Last Updated on 14 February 2020 by Herman Tan Manado

Suku Tionghoa merupakan salah satu etnis di Indonesia, yang leluhurnya berasal dari Tiongkok. Leluhur orang Tionghoa di Indonesia diketahui berimigrasi secara bergelombang sejak ratusan tahun lalu melalui kegiatan perniagaan.

Bahkan sekarang, banyak orang Tionghoa yang menyatu dengan penduduk setempat melalui perkawinan campur. Maka jangan heran jika ada orang Tionghoa yang mungkin perawakan atau penampilannya tidak seperti Tionghoa totok/ asli seperti yang dibayangkan banyak orang.

Jika Anda memiliki teman seorang Tionghoa, maka itu akan menjadi sebuah pengalaman yang seru. Anda bisa belajar banyak tentang kebudayaan dan adat istiadat mereka, yang kerapkali jarang diketahui masyarakat umum.

Anda juga bisa mengetahui sejarah unik leluhur mereka, atau berbagai makanan chinese food yang enak menurut mereka. Namun jangan sampai salah, ada beberapa pertanyaan yang sebaiknya tidak Anda lontarkan ke mereka. Berikut beberapa di antaranya :

1. Kenapa Masih Kerja Ikut Orang Lain?

Tidak semua orang Tionghoa di Indonesia itu sudah KAYA, laiknya keluarga borjuis Harry Tanoe. Paham kamu?

Tentu Anda sudah kerap kali mendengar atau bahkan menyaksikan sendiri orang-orang Tionghoa yang cenderung sukses dalam hal keuangan. Mereka kebanyakan memiliki profesi sebagai pedagang, pengusaha, menjadi bos dan kaya raya.

Namun Anda jangan memukul rata anggapan itu ya! Meski keluarga Tionghoa biasanya sudah dididik sejak kecil untuk disiplin dan menumbuhkan semangat kerja keras, tapi definisi sukses masing-masing orang mungkin berbeda. Bisa jadi, mereka ingin mengambil pelajaran dari bawah untuk mencapai kesuksesan.

Selain itu, tidak semua orang Tionghoa memiliki modal yang cukup (terlahir dari keluarga kaya) untuk membangun bisnis! Bahkan, passion mereka juga bisa jadi berbeda dengan kebanyakan orang, lantas memilih sebagai pekerja kantoran misalnya.

Baca juga : Inilah 9 Prinsip Hidup Sukses Dimana Saja Ala Orang Tionghoa!

2. Kenapa Warna Kulitmu Gelap Tidak Seperti Orang China?

Keturunan Tionghoa memang dikenal memiliki bentuk fisik yang rupawan, karena mengikuti ciri fisik ras asia timur.

Memang tak bisa dipungkiri, saat mendengar kata “Tionghoa”, yang muncul di benak orang mungkin ciri-ciri dari orang Tionghoa totok : seperti berkulit putih, lengkap dengan dengan mata sipitnya; sehingga ketika mengetahui ada teman yang berdarah Tionghoa, namun tidak sepenuhnya seperti ciri2 tersebut, maka orang mudah saja untuk berkomentar “kok dia tidak seperti orang Tionghoa?”

Namun yang perlu Anda perhatikan adalah sejarah individu itu sendiri. Di atas sudah disebutkan, bahwa orang Tionghoa yang tinggal di Indonesia sejak ratusan tahun lalu sudah melakukan perkawinan campuran dengan masyarakat lokal.

Hal ini jelas mempengaruhi penampilan fisik dari keturunan Tionghoa tersebut. Selain itu, pada dasarnya kita juga memiliki ras yang sama dengan orang Tiongkok, yakni ras Mongoloid. Hanya saja, kita tinggal di daerah garis khatulistiwa, yang suhunya lebih panas ketimbang di wilayahnya Tiongkok sendiri.

Baca juga : Bangsa Han dan Perantauannya ke Indonesia. Inilah Sejarah Nenek Moyangmu!

3. Nama Cina Kamu Siapa?

Biasanya orang Tionghoa memang memiliki nama Cina atau nama Chinese, yang diberikan berdasarkan silsilah keluarga atau nama generasi. Nama silsilah biasanya sudah diatur sampai generasi terbawah (cicit) oleh nenek moyang.

Apa kamu masih mempunyai nama Cina?

Namun sekarang pemberian nama seperti ini sudah jarang, mengingat sejarah Indonesia pernah mendiskriminasikan kaum Tionghoa pertengahan tahun 1960-an hingga akhir 1990-an.

