Last Updated on 12 March 2021 by Herman Tan

Beberapa waktu lalu saya pernah membahas Liaozhai Zhiyi, kumpulan cerita pendek fantasi supranatural karya Pu Songling dari era dinasti Qing.

Namun dari sekian pengalaman dan pengamatan beliau yang menjadi ide cerita, ada sebuah karya sastra klasik lain yang menjadi sumber utama inspirasi beliau dalam penulisan bukunya yaitu Soushen Ji (搜神記).

Soushen Ji adalah karya sastra klasik yang terdiri atas kumpulan anekdot supranatural atau kisah yang diceritakan dari mulut ke mulut yang dikumpulkan dan ditulis oleh Gan Bao (干寶), seorang sejarawan dan penulis di kalangan istana pada masa Kaisar Yuan dari dinasti Jin Barat dan Timur (280 – 356).

Salah satu sampul buku Soushen Ji yang beredar saat ini

Tahun kelahirannya sendiri masih banyak diperdebatkan, namun dalam biografinya yang tertulis dalam Kronik Dinasti Jin, beliau meninggal tahun 336 M.

Lebih dari 400 anekdot China klasik telah diterjemahkan ke aksara China modern oleh Huang Diming, kemudian diperkenalkan ke dunia Barat dengan terjemahan Inggrisnya yang dikerjakan oleh Ding Wangdao dengan judul Anecdotes About Spirits and Immortals.

Kumpulan anekdot ini juga diterjemahkan ulang dalam bahasa Inggris oleh Kenneth J. DeWoskin dan James Irving Crump dengan judul In Search of Supernatural : The Written Record (Stanford, 1996), dan bahasa Indonesia dengan judul Anekdot tentang Roh dan Manusia Abadi dari judul bahasa Inggris versi Tiongkok (Elex Media Komputindo, 2011). Soushen Ji terdiri atas 464 buah cerita.

Potret Gan Bao dalam sebuah lukisan klasik

Beliau adalah penduduk asli Henan selatan. Karena kecerdasan dan ketekunannya dalam mempelajari sastra klasik sejak anak-anak dan masa mudanya, beliau ditunjuk menjadi kepala Kantor Arsip Sejarah di istana.

Jabatan tersebut diberikan pada beliau berkat kemampuan yang ditunjukkannya dalam buku Chin-chi, sebuah catatan pertama dalam sejarah tentang aktivitas dalam istana.

Walaupun beliau menjabat beberapa posisi menonjol di istana, ia jauh lebih dikenal dengan karyanya Soushen Ji yang telah dikumpulkannya selama hidup.

Gan Bao disebut sebagai perintis genre zhiguai dalam sastra klasik Tiongkokyaitu kumpulan cerita pendek tentang hantu, Dewa-Dewi dan makhluk abadi serta laporan saksi mata mengenai kejadian-kejadian aneh di masa itu.

Dalam sebuah biografi kontemporer, ketertarikan beliau untuk menulis Soushen Ji sejak satu kejadian aneh menimpa salah satu anggota keluarganya yang berhasil bertahan hidup selama lebih dari sepuluh tahun di dalam ruangan makam terkunci karena ditolong oleh sesosok hantu yang selalu membawakannya makanan selama itu.

Selama kekuasaan dinasti Jin Timur, beliau juga telah menulis 20 jilid buku Catatan Dinasti Jin, membuatnya menjadi penulis yang produktif. Selain menulis Soushen Ji, beliau juga telah menulis Anotasi Kitab I-Ching, Anotasi tentang Pejabat-Pejabat Dinasti Zhou dan beberapa buku lainnya.

Sayangnya beberapa karyanya telah hilang, dan versi yang masih ada dari Soushen Ji pun tidak lengkap.

Ada beberapa perbedaan versi jumlah jilid Soushen Ji dalam kitab-kitab sejarah kekaisaran. Menurut buku Biografi Gan Bao dalam Kronik Dinasti Jin, Soushen Ji terdiri atas 30 jilid.

Sama halnya dengan Kronik Dinasti Sui, Kronik Lama dan Baru Dinasti Tang semuanya menyebutkan terdiri dari 30 jilid. Namun Kronik Dinasti Song mencatat bahwa Soushen Ji hanya terdiri dari 10 jilid saja karena banyaknya naskah yang hilang.

