertentu. bukan berarti beda-bedain. masalahnya, aq ‘dimusuhi’ tanpa alasan yang jelas. lah aq lho ga ngapa-ngapain, tau-tau diejek “Cina! Cina!” plus dipelototin lagi ama gumbulannya. lha lek ngono trus aq kudu piye? wedi ya toh cidek-cidek mereka! opo maneh aq wedok, lek aq diapak-apakne piye? 😮 keluargaku sendiri juga ga ngapa-ngapain. ga pernah tengkar, rusuh, ilok-ilokan. ga pernah lakukan tindakan kriminal. apalagi ortuku pengajar, ga mungkin lah ngasih tindakan jelek. malu atuh, kan jd teladan di instansi pendidikan.

      pernah lho, keluargaku udah membaur dg orang-orang pribumi di tempat tinggalku. klo ketemu kami saling nyapa, kadang ngasih-ngasih makanan, dlsj standar lah. suatu hari kami renovasi rumah besar-besaran, krn ortu ga bisa handle jd minta tlg tetangga utk bantu. yah kan kami pikir semangat gotong royong gitu deh, bantu angkat-angkat dsj. eh ternyata malah banyak barang-barang rumahku yg ditilep (dicuri). termasuk barang-barang peninggalan leluhurku 🙁

      membaur itu, walopun terdengar sederhana namun nyatanya ga segampang membalik telapak tangan. 🙂 ada orang yg welcome, dan ada yg tidak. bahkan ada yg dari awal langsung menutup pintu, salah satunya yg ngolok-olok itu. how?

      1. Gak masalah dikatain China,,,kita harus bangga ,,kalau kaum mereka di luar negri dijadikan kacung pelayan rendahan,,,tapi kita China dimana2 di dunia ,,rata2 bos besar dan berkelas,,,moga bisa belajar….kalau saya dikatakan China saya senang,,karena itu diri kita gak mungkin kita sendiri yg mecehkan harga diri kita..

        1. restoran2 cina di USA terkenal karena joroknya…tenaga2 kerja asal RRC terkenal suka BAB di mana2..bos besar dan berkelas apanya?

          1. Lu liat cuma dari situ doang? lmao goblok. lu tau kalo Cina ekonomi terkuat kedua di dunia? itu baru satu, masih ada yang lain. Lu kaum budak mending diem aja sikat WC sono, babu.

Leave a Reply to hendra Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?