Last Updated on 20 February 2023 by Herman Tan Manado
Bagi calon mempelai etnis Tionghoa, sering kali mengalami dilema, ketika akan merencanakan atau melangsungkan pernikahan, tiba2 datang berita duka : ORANGTUA MENINGGAL!
Suasana hati sudah tidak karuan. Berkabung ditengah kebahagiaan, jelas bukan pengalaman yang menyenangkan. Lalu bagaimana sebaiknya? Apakah menunda pernikahan? Atau tetap melangsungkan pernikahan? Kalau ditunda, berapa lama? Apa benar harus sampai 3 tahun?
Apalagi bagi yang sudah terlanjur melakukan acara lamaran (a.k.a Sangjitan), foto2 prewedding, mem-booking ruangan gedung, catering untuk resepsi, menyiapkan baju pengantin, paket2 lain, dan segala tetek bengeknya.
Keluarga besar pun mulai berargumen. Tetap ngotot menyelenggarakan pesta pernikahan dianggap tidak berbakti (不孝) dan durhaka! Sementara lain kubu mungkin berpendapat tidak masalah, toh apalagi semua sudah direncanakan, dan sudah berjalan.
Apalagi yang sudah menetapkan hari-H, atau bahkan sudah terlanjur cetak dan sebar undangan. Masa mau batal? Apa kata tamu2 nanti? Beginilah kira2 yang dialami salah satu pembaca kami baru2 ini, Alexandra (nama samaran).
Pertanyaan :
Mohon panduannya, min. Saya dan calon suami sudah membicarakan pernikahan sejak 1,5 tahun yang lalu. Namun rencana ini belum pernah kami sampaikan kepada orangtua, karena hubungan jarak jauh dan Mama saya sakit parah. Mama saya akhirnya meninggal bulan Januari 2021 kemarin.
Keluarga dan kerabat ada yang bilang, secara adat Tionghoa, jika pernikahan tidak mau ditunda sampai tahun depan atau 3 tahun ke depan, pernikahan harus terjadi (tetap dilangsungkan) dalam kurun 100 hari kematian. Apa alasannya? Apakah ada kepercayaan adat yang membawa nasib buruk jika melanggar?
Xie-xie
Tanggapan :
Hi Alexandra,
Jika membaca seri artikel pernikahan Tionghoa kami, Anda juga mungkin akan menemukan pertanyaan2 serupa diatas di kolom komentar.
Pertama2 Saya pribadi mengucapkan turut berduka cita. 一路走好 (Yi Lu Zou Hao) untik Ibunda Anda. Yang mengalami kejadian seperti ini bukan hanya Anda. Setiap tahun pasti ada saja yang mengalaminya serupa.
Ini memang selalu menjadi dilema. Apalagi ucapan dari keluarga besar tidak bisa diabaikan begitu saja. Anda tidak bisa menutup mata dan telinga, karena mereka adalah orang2 terdekat Anda; saudara sedarah dan segaris keturunan.
1. Sebenarnya alasan kenapa seseorang harus berkabung 3 tahun adalah :
Karena konsep BAKTI (孝) telah memainkan peran yang kuat dalam nilai2 budaya Tiongkok sejak jaman kuno.
Dalam ajaran KONFUSIANISME konservatif (tradisional), ada tradisi bakti dalam duka, di mana seorang anak harus mengesampingkan sementara apa pun yang sedang dilakukannya, ketika orang tuanya baru meninggal; dan harus berkabung selama 3 tahun!
Keluarga2 yang lebih tradisional (mengikuti adat Kong Hu Cu). bahkan tetap memakai potongan kain belacu sampai 3 tahun. Masa berkabung tidak diperlukan jika yang meninggal adalah anak, atau dan suami tidak diwajibkan untuk berkabung atas meninggalnya sang istri.
Jadi, angka 3 tahun itu sebenarnya karena mengikuti ajaran Konfusianisme (Kong Hu Cu), yang sudah menjadi standar nilai2 dan norma2 dalam masyarakat Tionghoa selama ini. Sebagai orang Tionghoa, sikap berbakti kepada orang tua sudah ditanamkan sejak kecil, dan dianggap sudah kodrat sang anaklah untuk mematuhinya.
2. Sementara kenapa harus melangsungkan pernikahan dalam 100 hari pasca kematian?
(1) Jika Anda sudah terlanjur membagikan hari-H (apalagi sudah sampai menyebar undangan), terlanjur mem-booking gedung/ruangan & catering, dan segala macam keterlanjuran2 lainnya, yang sayang jika dibatalkan.
Waktu dan tenaga yang tercurahkan menjadi sia2. Jadi mau tidak mau, ya jalan terus sudah. Mau apa lagi? Yang mati tidak bisa dibangunkan, yang hidup harus tetap melanjutkan kehidupan.
(2) Alasan lainnya adalah karena adanya kepercayaan orang Tionghoa, bahwa roh/arwah orang yang baru meninggal dikatakan MASIH ADA DI DUNIA SAMPAI 49 HARI (keyakinan kepercayaan lain 40 hari), bahkan hingga 100 HARI (setelah lewat 49 hari, roh dikatakan tidak akan bisa kembali, hingga hari ke-100 nya).