Versi 20 jilid yang ada dikumpulkan pada pertengahan Dinasti Ming oleh Hu Yinglin (1551 – 1602). Beliau mengatakan :

“Yao Shuxiang menemukan yang telah aku simpan buku Gan Bao Soushen Ji. Terkejut, katanya, ‘apakah ini buku Soushen Ji yang asli?’ Kataku, ‘apakah kau pikir aku hanya harus menggalinya dari peti emas atau gua tersembunyi?

Ini merupakan kumpulan dari berbagai sumber seperti Literatur Buddhis, Materi Bacaan oleh Kaisar, Seni dan Sastra, Antologi Primer dan Transkrip Kitab-Kitab.’ Buku-buku luar biasa lainnya ditemukan kemudian kurang lebih sama.”

Lahirnya Soushen Ji bukanlah secara kebetulan. Cerita-cerita di dalamnya adalah kombinasi dari tradisi cerita supranatural pada masa dinasti Wei dan Jin.

Di akhir kekuasaan dinasti Han, kondisi sosial masyarakat telah dikacaukan oleh kemunafikan para penguasa, yang menggunakan kode etik feodal Konfusian untuk melanggengkan kediktatorannya.

Seperti keluarga Sima yang menggantikan kerajaan Wei dengan dinasti Jin dengan dalih ‘turun takhta’ untuk menutupi kebenaran bahwa mereka merebut kekuasaan. Roda pemerintahan yang dijalankan oleh klan Sima ini sangat mengerikan sekaligus lemah.

Kurang dari 12 tahun setelah bagian Barat dinasti Jin mengalahkan kerajaan Wu, perang ‘Delapan Pangeran’ pecah. Rakyat Hu (etnis minor di Utara dan Barat Tiongkok kuno) menyerang Selatan dan merebut kekaisaran Huai dan Min dari dinasti Jin. Hingga akhirnya dinasti Jin Barat runtuh setelah berkuasa 52 tahun.

Dinasti Jin Timur mengambil alih kekuasaan, namun penegakan hukum serta ketertiban sangat buruk. Akibatnya banyak rakyat yang terasingkan, tuna wisma maupun terbunuh karena peperangan dan bencana alam yang terus menerus.

Pada situasi ini, kepercayaan pada alam gaib yang sudah ada sejak masa kuno menjadi semakin kuat, dengan banyaknya kisah mengenai hantu dan kejadian supranatural menyebar ke seluruh negeri. Ini dibuktikan dengan kata-kata Lao Zi :

“Jika kaisar memimpin negara dengan etika, para hantu akan berperilaku biasa.”

Jika negara memerintah dengan hukum dan etika, maka orang mati akan memiliki tempat untuk tenang; mereka tidak akan menjadi hantu untuk kembali ke dunia. Namun jika sebaliknya, orang mati akan menjadi hantu untuk menghantui dunia. Cerita-cerita hantu menjadi sangat terkenal, didukung oleh buku-buku yang mencatatnya.

Sebagai tokoh yang hidup di zaman penuh kekacauan politik itu, Gan Bao juga percaya pada takdir dan menyukai seni-seni metafisik seperti astrologi dan ramalan. Selain itu juga, beliau sangat percaya takhayul sehingga banyak catatan sejarah yang dibuatnya mengandung unsur-unsur takhayul.

Beliau mencantumkan dalam kata pengantar buku tersebut bahwa tujuannya menulis Soushen Ji adalah ‘untuk membuktikan cerita-cerita hantu dan Dewa-Dewa adalah nyata.’

Soushen Ji yang ditulis beliau berbeda dari karya-karya generasi selanjutnya. Untuk novel ditulis dengan gaya bahasa penulis, sementara untuk Soushen Ji ditulis berdasarkan kejadian sejarah. Namun Gan Bao mengumpulkan cerita hanya dengan mendengarkan cerita dari orang-orang sekitarnya dan buku-buku. Beliau mengatakannya dalam Kenangan tentang Soushen Ji :

“Saya akan mengumpulkan hal-hal supranatural di masa lalu dan sekarang dalam satu buku. Lalu saya mengunjungi orang-orang yang mengetahui hal-hal tersebut dan mendapatkan cerita yang berbeda.”