Hal ini menyebabkan budaya memberi nama Cina sudah sangat berkurang, dan tidak semua orang Tionghoa masih memiliki nama Cina! Meski sekarang penggunaan nama Tionghoa mulai berkurang di masyarakat, tetapi setidaknya tetap dipakai di lingkungan keluarga.

Beruntung setelah era kepemimpinan Gusdur, banyak perkumpulan marga Tionghoa (berbentuk paguyuban sosial atau yayasan) yang berdiri.

Pemberian nama Cina juga tidak terlepas dari sisi fengshuinya! Perhitungan fengshui dalam nama seseorang dipakai, agar keturunannya nanti bisa menjadi orang yang baik, sukses, terkenal, dan sebagainya.

Tanggal, bulan, tahun, dan jam lahir pun dicarikan padanan unsurnya. Misalnya unsurnya adalah udara, maka bisa pakai nama ‘Bayu.’ Nama ‘Bayu’ berarti angin. Kalau angin, berarti unsurnya udara, atau dicarikan unsur lain yang berkaitan terhadap udara.

Baca juga : Cara Memberikan Nama Tionghoa (Nama Cina, Nama Mandarin) Pada Bayi & Anak

4. Ni Hao Ma?

Jika ingin membangun keakraban, cara yang paling sederhana yakni dengan menyapa. Tapi Anda perlu memperhatikan yang satu ini.

Mengucap kalimat ‘Ni hao maaaaa?’ dengan nada yang panjang, serta gestur yang terkesan mengolok-olok adalah tidak baik.

Untuk menyapa, terkadang Anda ingin menimbulkan kesan bersahabat. Salah satu cara yang Anda pakai yakni menyapa dengan mengucap salam khas mereka : Ni hao ma (apa kabar)? Apalagi dengan menggunakan nada yang sedikit bercanda, dan terkesan mengolok-olok!

Mungkin maksudnya baik ingin menyapa, namun ini juga bisa menimbulkan rasa kesal. Bagaimana tidak? Itu terkesan seperti penegasan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing. Apalagi sebagian dari orang Tionghoa sendiri sudah tidak bisa berbahasa mandarin.

Hal ini akan lain cerita, jika yang mengucapkan salam tersebut adalah sesama orang Tionghoa. Terlebih, sebagian besar orang Tioghoa di Indonesia juga sudah menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi sehari-hari (kecuali di kantong2 basis utama, seperti di Medan, Pontianak, Surabaya, Makasar, dsb).

Hati-hati ya! Maksud hati ingin berakrab ria, namun bisa saja justru itu memberi jarak pada kalian.

Baca juga : Inilah Daftar Kosakata Indonesia Yang Merupakan Serapan Dari Bahasa Tionghoa

5. Kenapa Menikah dengan Sesama Tionghoa?

Mungkin Anda pernah berpikir bahwa orang-orang Tionghoa memiliki gaya hidup yang eksklusif, dan terlihat hanya bergaul dengan sesamanya.

Orang Tionghoa sering dianggap esklusif, karena hanya mau menikahi sesama Tionghoa. Hal ini juga dipengaruhi dari ciri fisik ras asia timur mereka (China, Japan, korea, Taiwan), yang memang rupawan.

Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, dan tidak juga sepenuhnya keliru. Lagi-lagi sejarah yang berhubungan dengan politik di negeri ini, secara tidak langsung telah ikut membentuk sifat eksklusivitas mereka, sebagai bentuk pertahanan diri.

Selain itu, landasan pernikahan adalah cinta, dan cinta tidak memandang suku. Jadi jangan anggap mereka selalu menikah dengan sesama Tionghoa saja; karena dari generasi ke generasi, orang Tionghoa juga sudah membaur dengan masyarakat lokal di Indonesia.

Sedangkan untuk pernikahan antar sesama orang Tionghoa, memiliki berbagai faktor. Misalnya saja, prinsip keluarga untuk melestarikan trah, klan, dan etnisnya. Atau memang karena selera mereka memang lebih suka (dan nyaman) dengan sesama Tionghoa.

Apalagi bagi orang Tionghoa, pernikahan bukan soal 2 individu saja, namun soal bersatunya dua keluarga besar! Jadi tidak bisa lantas “ajak anak orang kawin lari”, seperti contohnya si atlet wanita wushu itu. Itu jelas sudah tidak menghormati pihak keluarga besar!

Menyatukan pemikiran hingga puluhan orang tentu tidak mudah bukan?