Jadi diharapkan, arwah mendiang masih bisa “menyaksikan” pernikahan anaknya, meski dari alam sana 😥
(3) Alasan lainnya (lagi) adalah, apa pasangan Anda bersedia menunggu 3 tahun? Katakanlah Ya, lalu apa Anda sanggup menahan diri juga selama itu? Apakah ada garansi semua akan berjalan baik2 saja selama 3 tahun kedepan? Tau2 kena tikung lagi, heee.
Konklusi :
Karena alasan2 diataslah sehingga (menurut saya pribadi) keluar “tradisi baru”, dimana dalam 100 hari bisa melangsungkan pernikahan.
Namun sebenarnya tidak ada masalah jika Anda mau melangsungkan pernikahan, selang antara waktu antara 100 hari s/d 3 tahun tersebut. Paling baik adalah SAMPAI MELEWATKAN TAHUN TERSEBUT (berganti tahun). Ini lebih ke alasan psikologis. Apa mau pernikahan Anda terus dibayangi tahun kematian orang tua?
Mengenai apakah ada kepercayaan yang membawa nasib buruk jika melanggar hal diatas?
Sebenarya ditakutkan oleh Anda (dan orang2 lain dengan kasus serupa) adalah jika memaksakan pernikahan ditengah perkabungan, maka kesialan akan menimpa Anda dan keluarga baru Anda setelahnya.
Misalnya saja, tidak bisa memiliki keturunan, usaha bangkrut, karir jatuh, kena penyakit aneh/penyakit berat yang menghabiskan tabungan, atau aura suram yang terus menghinggapi seisi rumah, dsb.
Hal ini mungkin akan dianggap KARMA, atau rasa bersalah atas “perbuatan” yang telah Anda lakukan. Padahal tidak demikian. Orangtua mana yang tidak menginginkan kebahagiaan anaknya? Bahkan orangtua yang sudah di ranjang kematian pun masih berharap anaknya bisa segera menikah, dan tidak men-tangisi kepergiannya berlarut2.
生死有命 (Shengsi you ming). Takdir hidup mati seseorang sudah digariskan oleh yang DIATAS.
Semoga membantu.
Kalau yang meninggal om dan kakak sendiri apakah pantangan ini berlaku?
Tidak berlaku. Hanya untuk kedua orang tua kandung.
Bang, mau tanya kalo, orang tua meninggal belum 49/100 hari. Apa boleh pergi ke undangan pernikahan atau undangan ulang tahun?
Ini tergantung pandangan agama masing2. Saya penganut Taoisme.
Dalam agama saya, tidak ada larangan yg membatasi seseorang pergi ke acara pernikahan, atau ulang tahun ketika sedang berkabung.
Cuma perlu dipertimbangkan pandangan orang lain terhadap Anda dan keluarga. Anda bisa menerima, bukan berarti orang lain akan berpikiran sama dengan anda.
Karena anda hidup bermasyarakat adat timur, juga perlu mengikuti tatanan norma2 yg tidak tertulis dalam masyarakat itu sendiri.
Demikian info dan salam hangat.
kalau paman dari papa meninggal sebelum 100 hari, apa masih boleh melangsungkan acara pernikahan di hotel?
Bisa.
kalau resepsi ditunda setelah 3 tahun, tapi Tingjing/Sangjit dilakukan sebelum 3 tahun apa boleh?
Kalau sudah 3 tahun, untuk apa lagi buat resepsi 🙂 orang2 juga sudah pada lupa itu.
maksud saya ketika orang tua meningal belum ada acara apa-apa, tapi pada tahun ke 1 atau tahun 2 baru ada omongan nikah dengan pasangan, apa boleh dilakukan tingjing / sangjit dulu,, baru pernikahan dilaksanakan setelah 3 tahun kepergian orang tua?
Kalau orang tua meninggal, secara tradisional, pilihannya hanya 2 : mau cepatin ke 100 hari, atau tunggu sampai 3 tahun.
Tidak ada opsi Sangjit dilakukan diantara waktu tersebut. Menggelar Sangjit, sama saja melakukan pesta.
Ingat lho, statement saya diatas, hanya secara tradisional (konservatif), berdasarkan tradisi Konfusius. Jangan jadi beban.
Kalau ada alasan lain, yg mengharuskan segera menikah, lakukan saja.
Apakah boleh melaksanakan pernikahan setelah 100 hari, jika yang meninggal adalah kakek?
Boleh. Kebiasaan ini hanya untuk orang tua yg telah meninggal. Bukan untuk generasi diatasnya.
Semoga dimengerti bagi pembaca lainnya. Jangan bertanya, apabila anda kira2 sudah mengetahui jawabannya, lewat artikel atau komentar2 yg telah masuk dibawah.
Berarti, jika orang tua meninggal dan kita melangsungkan resepsi pernikahan setelah 100 hari dan kurang dari 1 tahun bagaimana?
Sebisa mungkin dimajukan ke 100 hari, atau ditunda sekalian s/d 3 tahun.
Apakah boleh merayakan imlek bila ayah meninggal belum 1 tahun?
Tidak masalah, selama Anda merasa nyaman2 saja dengan situasi tersebut.
Kalau 100 hari tapi masih di tahun yg sama bagaimana ya?
Tidak masalah.