Tentang 20 jilid yang dikumpulkan dengan 464 bab berasal dari dokumen sejarah seperti buku Liu Xiang Hikayat Para Orang Suci, buku Ban Gu Kronik Dinasti Han, Catatan Lima Unsur, buku karya Cao Pi Kisah-Kisah Keajaiban.

Namun kebanyakan isinya ditulis menurut cerita yang ia dapatkan sendiri. Beliau sangat selektif dalam mengumpulkan cerita supranatural dari buku dan yang didengarnya.

Ia hanya mengambil beberapa dan mengumpulkan novel dari delapan tema. Versi 20 jilid dengan 464 bab dapat dibagi menjadi enam kategori menurut isinya : mitologi, legenda, kisah para Dewa, kisah-kisah hantu, kisah para monster dan cerita tentang kutukan Dewa.

1. Keturunan Panhu : Mitos Tentang Leluhur Masyarakat Purba

Keturunan Panhu (cerita nomor 341) dalam 14 jilid adalah perwakilan legenda tentang asal-usul masyarakat purba di selatan Tiongkok. Kisah tentang Panhu dapat ditemukan dalam Sejarah Dinasti Han Terakhir dan Biografi Penduduk Asli Selatan dan Barat-Daya. Namun dalam Soushen Ji menjadi mitos.

Dalam buku tersebut, Panhu adalah seekor anjing banyak warna yang diciptakan dari cacing emas dalam kuping seorang wanita tua di istana. Saat itu, rakyat Rongwu yang kuat menyusup ke perbatasan negara, namun pengadilan tidak bisa melawan balik.

Akhirnya Panhu membunuh jenderal tentara Rongwu dan menolong negara dari bahaya. Raja berjanji siapapun yang dapat membunuh jenderal tentara Rongwu dapat menikah dengan putrinya. Sehingga walaupun Panhu adalah seekor anjing, putri raja itu menikahinya untuk memenuhi janji ayahnya.

Tiga tahun kemudian mereka melahirkan enam anak laki-laki dan enam anak perempuan. Keturunannya saling menikah satu sama lain dan membentuk sebuah keluarga di selatan. Legenda menggambarkan tiang totem pemujaan anjing di antara masyarakat etnik kuno di tenggara dan eksistensi pernikahan antara kerabat.

2. Kulit Kuda dan Nyonya Ulat Sutra : Mitos tentang Ulat Sutra

Sutra adalah komoditas yang sangat penting sejak masa kuno, sehingga melahirkan banyak mitos yang berkaitan dengan asal usulna. Salah satu legenda yang disebutkan dalam Soushen Ji adalah Kulit Kuda dan Nyonya Ulat Sutra. Kisahnya adalah tentang seorang gadis yang merindukan ayahnya dalam sebuah ekspedisi militer.

Ia bergurau pada kuda yang sedang duduk dengannya dengan mengatakan, ‘jika kau dapat membawa pulang ayahku, aku akan menikahimu.’ Kuda tersebut benar-benar pergi dan membawa pulang ayahnya kembali. Tapi gadis itu tidak mau menepati janjinya, sehingga kuda itu marah dan menyerangnya.

Ayah si gadis akhirnya mengetahui sebabnya dan memanah kuda itu sampai mati, dan menjemur kulitnya di halaman rumah. Hingga suatu saat gadis itu bermain dengan kulit kuda itu, ia bergurau lagi, ‘kau cuma seekor hewan, beraninya kau mempunyai ide untuk menikahi seorang gadis? Kau pantas dibunuh!’.

Sebelum gadis itu sempat bicara lagi, kulit itu melompat dan membungkus tubuh gadis itu dan pergi, menggantungkan dirinya di sebuah pohon. Kulit kuda itu berubah menjadi ulat sutra dan pohon besar itu adalah pohon murbei.