Baca juga : Tradisi Pernikahan Tionghoa

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

4 thoughts on “Jangan Tanyakan 5 Pertanyaan Ini ke Orang Tionghoa!”
  1. Dari dulu saya lebih tertarik dengan wanita melayu, sunda atau jawa. Tapi sering kali wanita2 ini tidak tertarik atau tidak ingin menjalin hubungan lebih dekat dengan pria tionghoa.
    Saya tidak memiliki kesulitan dalam mendapatkan dan berhubungan dengan sesama etnis tionghoa.
    keluarga mereka juga kebanyakan menghindari bahkan melarang hubungan dengan tionghoa. Ini boleh dibilang suku mereka eksklusif juga.
    Jadi eklusivitas etnis tionghoa menurut saya hanya bagian dari eksklusivitas2 yang ada dalam masyarakat kita

    1. Paham dengan maksud anda, dan benar kalau etnis lain pun memiliki eksklusifitas. Namun jaman sudah berubah dan pola pikir juga bisa berubah.

      Ekslusifitas ini menurut saya adalah ajaran turun temurun dari orang tua dan kakek nenek yang melarang kita berhubungan dekat dengan etnis lain. Dimana alasan itu kebanyakan berdasarkan analisa subjektif.

      Kejadian pada saya, mantan saya seorang wanita jawa yang sudah hidup lama dalam lingkungan tionghoa dan secara adat pun tidak kental jawa, malah lebih dekat ke Tionghoa. Namun meski sudah saya perjuangkan bertahun-tahun, hubungan ini tetap kandas dikarenakan orang tua yang tidak setuju beda etnis. Ini yang membuat saya tidak paham logika berpikir mereka dimana mantan saya juga sudah dekat dengan tradisi Tionghoa. Agama juga sudah dekat dengan saya. Keluarga mantan saya sudah menerima saya dengan tangan terbuka dan mendukung saya.

      Itu yang membuat saya belum legowo sampai sekarang dan masih menyimpan dendam kepada orang tua saya (saya tau memang salah menyimpan dendam, tapi tidak adil karena hubungan beda ras tidak melanggar agama dan hukum) Mereka bukan berfikir demi kebaikan saya, tapi demi ego mereka. Ujung ujungnya, anak adalah alat orang tua, nothing more, nothing less.

      Ekslusifitas ini berakhir di saya, saya tidak akan mewariskan tradisi ini kepada anak saya. Kriteria pasangan kembali pada pos saya yang sebelumnya.

  2. Mengenai point 5 di atas, ada kala dimana sifat eksklusivitas dari setiap ras ini yang membuat hubungan antara dua orang dari ras yang berbeda (interracial) menjadi tidak diterima atau sulit diperjuangkan.

    Dapat dimengerti bahwa isu politik menjadi dalang dari para baby boomers dan gen-x membuat pertahanan diri dengan menikah dengan sesama tionghoa dan sulit memahami bahwa interracial relationship tidak salah. Dalam bahasa kasarnya, kita hidup demi ego baby boomers. Menurut saya, daripada memikirkan rasnya, lebih penting memahami pendidikan dan level toleransi keluarga pasangan. Selama dua hal tersebut memenuhi kriteria dan pasangan sudah cocok, mengapa tidak?

    Menurut saya apabila sikap dari para baby boomers yang antagonistik atau diskriminasi terhadap mantu-nya/cucu-nya/keponakan-nya/saudaranya yang campuran itu sangat memuakkan dan sangat kolot (terjadi dalam keluarga saya).

    Pernikahan antar ras yang sama tidak menjamin kelanggengan, dan pernikahan interracial pun tidak menjamin perceraian. Semua kembali pada sifat dan karakter masing masing. Saya percaya di masa depan, barrier ini akan dipecahkan oleh generasi setelah kita. Dan tradisi ini hanya kental melekat pada baby boomers dan kita, para generasi yang di-didik oleh mereka karena kita merasa bertanggung jawab untuk mengikuti arahan orang tua dan membuat mereka senang dengan mengalah (padahal hidup juga hidup gue, hehe). Ini hanya masalah waktu saja ketika baby boomers tidak lagi dominan dalam norma dan sosial.

    Maaf panjang hehe..
    Peace out!

  3. Sebenernya kalo mau ngebahas kenapa mau nikah sama ras yang sama, ras-ras lain juga gitu, mau arab, sunda, jawa, batak dll juga mayoritas menikahnya dengan sesamanya karena persamaan budaya & selera/naluri juga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?