3. Kisah Para Dewa dan Hantu

Kisah para Dewa memiliki porsi penting dalam Soushen Ji. Beberapa cerita tentang Dewa-Dewa mengisahkan cinta antara Dewa dengan manusia, seperti Dong Yong dan Gadis Penenun dan Xian Chao dan Sang Dewi.

Dewa, menurut para alkemis Tao, tidak pernah makan dalam hidupnya dan menunjukkan sedikit ketertarikan terhadap materi namun berbaur di antara manusia tanpa diketahui. Sangat dilarang antara Dewa dan manusia untuk saling mencintai, cerita Xian Chao dan Sang Dewi adalah yang paling mengharukan.

Putri kaisar Giok merasa kesepian di surga, hingga akhirnya kaisar Giok kasihan dan mengizinkannya menikah dengan pria manusia. Sang bidadari dan laki-laki tersebut, Xian Chao, hidup bahagia setelah menikah, namun sayangnya mereka harus berpisah karena Xian Chao membuka rahasianya.

Bagian perpisahan menceritakan bagaimana mereka menyiapkan minuman anggur, menulis puisi, bertukar hadiah, memeluk orang yang sedang menangis dan tidak sanggup untuk meninggalkan yang lain. Namun akhirnya mereka masih bisa bertemu walaupun hanya lima tahun sekali.

Kisah-kisah hantu juga mendapat tempat penting dalam Soushen Ji. Kisah-kisah tersebut dapat dilacak hingga dinasti Shang atau yang lebih tua dari itu. Rakyat dinasti Shang merasakan alam dan masyarakat dikendalikan oleh para hantu dan Dewa.

Rakyat dinasti Zhou masih menjalankan upacara dan tidak se-takhayul leluhur mereka dari dinasti Shang, namun mereka tetap memberikan pengorbanan pada leluhur yang sebenarnya adalah bentuk pemujaan terhadap hantu dan Dewa.

Leluhur yang sudah meninggal adalah hantu sementara Dewa adalah yang melindungi klan mereka. Selama dinasti Shang, orang awam tidak bisa mendekati hantu dan Dewa, hanya penyihir yang dapat menerima informasi dari hantu dan DeDwa. Namun pada masa perang saudara, pemikiran tentang hantu dan Dewa sedikit berubah.

Kisah hantu dalam Soushen Ji terfokus dalam jilid 15 dan 16. Beberapa contohnya adalah Jiang Ji Kehilangan Putranya dari 16 jilid dan Hu Muban Mengirimkan Secarik Surat (74) dari 4 jilid, mendeskripsikan dunia hantu di bawah kontrol makhluk abadi Gunung Tai dengan kehidupan yang tidak berbeda dari dunia nyata.

Hantu memiliki tingkatan jabatan, serta tingkatan manusia bebas dan tawanan. Dalam cerita Jiang Ji Kehilangan Putranya, putra Jiang Ji dipaksa menjadi pekerja kasar di akhirat.

Ibunya yang berada di dunia hidup pernah bermimpi di mana ia melihat putranya yang sudah meninggal untuk menarik beberapa deret agar bisa mendapat pekerjaan lebih baik.

Dalam Hu Muban Mengirimkan Secarik Surat, Hu Muban mengirimkan sebuah surat ke makhluk abadi bahwa ia melihat ayahnya dirantai dan diborgol untuk melakukan kerja paksa di akhirat.

Ia memohon pada makhluk abadi agar ayahnya mendapat pekerjaan lebih baik dengan menjadi seorang pegawai di sana. Dalam cerita-cerita ini, dapat dilihat bahwa dunia hantu dimodelkan serupa dengan dunia manusia.

Dikumpulkan dan disarikan dari :

Soushen Ji – Wikipedia
Gan Bao – Wikipedia
• Kepustakaan Klasik China : Anekdot tentang Roh dan Manusia Abadi, Gan Bao. (Elex Media Komputindo, 2011)

By Amimah Halawati

Seorang mahasiswa pasca perguruan tinggi teknik Negeri di kota Bandung. Mojang Priangan berdarah Sunda namun memiliki minat besar dengan bahasa dan budaya Tionghoa. Pecinta buku dan senang menulis, khususnya fiksi fantasi yang bertema mitologi dan kebudayaan Tionghoa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?